KENANGAN BERSAMA IMAM MASJID AL AQSA PALESTINA
(Catatan : Nur Terbit)
Tidak sengaja, ketemu lagi foto jadoel yang penuh kenangan, era 1990-an. Saat itu saya sebagai wartawan di era Soeharto (Orba), berkesempatan ikut mendampingi Imam Mesjid Al Aqsa Palestina dan rombongan, saat melakukan kunjungan ke sejumlah pesantren di Pulau Jawa dan Madura.
Kunjungan Imam Mesjid Palestina tersebut ke Indonesia, dalam rangka meminta dukungan masyarakat Indonesia (terutama pesantren dan kaum Muslim), agar perseteruan yang saat itu sudah semakin memanas, antara Palestina dan Israel segera berakhir.
Salah satu pesantren yang Imam Palestina kunjungi, adalah Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Kami diterima oleh pengasuh pondok Gontor, kakak-beradik KH Syukri, KH Syahal beserta guru dan santri pondok. Selanjutnya menuju ke Pulau Madura.
PALESTINA DAN INDONESIA
Dukungan tersebut dilanjutkan di era Soeharto, yang telah memberi gedung tempat berkantor untuk Kedubes Palestina di Jakarta. Saat itu Dubes Palestina adalah Rihby Awad.
Menurut  M Muttaqien dalam artikelnya untuk jurnal Global and Strategies (2013) seperti dikutip Republika.co.id pada 20 November 2020, Presiden Soeharto lebih menyukai upaya-upaya mediasi untuk menyudahi konflik Palestina-Israel.Â
Di samping itu, Orde Baru diketahui lebih berpihak pada Barat, utamanya dalam soal ekonomi dan politik keamanan. Karena itu, misalnya, ketika negara- negara Arab melakukan embargo minyak kepada Amerika Serikat (AS) dan sekutunya, Indonesia tidak dalam posisi mendukung langkah ini.Â
"Sebab, pada 1970-an ekonomi Indonesia masih bertumpu pada sektor migas yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan asing asal Barat," kata Muttaqien.
Sebagai bukti pragmatisme Orde Baru, Muttaqien mengutip fakta ketika OPEC menyepakati kenaikan harga minyak ekspor hingga 10 persen pada Oktober 1975. Sebagai anggota OPEC, Indonesia saat itu hanya menaikkan harga komoditas tersebut 1,6 persen, meskipun kemudian sempat menjadi 10 persen setelah Konferensi OPEC di Doha, Qatar, pada Desember 1976.
Menlu RI saat itu, Adam Malik, baru memberikan izin demikian pada 1974. Itu setelah pertemuan puncak Liga Arab berlangsung di Rabat, Maroko, yang salah satu hasilnya mengakui PLO sebagai satu- satunya organisasi yang merepresentasikan rakyat Palestina.
Di saat yang bersamaan, PBB juga mengakui kepemimpinan Yasser Arafat atas PLO. Pemimpin besar Palestina itu pada 1993 mengunjungi Jakarta dan disambut baik Presiden Soeharto. Â Â
Sementara itu, selama kunjungan di Pulau Jawa dan Madura, Imam mesjid Aqsa didampingi staf Atase Pers Kedubes dan pengurus Dewan Mesjid Indonesia (DMI) era Ketua DMI KH Kafrawi Ridwan, berkantor di Mesjid Istiqlal Jakarta.Â
Dari pengurus DMI antara lain KH Effendi Syarkasi, KH Muhammad Nuh, Ust Hafidz Taftazani, Djamali (penterjemah), termasuk saya yang mewakili dari unsur media. Kegiatan kunjungan ini saya juga ekspose di "Harian Terbit" dan "Tabloid Jum'at" milik DMI #NurTerbit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H