Kami pun melaksanakan shalat Tarawih berjamaah yang 11 rakaat, kalau tenaga masih kuat bahkan bisa 20 rakat (berikut witir). Mumpung imam shalatnya masih muda, masih kuat tenaganya, dan tentu bacaan serta hapalan Al Qur'annya fasih.
Tapi belakangan, kami terutama saya yang sudah berkepala 6 (enam), lebih memilih yang ringan-ringan saja. Shalat Tarawih berjamaah dengan 11 rakaat. Apalagi kalau saya yang harus jadi imam shalat Tarawih berjamaah. Mana tahan dan mana kuat hehe..
Kemana imam yang anak santri itu? Kebetulan kami sudah pisah rumah. Dia, Akbar, dengan keluarganya sendiri. Hanya sekali seminggu datang menginap di rumah kami bersama istri dan anaknya (cucu).Â
Di saat mereka tidak ada, ya sayalah yang imam cadangan harus menggantikannya. Dengan bacaan dan hapalan Al Qur'an yang pas-pasan, shalat Tarawih berjamaah tetap harus terus berjalan.
Inilah rahasianya. Di atas sajadah tepat di depan imam berdiri, satu Al Qur'an besar terbuka lebar sebagai contekan. Ada juga yang pakai handphone
Juz Amma, lebih dikenal dengan surah-surah pendek itulah, sebagai penuntun saya sebagai imam dalam memimpin shalat Tarawih berjamaah.
Dalam ajaran agama Islam, Alhmadulillah kata pak Ustadz, itu masih dibenarkan bila seorang imam shalat Tarawih "nyontek" bacaan Al Qur'an di depannya.Â
Bahkan jika bacaanya lupa atau macet tak tahu sambungan ayatnya, makmum di belakang imam (jamaah) bisa membantu meluruskan bacaan pak imam.
Alhamdulillah putri saya (Fifi) yang juga lulusan madrasah, dan istri yang masih anggota majelis taklim kaum ibu di komplek perumahan, sedikit banyak mereka berdua sangat menolong.Â
Ya, terutama jika anak saya yang asli lulusan pesantren itu tidak sempat jadi imam Tarawih karena sibuk dengan pekerjaan kantornya. Ingat kan ya? dari awal saya hanya imam cadangan loh..hehe...Â