Umumnya di perpustakaan pribadi saya, adalah buku hasil berburu di pameran buku, terutama bursa buku bekas, murah, atau di toko buku loakan. Juga ada kumpulan berbagai majalah yang sudah dibundel, atas bantuan teman yang bekerja di percetakan.Â
Sebagian buku lagi, sudah saya kirim ke kampung beberapa tahun lalu. Itu ketika pernah suatu saat sempat "frustrasi" untuk bertahan di Jakarta dan memutuskan mau pulang kampung.Â
Tapi yang terjadi hingga sekarang, saya masih tetap bertahan di rantau. Hanya buku-buku saya yang terlanjur sudah pulang kampung. Beberapa kardus berisi buku yang sudah "dipaking", dan nitip melalui jasa angkutan kapal laut. Â
Itu sebabnya keluarga yang menerima buku itu, sempat kesal karena pemiliknya tak ikut pulang kampung. Mereka berkomentar begini: "Coba yang dikirim itu makanan, atau yang lain. Kan bisa dimakan atau dimanfaatkan. Ini buku, siapa yang mau baca? hehe...".Â
Ya, benar juga sih. Jangan kan anggota keluarga besar saya di Makassar, masyarakat Indonesia secara umum juga ternyata "malas" baca buku. Hasil survei membuktikan bahwa minat baca orang Indonesia, memang memprihatinkan. Masih di bawah negara Asean lainnya.
Padahal, mungkin sudah banyak yang tahu bahwa, "buku adalah jendela dunia, membaca adalah kunci untuk membuka jendela dunia itu".Â
Atau ungkapan lain :
"Satu peluru bisa menembus satu batok kepala. Tapi satu tulisan (jika sudah membaca dan menuliskannya), bisa menembus jutaan kepala".
*****
Pada akhirnya, hanya saya sendiri yang baca koleksi buku saya itu setiap pulang mudik. Sayangnya, pandemi menunda beberapa lebaran untuk tidak mudik (disamping memang gak punya ongkos hehehe...).
Saya juga pernah menulis di rubrik "Catatan Wartawan Bangkotan" edisi Mei 2009 di blog pribadi yang gratisan berbasis blogspot. Adressnya #NurterbitDotBlogspotDotCom (Bekasi 010509) dengan judul "Obsesi Rumah Baca".Â