Lebaran di Kampung. Punya kampung yang jauh dan harus keluar dari Pulau Jawa, sensasinya jadi terasa lain di saat pulang mudik lebaran. Terutama jika bertepatan waktu cuti bersama menjelang dan sesudah Hari Raya Idul Fitri.Â
Sudah bisa terbayang, bagaimana "rempong"-nya masyarakat pemudik yang menggunakan moda transportasi lebaran. Sering juga disebut arus mudik saat "orang kota" pulang kampung, atau arus balik saat dari kampung kembali ke kota.
Saat seperti inilah, pemandangan dan suasana di mana-mana, terasa berbeda dari biasanya. Dari kesibukan kaum muslim yang berpuasa di bulan Ramadhan, gairah beribadah di mesjid dan musholah, atau ramainya pusat perbelanjaan dari pengunjung yang mau lebaran.
Bersama istri di anjungan kapal laut saat mudik ke Makassar untuk lebaran (dok Nur Terbit)Â
Penuh sesaknya pemudik yang siap-siap pulang kampung ini, nampaknya seolah sudah menjadi tradisi.
Apalagi menjelang hari lebaran. Kondisi ini populer disebut dengan istilah H-3 atau H-2 (H min 3 atau H min 2), atau 3 hingga 2 hari menjelang lebaran.
Mudik Dengan Kapal Laut Atau Pesawat?Â
Semakin dekat waktu lebaran, suasana persiapan mudik juga semakin terasa. Pusat perbelanjaan penuh pengunjung, begitu juga kondisi serupa terlihatdi terminal bus, stasiun kereta api bagi yang memilih angkutan darat. Atau tak kalah ramainya di bandar udara oleh pemudik calon penumpang pesawat terbang.
Demikian pula kesibukan bongkar-muat barang dan penumpang di dermaga pelabuhan, di tengah banyaknya pemudik yang datang ke pelabuhan untuk pulang kampung menggunakan transportasi laut.
Kenapa mudik lewat laut? Nah di sinilah uniknya sebagai perantau yang pulang lebaran dengan kapal laut. Sebagai perantau asal Makassar, Sulawesi Selatan, bagi saya dan keluarga, inilah pilihan kedua angkutan mudik selain pesawat atau kapal udara. Kenapa kapal laut? Irit biaya?
Gak juga. Tidak selamanya yang memilih mudik dengan kapal laut karena pertimbangan ongkos dan bekal yang pas-pasan. Banyak pula pedagang kaya, memilih angkutan laut karena banyaknya barang dagangan yang harus dibawanya.
Contohnya saya sekeluarga yang biasanya pulang kampung ke Makassar, Sulawesi Selatan. Cuma ada dua pilihan moda transportasi yakin lewat laut dan udara. Lewat darat, tentu mustahil.
Kalau lewat laut, sudah pasti harus naik kapal laut, yang tentu saja memerlukan waktu perjalanan panjang, 2 hari 3 malam. Lewat udara lebih cepat, hanya 2 jam tapi ongkosnya mahal karena menggunakan pesawat terbang. Belum lagi sekarang ini harga tiket pesawat makin mahal, barang bagasi dikenai biaya pula --- yang sebelumnya penumpang diberi dispensasi biaya gratis sampai 20 kg.
Seperti pada Lebaran Idul Fitri tahun ini saya ingin mencoba bernostalgia lagi. Mudik dengan kapal laut. Selain biayanya terjangkau, saya sekalian bernostalgia bagaimana "tempo doeloe" merantau ke Jakarta naik kapal laut.
Nah, begitulah setiap kali kami pulang kampung lebaran ke Makassar.Â
Salam
Nur Terbit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H