[caption caption="Bupati Gowa Adnan Puritcha Ichsan Yasin Limpo (ist)"][/caption]
Akbar Faisal, anggota DPR-RI dari Partai Nasdem dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan ini, ikut angkat bicara soal kekisruhan di Kabupaten Gowa, Sulsel pasca disyahkannya Perda No.5 Tahun 2016 tentang Lembaga Adat Daerah (LAD)Â yang menimbulkan kontroversi itu.
Seperti biasanya, pria Bugis kelahiran Wajo ini bicara berapi-api, termasuk ketika menanggapi kejadian bentrokan antara perajurit Kerajaan Gowa dengan aparat Satpol PP di Istana Balla Lompoa, Minggu siang 11 September 2016, atau bertepatan dengan sehari sebelum Idul Adha 1437 H.
"Saya agak tahu Perda itu, karena memang saya pernah diundang ke Gowa untuk berbicara saat masih tahap Raperda. Perda yang dibuat DPRD Gowa ini memang aneh...," katanya, dengan gaya khasnya.
Akbar boleh dibilang salah satu"The News Maker" dari Senayan, alias pembuat berita yang pernyataannya selalu dikutip media. Terakhir heboh karena "ditendang" oleh Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR,dari anggotaMajelis Dewan Kehormatan (MKD) DPR-RI yang menyidangkan perkara etika anggota dewan Setya Novanto, Ketua DPR-RI dalam kasus"Papa Minta Saham" PT Freefort. Itu karena Akbar dinilai terlalu "nyeleneh" dan tidak sejalan dengan kebijakan dewan di mata Fahri Hamzah.
Saya bertemu Akbar Faisal di gedung DPR-RI Senayan Jakarta, memang secara kebetulan, Awal September 2016 lalu. Kami bersama anggota komunitas blogger -- penulis di blog internet --diundang oleh Sekjen DPR-RI untuk acara"Kopi Darat DPR Dengan Blogger & Nitizen, Menuju Parlemen Modern". Akbar salah satu wakil rakyat yang menerima kami.
Saat menjelaskan kepada blogger dan nitizen soal proses pembuatan undang-undang itulah, saya "memaksanya" agar menanggapi tindakan anggota DPRD Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan yang pada 16 Agustus 2016 silam telah mensyahkan diberlakukannya Perda No. 5 Tahun 2016 tentang Lembaga Adat Daerah (LAD) yang kontroversi itu.
PERDA KONTROVERSI ITU
Dalam Perda tersebut disebutkan bahwa siapa pun yang menjabat sebagai Bupati Gowa, otomatis adalah Raja Gowa (Sombayya) dalam kapasitas sebagai Ketua Lembaga Adat Daerah. Bupati Gowa Adnan Puricha Ichsan Yasin Limpo, kemudian dilantik sebagai Raja (Sombayya) oleh DPRD setempat di Istana Balla Lompoa sebagai amanah dari Perda yang dibuatnya.
Adapun Bupati Gowa Adnan Puricha ini, tidak lain adalah putera mantan Bupati Gowa dua priode, Ihchsan Yasin Limpo, sekaligus ponakan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo, yang juga pernah menjabat sebagai Bupati Gowa. Ya, selama ini Sulawesi Selatan khususnya Kabupaten Gowa identik dengan Dinasti Yasin Limpo.
Jabatan Bupati Gowa sebagai Raja atau Sombayya inilah yang kemudian memicu protes masyarakat, jauh sebelum Perda ini disyahkan DPRD Kabupaten Gowa. Ketika masih berbentuk Raperda (Rancangan), sejumlah tokoh adat dan komunitas, sudah pernah mendatangi gedung dewan setempat untuk berdemo, namun tidak ditanggapi hingga kemudian disyahkan jadi Perda.
Ketegangan demi ketegangan terus memuncak antara Bupati Gowa dengan keluarga Kerajaan Gowa. Klimaksnya adalah sehari sebelum Idul Adha 1437 H, terjadi bentrokan antara perajurit Raja Gowa Ke-37 I Maddusila Daeng Manyonri Karaeng Katangka Sultan Alauddin II dengan petugas Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) yang ditugaskan oleh Bupati menjaga Istana Balla Lompoa.
TANGGAPAN AKBAR FAISAL
Akbar Faisal mengaku cukup mengetahui soal Raperda, kemudian disyahkan DPRD Gowa jadi Perda ini, karena pernah diundang selaku anggota DPR-RI ke Gowa membicarakan soal Perda ini.
"Rupanya semangat Pemda Gowa dengan DPRD Gowa tampaknya ter...ter... apa ya? Ya, tergugah...tergugah dengan undang-undang yang berlaku di Jogya," kata pria Bugis kelahiran Kabupaten Wajo, Sulsel ini.
Tetapi menurut Akbar Faisal, ini berbeda pendekatannya antara UU di Jogya dengan Perda di Gowa.
Di Provinsi DI Yogyakarta, siapapun yang menjadi Raja di Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat otomatis menjadi Gubernur DIY.
Hal tersebut menjadi kontroversial saat Sri Sultan HB X mengangkat putri pertamanya menjadi putri mahkota (akan menjadi Ratu yg berkuasa penuh).
Hanya ada 3 daerah yang mendapat perlakuan "istimewa" yakni Aceh, Jogya, Solo. Sedang di Gowa, berbeda. Perda tersebut hanya mengadopsi UU di Jogya, bahwa siapa pun Bupatinya adalah sekaligus Raja atau Sombayya.
"Saya tidak tahu apakah Perda LAD Kabupaten Gowa ini sudah disyahkan, atau ikut dicabut oleh Kemendagri bersama 1014 Perda lainnya?," ujar mantan anggota Partai Hanura yang kini "hengkang" ke Partai Nasdem ini.
(Lalu Akbar Faisal minta bantuan stafnya mengecek, ternyata memang sudah disyahkan DPRD Gowa sejak 16 Agustus 2016 silam dan tidak ikut dicabut oleh Kemendagri).
"Memang agak aneh dan lucu Perda LAD Gowa ini. Sama anehnya dengan Perda yang pernah dibuat oleh beberapa daerah"
Pengalaman Akbar Faisal di Komisi II DPR-RI, ada beberapa daerah yang membuat aturan Perda yang berhadapan langsung dengan publik. Misalnya, ada daerah yang membuat aturan, "melarang kaum perempuan keluar di malam hari setelah jam 21.00. Ini kan aneh?
Akbar Faisal jujur mengakui, semangat dan "keberanian" anggota DPRD di daerah dengan "wakil rakyat" di Senayan Jakarta (DPR-RI) sungguh jauh berbeda.
Anggota DPRD di daerah merasa masih bagian dari Pemda. Sehingga ada teman yang memplesetkan singkat DPRD tersebut dengan "Dinas Perwakilan Rakyat Daerah". Mereka sangat dekat Pemda dan bagian dari organ Pemda.
"Ada bisik-bisik saya dengar, katanya gonjang-ganjing di Gowa ini bagian dari trik persiapan menuju Pilgub Sulawesi Selatan pada tahun 2017 yang akan datang. Saya tidak mau terjebak di sana," kata Akbar Faisal, yang mengaku dirinya juga lagi mempersiapkan diri maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Selatan.
Akbar kemudian menyindir kualitas sebagian anggota dewan yang masih memprihatinkan sebagai pembuat undang-undang. Kita semua berharap agar hanya orang-orang yang terbaiklah yang jadi anggota DPR. Hanya mereka yang punya tanggungjawab sesuai tupoksinya.
"Kalau sekedar mau jadi anggota DPR tapi cuma datang duduk-duduk, tidak mau mendengar aspirasi rakyat yang diwakilinya, ya ke Ancol sana duduk-duduk hehe..." (*Nur Terbit)
Makassar, Rabu 14 September 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H