Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Jangan PHK Karyawan karena Alasan Corona

20 April 2020   17:20 Diperbarui: 20 April 2020   17:26 363
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ramayani Darwis SH, MH, Pemerhati Tenaga Kerja yang juga Bendahara Umum DPP KAI (dok pribadi)

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena alasan mengalami kerugian akibat Corona, sangatlah tidak beralasan. Itu kata Pemerhati Tenaga Kerja, Ramayani Darwis, SH, MH.

Kenapa?

"Mengingat virus ini baru ditemukan pertama kali di Wuhan pada Bulan Januari 2020, sementara di Indonesia baru ditemukan kasus pertama pada bulan Maret 2020," kata Ramayani Darwis.

Pada bulan yang sama, pengusaha juga sudah mulai beramai-ramai melakukan PHK, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja apabila memenuhi syarat-syarat. Yang antara lain, telah ditentukan atau diatur dalam undang-undang.

Menurut Ramayani Darwis, yang juga
Bendahara Umum (Bendum) Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) ini, pemutusan hubungan kerja sudah diatur oleh undang-undang.

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, Pasal 164 disebutkan :


 (1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.

(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pertanyaannya, kata Bendahara Umum (Bendum) Dewan Pimpinan Pusat Kongres Advokat Indonesia (DPP KAI) ini, apakah dalam waktu kurang dari satu bulan dapat disimpulkan bahwa perusahaan telah mengalami kerugian berturut-turut selama 2 tahun?

Jawabannya adalah "tentu tidak," Jadi dapat disimpulkan bahwa pemutusan Hubungan Kerja yang dilakukan oleh pengusaha dengan alasan kerugian yang dialami oleh perusahaan karena wabah virus Corona adalah sangat mengada-ada atau dengan kata lain bahwa pengusaha memanfaatkan moment pandemic Corona untuk melakukan PHK.

Ramayani Darwis SH, MH, pengacara dan Bendahara Umum DPP KAI (dok pribadi)
Ramayani Darwis SH, MH, pengacara dan Bendahara Umum DPP KAI (dok pribadi)
Dirumahkan atau Skorsing?

Selain maraknya pemutusan hubugan kerja akibat virus Corona, menurut Ramayani Darwis, banyak pula karyawan yang dirumahkan. Padahal Undang-undang Ketenagakerjaan tidak mengatur secara tegas tentang istilah 'Dirumahkan/merumahkan".

Namun hanya ada istilah yang fungsinya hampir sama dengan dirumahkan, yaitu "skorsing". Dimana pada saaat dirumahkan atau skorsing, pekerja tetap berhak menerima upah. Mengingat bahwa inistiasi tentang merumahkan pekerja adalah datang dari pihak Pengusaha maka dalam hal ini tidak ada istilah "No Work No pay".

"Sehingga meskipun pekerja hanya dirumah saja dan tidak melakukan pekerjaan ,kepada pekerja tersebut masih tetap ada hak untuk menerima upah," kata pemerhati tenaga kerja ini.

Untuk menghindari penyebaran virus corona, maka pemerintah menganjurkan kepada pengusaha untuk melakukan "Work From Home" atau bekerja dari rumah.

Ini adalah solusi terbaik untuk mencegah penularan virus corona atau dengan kata lain adalah bekerja di rumah dengan alasan kesehatan. Sehingga pekerjaan tetap berjalan seperti biasa dan kesehatan pekerja dapat terjaga, hal ini juga dapat menjadi pilihan bagi pengusaha.

Menurunnya penghasilan pengusaha semenjak merebaknya wabah virus corona adalah resiko bisnis, yang mana hal tersebut adalah resiko bagi pengusaha sehingga tidaklah patut apabila pekerja harus ikut menanggung kerugian perusahaan yang diakibatkan oleh Virus Corona. 

Mengingat pada saat pengusaha mendapat keuntungan yang lebih banyak, pekerja juga tidak ikut menerima pembagian keuntungan dari pengusaha  selain apa yang telah ditetapkan sebagai upah yang akan diterima setiap bulannya.

Kepada pekrja/buruh yang saat ini telah di PHK dan tidak terima dengan pemutusan hubungan kerja tersebut, Ramayani Darwis menyarankan agar dapat menyampaikan keberatannya kepada Pemerintah dibidang ketenaga kerjaan dalam hal ini instansi yang berwenang adalah Dinas Tenaga Kerja setempat, sebgaimana yang diamanatkan oleh Undang-undang Pasal 159 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Kepada Pekerja yang di PHK Pasca merebaknya virus corona ini, dan apabila pekerja tersebut keberatan atau tidak menerima PHK tersebut, maka pekerja dapat mengajukan keberatan yang dapat diajukan ke Dinas Tenaga Kerja di tempat wilayah kerja pekerja tersebut, dengan prosedur awal yaitu :

Melakukan Bipartit antara Pekerja dan Pengusaha. Apabila dalam proses bipartit tersebut tidak tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat melanjutkan mediasi melalui Dinas Tenaga Kerja setempat. 

Dan apabila dalam proses mediasi di Dinas Tenaga Kerja juga tidak tercapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat menempuh jalur Litigasi melalui Pengadilan Hubungan Indutrial.

Menyikapi maraknya PHK di tengah merebaknya wabah virus corona, hendaknya pemerintah dalam hal ini yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, memberikan solusi terbaik dan dapat mengusahakan agar tidak terjadi masal, dan  bila perlu buat keputusan Menteri Tenaga Kerja untuk melarang PHK dalam masa pandemik Corona.

Hidup Pekerja ...!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun