Sohib saya ini bercerita, dulu Prof Mattulada guru besar Universitas Hasanuddin Makassar, juga familiar dengan mesin tik.Â
"Di pesawat Prof Mattulada juga mengetik, penerbangan dari Makassar ke Jakarta. Maklum belum ada laptop, notebook apalagi handphone waktu itu hehe," katanya.
Jadi, mesin ketik itu berperan betul di jamannya. Saya sendiri sampai bela-belain kursus mengetik. Ya biar bisa mengetik sistem 10 jari. Era sekarang jarang yang bisa 10 jari.Â
Yang ada sekarang, masih banyak generasi milenial bahkan dua  jari mengetik di smartphone. Keduanya jari telunjuk karena merasa tidak perlu kursus mengerik lagi hahaha...
Nah, itulah cerita kecil soal mesin ketik. Tik...tik...tapi bukan "bunyi suara hujan di atas genteng, airnya turun tidak terkira, cobalah tengok, dahan dan ranting, pohon dan kebun basah semua" -- lagu anak TK.Â
Tapi tik...tik...bunyi mesin ketik. Dari bunyi dan irama mesin ketik inilah menimbulkan inspirasi, menghasilkan karya tulisan dan berita.
Kita harus berterima kasih kepada Christopher Latham Sholes. Dialah yang disebut-sebut sebagai "Father of the Typewriter". Lebih tepatnya, Sholes mengembangkan mesin komersial praktis pertama. Mesin tik pertama di dunia.
Salam : NUR TERBIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H