Dia hanya tertawa. Rupanya Tommy memang sudah naik "pangkat". Dia dipercaya mengordinir blogger, juga vlogger. Kami lalu diajak bergabung di FMB9, salah satu forum diskusi di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI -- yang secara rutin membahas persoalan yang lagi hangat di masyarakat.
Khusus kepada saya, dia sarankan agar lebih fokus nge-vlog saja, setelah melihat video editan saya di Youtube. Biar teman lain, saya kasih tugas ngeblog aja. Nulis reportase di blog masing2, kata dia.Â
Itulah kelebihan Tommy. Pandai melihat dan menghargai potensi teman2nya, terutama yang dia anggap mitra kerjanya.
Sekali waktu, dia ngasih job lagi ke saya. Dia langsung terus terang. Proyek tabungan, istilah Tommy. Nulis aja dulu atau bikin video yang banyak, nanti bayarannya dirapel sekaligus. Dia pun minta nomor rekening bank saya.Â
"Tapi kalau Bang Nur keberatan, uangnya bisa saya talangi. Nanti saya potong dari honor, kalau cair," kata dia, serius.
Saya menolak kalau dia yang talangi dari isi dompet pribadinya. Gengsi dong. Masak senior ditalangi sama yunior, kata saya becanda ke Tommy. Dia maklum ketika saya bilang, "nanti kalau kepepet ya Tom. Gampang lah itu kawan, hehe...".
Minggu lalu, saya uji penawaran dia. Apakah memang bisa dia talangi honor saya, dengan alasan sudah "kepepet". Saya kebetulan mau liputan ke Bali. Saya pun japri Tommy via WA. Dia bilang, "diusahakan ya pak".Â
Aneh, dia gak menyapa "Bang Nur" lagi. Tapi "Pak". Sampai saya ke Bali, Tommy gak merespon japrian WA saya, baik waktu sudah di ruang tunggu bandara, bahkan ketika sudah jadi "turis lokal" di Bali.
Ketika lagi makan siang di salah satu hotel di Pantai Kuta, Bali, saya iseng buka handphone. Ngecek berita. Baca info di beberapa grup WA.Â
Tiba-tiba jantung saya seolah copot. Ada info terbaru: Tommy meninggal di rumah sakit. Tak ada keluarga yang tahu. Jagat medsos heboh. Teman2 blogger pun sibuk ngontak teman lain, terutama sesama blogger yang berasal dari Manado, Sulut, kampung kelahiran Tommy.