Di tahun 1975, sebuah film drama berjudul 'Senja di Pantai Losari',
yang dibintangi aktor Deddy Sutomo dan Emilia Contessa, telah
memperkenalkan nama pantai yang dimiliki kota Makassar hingga seantero
nusantara.
Sekitar 35 tahun berselang, Pantai Losari kembali banyak disorot di
layar kaca, sebagai penanda kota Makassar. Dari produk tertentu hingga
parpol menggunakan ikon Pantai Losari.
Dibandingkan dengan pantai di daerah lain, memang lokasi pantai yang
persis menghadap ke barat sangat strategis untuk memandang senja.
Makanya, senja di pantai ini kemudian banyak diabadikan lewat kamera
lalu menyebar ke social media, seperti Instagram atau Twitter.
Meskipun saya warga Makassar, saya sangat jarang mengunjungi Pantai
Losari. Kadang hanya lewat tapi urung untuk singgah. Kalau pun harus
singgah tentu saya harus menimbang segala kemungkinan-kemungkinan.
Suatu waktu seorang kawan yang sedang dinas di Makassar mengajak
janjian di Pantai Losari. Akhirnya saya pun bertemu dengan kawanku itu
dan berusaha untuk membanggakan Pantai Losari.
Dalam hati saya pun menunggu pujian dari kawan saya yang tinggal di
Jakarta itu. Ia kemudian berkomentar: tempat ini memang bagus,
sayangnya bau pesing dan cahayanya remang-remang. Rasa penasarannya
pada Pantai Losari kemudian sirna akibat aroma pesing yang ia hirup.
Saya lalu terhenyak dan tidak tahu harus bilang apa. Saya hanya bisa
cengengesan dan mencoba mengalihkan perhatiannya. Sambil jalan,
kawanku tidak lupa untuk berfoto dengan latar belakang tulisan Pantai
Losari.
Sebagai warga yang membayar pajak, saya terus-terang kecewa dengan
buruknya penanganan fasilitas rekreasi warga Makassar. Bukan hanya
soal bau pesing, tapi juga keramah-tamahan petugas parkir anjungan
Pantai Losari, masih di bawah standar umumnya daerah wisata lain.
Belum lagi bejubelnya pengamen dan pengemis yang menjejali pelataran
anjungan.
Seorang kawan yang pernah berbelanja di sebuah mini market depan
anjungan Pantai Losari, pernah jadi korban pencopetan kawanan pengamen
yang masih belia. Termasuk kawan-kawan yang bekerja di stasiun
televisi swasta yang ingin menggelar siaran langsung, tidak luput dari
pungutan liar dari juru kunci Pantai Losari.
Sekitar dua bulan lagi, sang pemangku kepentingan di Makassar akan
berganti. Saya berharap citra Pantai Losari kembali cemerlang dengan
penataan yang paripurna. Agar warga Makassar kembali merasa bahagia
menikmati kotanya sendiri. Sebab ciri kota yang maju menurut Walikota
Bandung Ridwan Kamil, dapat diukur dari tingkat kebahagiaan warganya.
Liveable and Loveable.
Saya tidak mau kehilangan "alun-alun" kotaku lagi, sebagaimana
Lapangan Karebosi yang dirampas pengusaha Tionghoa yang bersekongkol
dengan Pemkot Makassar. Memang Karebosi kini lebih rindang dan lebih
modern. Tapi itu hanya kamuflase. Sebab, warga tidak bebas lagi
berkumpul, bercengkerama, sebagaimana hari-hari sebelum Karebosi
di-revitalisasi. Karebosi kini separuhnya dijadikan mall dan
separuhnya lagi jadi jogging track kelompok orang berpunya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H