Selain bisa menggambar dengan mata tertutup (sebagian hanya berpura-
pura bisa dengan mengintip lewat celah penutup mata dekat hidung),
ternyata dia tidak bisa apa-apa.Konsentrasi tetap payah,motivasi tetap
rendah, dan emosi tetap meledakledak tak terkendali. Pasalnya memang
tidak ada hubungannya antara otak tengah dengan faktorfaktor
kepribadian itu. Namun,orangtua sepertinya tidak mau tahu. Dia sudah
membayar Rp3,5 juta dan sudah mendengarkan ceramah Dr David Ting,
pakar otak tengah dari Malaysia itu. Kata Dr Ting, anak yang sudah
ikut pelatihan otak tengah
bukan hanya jadi makin pintar,tetapi jadi jenius.
Karena itu nama perusahaannya juga Genius Mind Corporation. Malah
bukan itu saja.Menurut Dr Ting,anak yang sudah terlatih otak tengahnya
bisa melihat di balik dinding, bisa melihat apa yang akan terjadi
(seperti almarhumah Mama Laurenz),bahkan bisa mengobati orang sakit.
Ya, itulah yang dijanjikannya dalam iklan-iklan Youtube-nya di
internet. Dan dampaknya bisa dahsyat sekali karena angka KDRT pada
anak bisa langsung melompat naik gara-gara banyak anak dicubiti atau
dipukuli pantatnya sampai babak-belur oleh mama-mama mereka sendiri
lantaran tidak bisa melihat di balik tembok,meramal atau mengobati
orang sakit.
*** Untuk menyiapkan tulisan ini, saya sengaja menelusuri nama David
Ting di Google. Ternyata ada puluhan pakar di dunia yang bernama David
Ting dan David Ting yang menganjurkan otak tengah ini ternyata bukan
pakar ilmu syaraf, kedokteran,biologi atau psikologi. Dia disebutkan
sebagai pakar pendidikan dan tidak ada hubungannya dengan ilmu syaraf
(neuroscience). Maka saya ragu akan ilmunya. Apalagi saya hanya
mendapati beberapa versi Youtube yang diulang- ulang saja,beberapa
tulisan kesaksian, dan cerita-cerita yang sulit diverifikasi
kebenarannya. Saya pun lanjut dengan menelusuri jurnal-jurnal ilmiah
online, siapa tahu tulisan-tulisan ilmiahnya sudah banyak, tetapi saya
belum pernah membacanya.
Namun hasilnya juga nol. Maka saya makin tidak percaya. Saya yakin
bahwa teori David Ting tentang otak tengah hanyalah pseudo-science
atau ilmu semu karena seakan-akan ilmiah, tetapi tidak bisa
diverifikasi secara ilmiah. Sama halnya dengan teori otak kanan-otak
kiri yang juga ilmu semu atau astrologi atau palmistri (membaca nasib
orang dengan melihat garis-garis telapak tangannya). Masalahnya,
astrologi dan palmistri yang sudah kuno itu tidak merugikan siapa-
siapa karena hanya dilakukan oleh yang memercayainya atau sekadar
iseng-iseng tanpa biaya dan tanpa beban apaapa. Kalau betul syukur,
kalau salah yo wis. Lain halnya dengan pelatihan otak tengah dan dulu
pernah juga populer pelatihan otak kanak-otak kiri.
Bahkan, saya pernah memergoki, di sebuah gedung pertemuan (kebetulan
saya ke sana untuk keperluan lain), sebuah pelatihan diselenggarakan
oleh sebuah instansi pemerintah yang judulnya “Meningkatkan Kecerdasan
Salat”.Semuanya dijual sebagai pelatihan dengan biaya (istilah mereka
“biaya investasi”) yang mahal. Ini sudah masuk ke masalah membohongi
publik, sebab mana mungkin dengan satu pelatihan selama dua hari
seorang anak bisa disulap menjadi jenius yang serbabisa, bahkan bisa
melihat di balik dinding seperti Superman.Lagipula, apa hubungannya
antara menggambar dengan mata tertutup dengan jenius? Einstein,
Colombus, Thomas Edison,Bill Gates, Barack Obama, dan masih banyak
lagi adalah kaum jenius tingkat dunia, tetapi tak satu pun bisa
menggambar
dengan mata tertutup.
Teori otak tengah sudah jelas penipuan. Dengan berpikir atau bertanya
sedikit,setiap orang bisa tahu bahwa ini adalah penipuan. Namun orang
Indonesia itu malas bertanya dan ingin yang serbainstan. Termasuk kaum
terpelajar dan orang berduitnya. Jadi kita gampang sekali jadi sasaran
penipuan. Inilah menurut saya yang paling memprihatinkan dari maraknya
kasus otak tengah ini.(*)
SARLITO WIRAWAN SARWONO
Guru Besar Fakultas Psikologi UI
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI