Mohon tunggu...
Ahsin Arif
Ahsin Arif Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

all about Gography : mnemikirkan apa yang telah TUHAN hamparkan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

puncak Bawakaraeng - end

8 April 2013   23:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:30 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1365437846984718542

Ibarat sebuah lagu, jalur dari pos lima sampai pos sepuluh. Adalah reff-nya. masih dari kak ucok. Dan memang, tak ada bonus dari pos lima, sampai ke puncak bayangan, pos tujuh. Kawan. Pos tujuh tempat yang indah. Pemandangannya luar biasa. Dan tak dapat kubayangakan, bagaimana di puncak nanti.

Pos lima, merupakan  hutan lumut -dahulunya- yang beberapa tahun lalu terbakar. Tempat ini, tampak tandus dengan batang – batang pohon yang mati dan enggan rubuh. Tapi, tempat ini mulai memulihkan diri. Katanya, waktu hutan ini terbakar. Menurut sumber yang saya dengar. Ada pendaki yang terjebak dalam kebakaran tersebut. Entah dia selamat atau menyatu dengan hutan yang terbakar itu, semua simpang siur di telingaku.

Sebelum meninggalkan pos lima. Ada beberapa orang yang melakukan reboisasi di tempat ini. Saya sempat menanam satu pohon. Semoga tumbuh subur, setidaknya, tempat ini nanti. Hijau kembali.

Jalur dari pos lima sedikit landai. Tapi dibeberapa titik sangat terjal. Dari sini, kita sudah bisa mendapati bunga edelweiss tumbuh dengan cantik. Meski tak banyak bisa kita temui disini. Pemandangan di jalur ini juga sangat indah. Sebab tajuk – tajuk pepohonan tidak begitu rapat, hampir tak ada.

sampai di pos enam. Kita harus menyiapkan mental dan fisik yang ekstra. Belum apa – apa. Kita sudah diperlihatkan tanjakan yang menakutkan, hampir meruntuhkan mental. Jalur ini tidak begitu panjang. Tapi sangat terjal. Bahkan monster energy tak mampu mendakinya. Saya taksir kemiringannya, sekitar 70o. setelah menyelesaikan jalur ini. Kita akan sampai pada tempat yang dikenal dengan, puncak bayangan. Dari sini, kita bisa puas memandang lembah yang hijau. Jika beruntung. Katanya, kita bisa mendapati awan. Sejajar dengan pandangan kita.

Cobaan perjalanan ini, terletak pada jalur pos tujuh menuju pos delapan. Jalur ini memutar, sebuah turunan yang melenakan, lalu disambut tanjakan yang menghancurkan. Jalur ini sangat panjang. Setara dari pos satu  sampai pos tiga. Jalur ini sangat tertutup, dan sangat “membosankan.” Sesekali kita lihat pemandangan. Juga jurang yang curam. Banyak serangga – serangga yang sangat mengganggu selama perjalanan. Sungguh tempat latihan yang sangat sempurna.

Tidak banyak cerita dari jalur ini. Hanya rasa capek yang sangat menekan pundak, pikiran. Mental diuji sedemikian rupa. Nafas terasa ingin mangkat dari tubuh. Lutut menahan beban lebih dari yang biasanya. Namun, puncak yang memesona menunggu diatas sana. Jalur ini diakhiri dengan suara aliran sungai yang lembut. Membangkitkan kembali hasrat yang hilang selama perjalanan.

Di pos delapan, kami membangun dua bivak untuk istrahat. Di pinggir sungai yang berupa batuan yang ditengahnya mengalir air yang sangat bening. Sangat segar. Lapar sudah sangat membahana. Ada ang masak, ada yang mandi, dan ada buang hajat. Kami melepas lelah disini. Mengisi tenaga untuk jalur yang sangat curam menuju pos sembilaan sampai pos sepuluh nanti.

Jalur dari pos delapan. Tidak ada ampun lagi. Singkat, tapi tajam menukik menusuk langit. Setelah melewati jalur yang tertutup menuju pos sembilan. Lalu jalur terbuka dan berbatu menuju pos sepuluh. Banyak bunga – bunga abadi disepanjang jalur pos sepuluh. Tapi tanaman ini tak seabadi bunganya. Ada beberapa yang sempat saya lihat, layu, bahkan mati. Tapi bunganya tetap segar. Jalur pos sepuluh ditutup dengan hutan lumut.

Tempat istirahat kami, tepat berada disebelah timur kota Makassar. Kota ini Nampak indah dari kejauhan. Gemerlap kota kala malam. Membuatku semakin cinta dengan kota ini. Membayangkan kesemrawutan kota, membuatku sedikit miris memandang kota ini dari ketinggian seperti itu. Dan di malam yang dingin dengan hembusan angin beserta kabut. Kami terlelap, menunggu matahari terbit.

Kami telah berada di triangulasi puncak bawakaraeng. Sangat membanggakan. Membuat kami menyadari, betapa kerdilnya kita dihadapan megahnya alam. Dan Tuhan yang menciptakan semuanya.

Matahari memberi kehangatan kepada kami. Kuambil tempat, duduk diatas batu, tepat di bibir jurang. Batu yang enggan jatuh, memberi singgasana bagi peziarah puncak ini untuk merenung, sembari memandangi lembah yang hijau. Dan menunggu awan, yang akan datang merayu. lalu jatuh, terlelap di atasnya.

Dihadapanku jurang, dibelakangku masa lalu. Biarlah kudekap catatan ini, kutulis perasaanku. Lalu membuatnya terbang melayang diantara lembah ini.

Telah kutinggaalkan kegalauanku di puncak itu. Meninggalkan senyummu. Dan semoga, bisa membawaku kembali ke puncak itu. Entah kapan. Ingin kuteriakkan namamu disana. Bahkan tak dihadapanmu, keberanianku menghilang.

Mau tahu apa yang aku rasakan. Ketika berhasil mengalahkan keserakahan diri berada pada zona nyaman. Dan sampai pada tempat, dimana dunia kelihatan kerdil? Saya tidak percaya. Kenapa saya mau saja datang ke tempat ini. Padahal lebih enak liburan ke bali, atau ke tempat yang membuat kita semakin nyaman, dan membuang stress.

Tapi saya sadar satu hal. Liburan, jangan ke puncak gunung. Saya sadar, kenapa beberapa orang, dengan gilanya. Membuang masa mudanya, hanya untuk bertualang. Dari satu puncak, ke puncak lainnya. Dan saya rasa, saya terjangkit virus ketinggian ini. Dan kebahagiaan ini, hanya dapat dirasakan oleh manusia – manusia yang terpilih untuk memijakkan kakinya di tiang tiang langit ini. Semoga bisa memijakkan kaki ke puncak – puncak lainnya.

Itulah kawan, berita dariku. Tentang bagaimana saya melalui akhir pekan yang panjang kemarin. Kamu? Apa ceritamu? Oh iya, diawal cerita, sempat kusebut kami segerombolan naga. Tapi setelah sampai di kaki gunung. Saya merasa menjadi ulat bulu.

Lembanna, 31 maret 2013.

cerita sebelumnya menuju puncak bawakareng - 1

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun