Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Coto Makassar Kuliner Andalanku di Saat Tak Bisa Mudik

16 Mei 2021   00:39 Diperbarui: 16 Mei 2021   00:50 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Coto Makassar, buras, ketupat (foto Nur Terbit)

Ini cuma cerita ringan, bukan cerita berat dengan embel-embel gonjang-ganjing situasi politik di tengah makin merebaknya pandemi Covid-19 yang seolah tak terkendali.

Saya cuma mau cerita soal COTO MAKASSAR, kuliner khas dari Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, yang membuat saya selalu rindu pulang kampung. Sayangnya sudah dua lebaran dilarang mudik karena Covid hehehehehe..

Mohon maaf bagi sahabat (followers) saya di media sosial yang pernah protes. "Saya suka baca status pak Daeng di media sosial, tapi jangan soal Makassar mulu dong..." 

Sekali lagi maaf, saya terpaksa melanggar janji itu. Sementara, saya tetap mau tuntaskan dulu soal cerita "perburuan" coto Makassar ini. Masalah kita berdua, nanti kita selesaikan "secara adat" di luar artikel ini hehehe....

Kembali ke soal coto tadi. Saudara sepupu saya di Makassar Oyo Pagadjang, bertanya di kotak komentar akun medsos saya. "Daeng, ada tonji coto Makassar di Bekasi?". 

Pertanyaan yang bernada sindiran. Lalu dia postinglah foto berbagai varian coto Makassar. Jelas dong saya panas dan emosi "per-coto-an" saya memuncak.

Kemudian saya jawab pertanyaannya, begini....

"Ada tonji gang coto Makassar di Bekasi, tapi sukaki "timbul tenggelam". Hari ini buka warung cotonya, bulan depan sudah tutup lagi. Bangkrutki kapang gang....," jawab saya.

Waktu saya tanya ke penjual cotonya, kenapa tutup jualan cotonya? Katanya, orang Makassar yang tinggal di Bekasi dan doyan coto, cuma numpang tidur di Bekasi. 

Subuh mereka sudah berangkat kerja ke Jakarta, nanti tengah malam baru pulang ke Bekasi, warung coto jelas sudah tutup. 

Begitulah. Betapa repotnya mencari coto Makassar di Bekasi. Itu sebabnya saya nekat "berburu" coto di Jakarta. Cukup jauh kan? 

Kalau di Sulawesi, jaraknya antara Kabupaten Pangkep ke Kota Makassar. Nah, begitulah serunya aksi saya berburu coto di belantara kota Jakarta 

Kota Makassar (dahulu bernama Kota Ujung Padang), adalah ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Kota ini, termasuk lumayan banyak dari jenis dan lokasi jajanan kaki limanya.

Kota terbesar dan cukup ramai di Indonesia bagian Timur ini, populer dengan sebutan "Kota Daeng" atau "Kota Angingmammiri".

Selain dikenal memiliki obyek wisata sejarah dan pantai, juga memiliki jajanan kaki lima yang sudah cukup dikenal.

Dari sekian banyak jenis kuliner "Kota Daeng" itu, antara lain Coto Makassar, Pallu Konro, Sop Saudara, Pallubasa, Kapurung dan Jalangkote. Yang disebut terakhir bukan makanan tapi jenis kue kering. Di Jakarta Jalangkote lebih dikenal dengan sebutan Pastel.

Bagi yang sudah sering makan atau jajan di kaki lima --- terutama yang sudah pernah ke Makassar, pasti pernah mencoba atau minimal pernah mendengar kelima nama jajanan kaki lima di atas. Yuk kita bedah satu persatu.

Sambal, jeruk nipis, bawang goreng, daun seledri pelengkap Coto Makassar (foto Nur Terbit)
Sambal, jeruk nipis, bawang goreng, daun seledri pelengkap Coto Makassar (foto Nur Terbit)
 

COTO MAKASSAR

Jajananfavorit ini terdapat di hampir di pusat kota hingga ke seluruh pojok Makassar seperti di Jl. Perintis Kemerdekaan, Jl Pettarani, Jl. Nusantara, Jl Bawakaraeng. Namanya coto, ingat ya, bukan SOTO tapi COTO.

Bahannya dari daging dan jeroan sapi, hati, limpah, usus. Tergantung selera, tapi bisa juga minta "campur" dari semua jenis. Harga semangkok Rp 10-15 ribu. Disantap bersama ketupat, buras atau nasi putih. Warung jajanan kaki lima gaya "Daeng" ini, buka dari pagi hingga malam hari.

PALLU KONRO

Jajanan favorit berikutnya adalah Pallu Konro atau Sop Konro. Ada dua jenis: Konro Biasa dan Konro Bakar. Rasa dan bentuknya mirip Sop Iga Sapi di Jakarta, tapi yang ini luar biasa deh kental bumbu dan kuahnya. Bahannya juga dari daging sapi, cuma bedanya lebih dominan daging yang masih menempel di tulang.

Itu sebabnya Konro tidak memakai mangkuk, melainkan piring besar untuk menampung tulang iga yang berbaris di atas piring. Harga sepiring Rp. 20-25 ribu/piring. Pasangannya nasi putih. Sop Konro favorit saya di Kota Makassar adalah di Jl. Bulusaraung (eks Konro Karebosi), Jl Perintis Kemerdekaan, Jl Pettarani, Jl. Nusantara, Jl Bawakaraeng.

KAPURUNG

Kapurung terbuat dari bahan utama sagu aren ditambah dengan sayur-sayuran. Seperti bayam, kangkung, kacang panjang, jantung pisang dan divariasikan dengan ikan yang sudah dihaluskan dan sudah dibuang tulangnya. Sebaiknya ikan tuna, tongkol atau cakalang.

Adapun cara membuatnya, adalah sagu aren yang sudah bersih lalu dicampur dengan air. Selanjutnya diaduk di atas wajan. Setelah mengental dan membeku, api kompor dimatikan lalu sagu tadi dibentuk bulat-bulat menggunakan sumpit menyerupai ongol-ongol.

Adapun semua campuran sayur, direbus dan berikan garam dan mecin. Setelah sayurnya matang, lalu bahan inti Kapurung seperti ongol-ongol tadi diturunkan ke sayur. Begitu juga ikan yang sudah dihaluskan dan dibuang tulangnya, diturunkan dan dicampur aduk.

Terakhir dihidangkan bersama sambal ulek mentah yang memakai terasi dan jeruk limau. Kapurung ini bisa dijumpai di banyak tempat di Kota Makassar. Antara lain di sekitar Jl Pettarani, kawasan Pa'nakkukang.

SIKAPORO

Bahan-bahan tepung dari Huang Kweh warna yang hijau ukuran panjang, pakai santan kelapa, gula merah, telur ayam, durian.

Cara membuatnya, tepung diberi air santan dan diaduk di atas panci dengan api sedang. Setelah padat dituang ke Pirex, dan didinginkan.

Selanjutnya gula merah, kocokan telur, santan dimasak dengan api kecil.

BASSANG

Setiap pagi dari pukul 06.00 hingga 10.00 Wita, dia sudah melintas di depan rumah kami. Mengayuh pedal sepeda butut kebanggaannya, tanpa kenal lelah, meski sudah bermandikan keringat yang membasahi tubuhnya berbalut kaos hitam. Dari balik topi yang juga tak kalah bututnya itu, menetes peluh bagai anak sungai.

Itulah rutinitas Daeng Usman yang sudah dijalani lebih dari 20 tahun sebagai penjual Bassang. Bunyi suara "treet.....treeet...teet" dari bel sepedanya, mengingatkan saya dengan suara penjual roti keliling di Jakarta. Itu pula menjadi ciri khas Daeng Usman sebagai penjual bubur jagung keliling.

Menyelusuri pemukiman dan komplek perumahan, mengitari pinggir pagar tembok dan kawat berduri Bandara Internasional Sultan Hasanuddin.

"Siapa ero ki balli, Puang? Ruang rupa anne kubalukang, Bassang siagang Buburu.....Berapa yang mau kta beli, Puang? Ada dua macam yang saya jual, Bassang dan Bubur," kata Daeng Usman, penjual Bassang, bubur jagung a la Makassar, langganan keluarga kami, pagi tadi.

Daeng Usman, adalah warga RW 13 Kampung Cedde, Laikang, Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, kota Makassar.

Saking lamanya setia dengan profesi sebagai penjual Bassang --- usaha sandaran hidup keluarga satu-satunya --- hampir seluruh warga sudah mengenalinya dengan baik. Terutama pelanggan setianya, tentu saja.

Selamat "bertugas" Daeng Usman.....(Nur Terbit)


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun