MUDIK DENGAN KAPAL LAUT - Catatan : Nur TerbitÂ
Bulan puasa Ramadhan sebentar lagi. Lebaran Idul Fitri juga sudah menjelang. Dua moment ini adalah yang sangat ditunggu-tunggu: MUDIK, pulang ke udik alias pulang kampung.
Ya, mudik adalah sesuatu yang paling istimewa, terutama bagi kaum perantau termasuk Bang Nur Terbit yang sudah 43 tahun di perantauan. Saya mulai merantau dari sejak tahun 1980-an.
Mudik adalah saatnya berkumpul dengan orang tua, keluarga, teman-teman sewaktu kanak-kanak. Syukur-syukur jika mereka semua masih hidup. Masih diberi waktu untuk saling melepas rindu.
Ya, Bang Nur sendiri merantau sejak dari bujangan hingga kini sudah berkeluarga, beristri, dan bahkan sudah beranak-cucu. Maka setiap kali menjelang ramadhan dan lebaran, mudik adalah saat yang "diperjuangkan" agar bisa pulang ke tanah kelahiran.Â
Tapi, tidak semua memang keinginan, cita-cita, harapan maupun rencana manusia bisa terwujud. Kenapa? Sebab yang namanya manusia hanya bisa berencana, Tuhanlah yang menentukan.
Contohnya dalam tiga tahun terakhir ini, 2020 - 2021 dan 2022. Sejak pandemi merebak dan banyak orang terpapar virus Corona -- belakangan populer dengan sebutan Covid-19 -- makin sulitlah kaum perantau untuk mudik, termasuk Bang Nur sekeluarga.
Hampir seluruh jalur perjalanan di Nusantara ini, khususnya yang menggunakan alat transportasi (darat, laut dan udara) diperketat dengan berbagai aturan. Mereka yang akan melakukan perjalanan, harus terlebih dahulu menjalani Rapid Test, Antigen, PCR, dan Vaksin.Â
Bahkan, untuk keluar rumah pun, kita semua tanpa kecuali, diawasi dengan aturan PPKM (berlevel: 1, 2 dst) dan juga PSBB. Sehingga banyak orang terpaksa harus bekerja dari rumah atau istilah asingnya WFH. Secara harfiah, artinya work from home (WFH) adalah bekerja dari rumah.
Apa pula PPKM dan PSBB itu? PPKM adalah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang disebut dengan PPKM, merupakan salah satu kebijakan Pemerintah Republik Indonesia untuk memerangi pandemi Covid-19 yang.Â
Sebelumnya, pemerintah juga sempat memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia.
Alhamdulillah untuk tahun 2023 ini, kaum urban alias perantau, sudah bisa pulang kampung lagi meskipun tetap ada syarat dan aturan bagi pemudik. Yakni harus Vaksin.
Adapun jenis Vaksin yang digunakan Indonesia selama pandemi yakni Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, dan Novavax. Vaksin yang disediakan itu, katanya, merupakan vaksin yang sudah dipastikan keamanan dan efektivitas.
Atau secara umum, tetap ada aturan harus di-vaksin jika akan melakukan perjalanan jauh: darat, laut dan udara. Tapi, Alhamdulillah, tahun 2023 ini terasa agak lebih "longgar" dibanding sebelumnya.
"Kalau naik pesawat, gak diperiksa secara ketat lagi loh. Lebih longgar," kata seorang teman, menceritakan pengalamannya naik pesawat, belum lama ini.
Dan memang, Bang Nur Terbit sendiri sudah buktikan saat terbang dari Jakarta ke Jogjakarta, Desember 2022 lalu mengikuti Festival Adat Budaya Nusantara di Borobudur, Magelang. Dan sekarang, mau mudik dengan kapal laut ke Makassar. Tetap harus ada bukti vaksin dosis tiga.
Jadi sekedar diketahui, ketika membeli tiket kapal laut, pesawat, kereta, atau bus untuk pulang kampung, maka akan diperiksa KTP kita. Di situ akan terpantau secara otomatis, apakah yang bersangkutan sudah divaksin atau belum.Â
Baru Bang Nur paham, kartu vaksin kita dengan NIK di KTP, ternyata terintegrasi alias "menyambung" satu sama lain. Jadi jangan coba-coba mau bermain-main, seperti ketika kalian mempermainkan "mantan". Jiiiaah...
Maka ketika suatu hari Bang Nur mengantar istri berobat ke RSUD, dokter yang memeriksanya, mengaku terus terang bahwa setiap orang yang berdomisili di Indonesia, "wajib" hukumnya di-vaksin. Apapun alasannya.
Koq wajib? Iya, sebab jika Anda menolak dan bersembunyi di manapun, tetap akan dikejar dan disuntik vaksin. Loh?
"Vaksin itu banyak untungnya. Jadi ibaratnya kalau di dunia bisnis, pemilik vaksin tidak akan berhenti menjual dagangannya karena untungnya banyak," kata dokter itu, serius.
Bahkan isu lainnya, dari pihak lain yang bukan dokter, katanya ada sertifikat atau kartu vaksin yang bisa "diperjual -belikan" sampai ratusan ribu rupiah. Ha, maksudnya?Â
Ya, karena pertimbangan ada penyakit bawaan (komorbit?) hingga takut divaksin, maka "cincailah". Dengan tanpa disuntik pun, konon kabarnya bisa memiliki kartu vaksin.
Benarkah isi itu? Ya, sudahlah. Tulisan ini bukan bermaksud membahas soal itu. Bang Nur Terbit fokus bercerita tentang mudik. Entah itu dilaksanakan menjelang puasa atau lebaran.Â
Dan, pilihan mudik Bang Nur dan keluarga kali ini (2023), adalah menggunakan alat transportasi laut. Yakni kapal laut Pelni. Mohon doanya. Alhamdulillah, tiket sudah dipegang. Kenapa memilih kapal laut dari pada pesawat terbang?Â
Selain pertimbangan aspek ekonomi, ongkos lebih murah, bisa lebih santai menikmati berlayar 2 hari 3 malam Jakarta-Makassar, juga sekaligus mau bernostalgia. Mengenang saat naik kapal laut sambil berbulan madu. Uhuk...uhuk....
Serius loh Bang Nur ini. Pada 20 Agustus 2013 atau 10 tahun lalu, saya sudah pernah menulis di Kompasiana tentang pengalaman mudik dengan kapal laut.Â
Seperti kisahnya di bawah ini semoga bermanfaat.Â
Salam : Nur Terbit #nurterbit
"Berlayar ke Kota Makassar (1)"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H