Walaupun dinilai gagal mendapatkan banyak penonton pada rilis, film ini kemudian menjadi salah satu film Sjuman Djaya yang paling dikenal.
Film diawali dengan cerita meledaknya bom atom di Hiroshima dengan derita yang menyertainya.Â
Hasan (Deddy Sutomo) adalah seorang santri keturunan, masa kanak-kanaknya sangat tradisional, pendidikannya setengah-setengah, dan bekerja sebagai pegawai Perusahaan Air Minum (PAM) di Bandung pada tahun 1940-an.Â
Waktu masa kanak-kanak, Hasan jatuh cinta pada Rukmini (Christine Hakim), tetapi waktu dewasa terpesona dan akhirnya menikah dengan Kartini (Emmy Salim), perempuan bebas dan berpaham modern.Â
Kartini bergaul erat dengan Rusli (Kusno Sudjarwadi), partisan politik yang bergerak di bawah tanah dan juga sahabat masa kecil Hasan.Â
Tokoh-tokoh ini, ditambah lagi dengan Anwar (Farouk Afero) yang seorang nihilis, menjelaskan tema dan alur cerita yang diwarnai konflik tentang pertentangan pikiran kolot-modern dan perdebatan tentang Tuhan.Â
Hasan, seorang yang peragu dan terombang-ambing, suatu saat mengetahui kenyataan paling pahit dalam hidupnya: istrinya, Kartini, menginap satu losmen dengan si nihilis Anwar.Â
Dia harus mengambil keputusan: hadir atau tersingkir. Ia pun berangkat membunuh Anwar.Â
Cerita mencapai akhir yang diwarnai kematian. Rusli meninggal ditembak Kempetai dan Hasan pun tertembak tentara Jepang setelah dendamnya terbalas, dan bersamanya berakhir pula pengejaran cakrawala yang dilukiskan saat Hasan kecil.
Nah dari keduanya cerita film di atas, "Titian Serambut Dibelah Tujuh" karya Khaerul Umam dan "Atheis (Kafir) karya Sjuman Djaya, menurut Bang Nur termasuk dua contoh produk perfilman Indonesia yang dapat membuat penonton bertobat.
Apakah langsung tobat atau tidak usai menonton film tersebur? Tentu saja tergantung "ketebalan iman" dan "ketebalan tobatnya" dari bakat dan potensi pertobatan dari masing-masing penontonnya.Â