Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Mengetik dengan Mesin Tik, Sekadar Nostalgia Ramadan

6 Mei 2022   00:00 Diperbarui: 7 Mei 2022   13:57 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: Idailysocial.id / Kompasiana)

Saat komputer desktop ngadat dan laptop juga ngambek, tiba-tiba jadi ingat ketika masih mengetik artikel menggunakan mesin tik.

Jadinya suasana lebaran Idul Fitri 2022 ini terinspirasi lagi untuk menulis pengalaman mengetik dengan mesin ketik. 

Menulis dengan mesin ketik jaman dulu (jadul) ada seni tersendiri, dibanding dengan era komputerisasi sekarang ini. 

Kalau salah ketik, dan mau mengedit hasil ketik itu, terpaksa menambah tulisan di bagian kiri atau kanan kertas ketikan. 

Berbeda jika menggunakan komputer, cukup diedit, di-delete kalau gak perlu, atau copy-paste dengan data baru.

Ini salah satu naskah surat pembaca saya diketik menggunakan mesin tik (foto dok Nur Terbit)
Ini salah satu naskah surat pembaca saya diketik menggunakan mesin tik (foto dok Nur Terbit)

Sebelum ada komputer, kita mah dulu mengetik dengan mesin tik. Ketahuan banget usia dan angkatan kita ya hehe.....itulah wartawan jaman doeloe.

Dari ilustrasi yang saya lampirkan di atas, contoh ketika saya mengetik surat pembaca untuk sejumlah media cetak. Isi suratnya mengenai pengalaman saya kecopetan di atas kapal Pelni dalam pelayaran Jakarta - Makassar. 

Di antaranya surat pembaca tersebut dimuat di Harian Kompas dan Harian Pelita (Jakarta) serta SKM Bina Baru (Makassar). 

Yang mengejutkan selain dimuat sebagai surat pembaca, wartawan Kompas (teman lama, Berry Sihotang almarhum) mengontak ulang ke saya untuk tambahan keterangan. 

Esoknya jadi berita Headline di rubrik perkotaan hehehe..

Foto profil medsos, sekedar pemanis artikel (foto dok Nur Terbit)
Foto profil medsos, sekedar pemanis artikel (foto dok Nur Terbit)

Wartawan jadoel, memang masih menggunakan mesin ketik dalam menulis atau mengetik berita. Maklum, belum ada komputer. Itulah pengalaman saya era 1980-an. Jadi wartawan media cetak.

Kalau ada ketikan yang salah atau ada kata yang terlupakan, terpaksa harus ditulis tangan perbaikannya di bagian pojok kiri, kanan atau dimana saja dari kertas yang masih lowong hehehe.......

Waktu saya masih bekerja di media grup Pos Kota, Pak Harmoko menulis rubrik Kopi Pagi dengan mesin ketik hehehe....

Sebagaian tulisan tentang mesin tik Pak Harmoko, saya bukukan (foto dok : Nur Terbit)
Sebagaian tulisan tentang mesin tik Pak Harmoko, saya bukukan (foto dok : Nur Terbit)

Begitu juga Pak Bekti - Encub Soebekti Soebekti menulis Tajuk Rencana di Harian Terbit dengan mesin ketik. Tajuknya sering meraih penghargaan Adinegoro.

Yang lebih sensasional lagi, pak Zaidin Wahab (alm) menulis cerita bersambung "Jampang Betawi" di Pos Kota dengan mesin tik. Cerita tersebut sempat difilmkan. Luar biasa kan prof....hehehe...

Sekedar diketahui, ketiga nama yang saya sebutkan di atas: Pak Harmoko, Pak Subekti dan Pak Zaidin Wahab, bos saya yang ketiganya sudah almarhum. Alfatihah buat beliau.

Lain lagi cerita teman saya, seorang kolumnis berlatar belakang dosen yang juga produktif menulis. namanya Prof Muhammad Hasyir Sonda.

Sohib saya ini bercerita, dulu Prof Mattulada guru besar Universitas Hasanuddin Makassar, juga familiar dengan mesin tik. 

"Di pesawat Prof Mattulada juga mengetik, penerbangan dari Makassar ke Jakarta. Maklum belum ada laptop, notebook apalagi handphone waktu itu hehe," katanya.

Jadi, mesin ketik itu berperan betul di jamannya. Saya sendiri sampai bela-belain kursus mengetik. Ya biar bisa mengetik sistem 10 jari. Era sekarang jarang yang bisa 10 jari. 

Yang ada sekarang, masih banyak generasi milenial bahkan dua  jari mengetik di smartphone. Keduanya jari telunjuk karena merasa tidak perlu kursus mengerik lagi hahaha...

Nah, itulah cerita kecil soal mesin ketik. Tik...tik...tapi bukan "bunyi suara hujan di atas genteng, airnya turun tidak terkira, cobalah tengok, dahan dan ranting, pohon dan kebun basah semua" -- lagu anak TK. 

(Sumber foto: Idailysocial.id / Kompasiana)
(Sumber foto: Idailysocial.id / Kompasiana)

Tapi tik...tik...bunyi mesin ketik. Dari bunyi dan irama mesin ketik inilah menimbulkan inspirasi, menghasilkan karya tulisan dan berita.

Kita harus berterima kasih kepada Christopher Latham Sholes. Dialah yang disebut-sebut sebagai "Father of the Typewriter". Lebih tepatnya, Sholes mengembangkan mesin komersial praktis pertama. Mesin tik pertama di dunia.

Salam : NUR TERBIT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun