Jumat pagi 10 Februari 2023 pukul 08.00, Bang Nur dan keluarga, meninggalkan kapal KM Ciremai dan turun ke dermaga di Kota Makassar.
Inilah langkah kaki menginjak "Tanah Mangkasara" untuk memulai mudik di kampung halaman di liburan Puasa Ramadhan 1444 Hijriah atau tahun 2023 Masehi.
Kapal KM Ciremai milik PT Pelni, Barus saja sandar di Pelabuhan Soekarno - Hatta, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Sekaligus inilah pulang mudik istimewa bagi keluarga kami.
Betapa tidak. Yang namanya pulang kampung adalah sesuatu yang harus dipersiapkan atau diprogramkan. Apalagi jika berencana ingin sekalian berpuasa serta berlebaran di kampung. Peristiwa tersebut hanya pernah terjadi sekali saja sejak 7 tahun terakhir. Atau tepatnya tahun 2016.
Tapi sebelum dan sesudah pandemi Covid19, selama dua-tiga tahun pula masyarakat tidak bisa melakukan perjalanan jauh. Ya termasuk keluarga kami yang hanya bisa pulang kampung melalui laut dan udara.
Khusus untuk bisa mudik dengan kapal laut, juga sama istimewanya. Selain waktu perjalanan yang jauh dan cukup lama, rute pelayaran Jakarta - Surabaya - Makassar membutuhkan waktu tempuh 2 hari 3 malam.Â
Meski perlu waktu lama di perjalanan, tapi untuk memutuskan memilih moda transportasi massal dengan angkutan laut ini akhirnya lebih ke faktor upaya bagaimana bisa menekan biaya perjalanan.
Hitungan kasarnya sederhana. Pulang kampung dari Jakarta ke Makassar Sulsel, butuh biaya sekitar 2 - 3 juta untuk beli tiket pesawat perorang. Sementara jika naik kapal laut, dengan biaya yang sama (2-3 juta) sudah bisa sekeluarga ke Jakarta - Makassar - Jakarta.Â
*****
Sebenarnya, kapal KM Ciremai sudah sandar sejak pukul 05.00 lewat dinihari waktu Makassar. Jadual ini lebih lambat beberapa menit dari yang tertera di monitor kapal. Sebelumnya rencana sandar pukul 04.51. Namun baru turun dari kapal setelah pukul 08.00.
Bang Nur Terbit  dan keluarga mudik dari Jakarta ke Makassar, sejak Selasa sore 7 Februari 2023 dengan KM Ciremai sebagai penumpang kelas ekonomi. Seperti diketahui, kapal ini melayari rute dari Tanjungpriok (Jakarta) hingga Jayapura (Papua).
Menurut Pak Nasir, awak kapal KM Ciremai, waktu tempuh Jakarta - Surabaya sekitar 26 jam, sedang dari Surabaya ke Makassar sekitar 30 jam.
Perkiraan Pak Nasir memang tidak jauh meleset. Jumat 10 Februari 2023 dinihari, KM Ciremai yang kami tumpangi dari Surabaya selamat sandar di Makassar.
Saat kembali dari mudik di Makassar, kami menggunakan kapal KM Gunung Dempo milik PT Pelni seperti video reportase YouTube saya di bawah ini:
Â
*****
Seperti saya ceritakan di "catatan mudik" sebelumnya, KM Ciremai yang kami tumpangi ini melayari rute ke Indonesia Timur mulai dari Jakarta - Surabaya - Makassar - Baubau - Sorong - Manokwari - Biak - Jayapura.
Sambil menunggu kapal KM Ciremai milik PT Pelni meninggalkan kolam pelabuhan dan membawa kami ke Makassar, saya masih sempat salat Ashar di mushola, tempat beribadah umat Islam di atas kapal.
Nama musholanya mirip nama saya juga : An Nur. Sedang "marbot" atau bahasa kerennya pengurus DKM (Dewan Kemakmuran Mushola) bernama Pak Nasir. Kami sempat berbincang - bincang banyak hal tentang mushola di atas kapal ini.
Musholah An Nur ini berada di anjungan kapal bagian buritan, atau bagian belakang kapal. Persis di bawah kafetaria atau kantin kapal. Usai beribadah, bisa sekalian ngopi dan menikmati pemandangan laut.
Posisi mushola juga sejajar dengan sekoci kapal. Di anjungan ini ada beberapa bangku tempat duduk, mirip bangku taman. Bisa duduk santai sambil pacaran. Ups.
Tak jauh dari bangku santai ini, tergantung beberap sekoci, atau perahu penolong jika terjadi sesuatu di tengah laut. Satu sekoci berkapasitas beberapa penumpang.
Kami (saya, istri dan putri bungsu) kebetulan dapat tempat sesuai nomor tiket: Dek 5. Posisinya ada di bawah, tapi berada persis di haluan kapal, menghadap ke depan.
Jadi untuk mencapai mushola, harus naik beberapa tangga ke  dek 7 untuk sampai ke mushola. Pintu mushola selalu tertutup rapat. Sehingga suara musik dari kantin kapal, tidak tembus ke dalam mushola.
Yang unik jika kita sholat berjamaah di An-Nur, nama mushola kapal tersebut. Arah kiblatnya sering berubah-ubah, sesuai posisi kapal yang sedang berlayar.
Sehingga sering terjadi, posisi imam dan makmum saat sholat jamaah, terkadang menghadap buritan (belakang) kapal, atau sholat berikutnya menghadap ke haluan (depan) dan juga ke arah samping kiri atau kanan posisi kapal.
Beberapa kali dilakukan "bongkar-pasang" posisi berdiri jamaah dan imam saat mau memulai salat. Juga sajadah dan karpet mushola, digeser sesuai arah kiblat. Alat pembatas jamaah pria dengan wanita, juga diputar mengikuti posisi barisan jamaah.
Salam : Nur TerbitÂ
Tulisan ini merupakan bagian dari "Catatan Mudik (5) saya berupa status Facebook (FB) dengan judul asli - TIBA DI KAMPUNG HALAMAN, MUDIK DENGAN KAPAL LAUT
#nurterbit #wartawanbangkotan #catatanmudik #ciremai #pelni
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H