[caption id="attachment_214846" align="alignright" width="300" caption="Foto bareng Pramoedya Ananta Toer. Foto ini pernah hilang dan ketemu lagi (Koleksi pribadi NAH)"][/caption] FOTO itu jadi bersejarah ketika orang yang wajahnya ada di foto tersebut telah wafat. Itu sebabnya ketika foto kenangan kita tercecer entah kemana, saya sempat pusing mencarinya. Tentu saja karena peristiwa langka yang diabadikan dalam sebuah gambar tersebut, tak mungkin terulang kembali. Pengalaman itulah yang saya alami. Saya pernah punya foto kenangan yang berpose bersama Pramoedya Ananta Toer. Dan itu sudah lama sekali kejadiannya. Ketika foto tersebut tidak saya temukan, semua anggota keluarga di rumah saya kerahkan untuk mencarinya. Tokh tidak satu orang pun anggota keluarga di rumah yang pernah melihatnya. "Foto jadul aja masih dicari," kata Fifi, putri saya, suatu hari ketika sibuk mencari foto tersebut. "Foto siapa sih, Pa? Istimewa buanget," Fifi masih penasaran. Saya cuma diam tidak merespon. "Jangan dikira loh, itu foto jadul tapi sangat istimewa bagi Papa kamu, Fi," balas istri saya, mencoba menjelaskan. Tokh putri saya Fifi tidak juga bisa mengerti. Remaja sepantaran Fifi sekarang ini, memang tidak semua mengenal lagi siapa itu Pramoedya Ananta Toer. Saya mencoba menjelaskan panjang lebar, juga hasilnya sia-sia.
Pram diketahui sebagai anggota Lekra, sayap kiri pada masa orde lama. Annisa F. Rangkuti pernah menulis di Kompasiana bahwa Pram kerap mengkritik pemerintahan lewat karya-karya sastranya. Beberapa kali ditahan sejak zaman penjajahan Belanda hingga kepemimpinan Soeharto. Karyanya dibredel, Pram juga ditahan sebagai tanahan politik karena dianggap pro komunis. Ia kemudian diasingkan ke Pulau Buru. Adapun karyanya yang terkenal adalah "Ramon Magsaysay Award" dan "Bumi Manusia" sebagai salah satu masterpiece-nya.
Ketemu Lagi Fotonya Lama tak juga ditemukan, foto kenangan tersebut seakan ditelan bumi. Menghilang entah di mana terselip. Lemari dan album tempat menyimpan foto-foto jadul, juga sudah dibongkar tapi tidak kunjung ketemu foto berdua dengan Pramoedya tersebut. Sampai suatu saat, tepatnya awal Desember 2012 lalu, seisi rumah heboh. Mpok Inem, wanita separuh baya yang membantu mencuci dan mengurus dapur kami, menemukan selembar kertas ukuran postcard, kartu pos, terselip di antara baju usang dengan pakaian lain yang mau dia cuci. Warnanya sudah memudar. "Saya menemukan foto ini bu," kata Mpok Inem, sambil menyodorkan foto tersebut kepada istri saya. Tiba-tiba suara Fifi menjerit seperti histeris. "Lah, ketemu di mana Mpok? Ini kan foto yang sudah lama dicari-cari papa. Paaaa.............Foto kakek udah ketemu nih," kata Fifi kegirangan. Foto kakek? Kakek yang mana? pikir saya. Kakek dari istri, apa kakek dari saya? Nah, Anda juga bingung pasti memikirkannya. Ada berapa sih kakek kami? Saya dan isteri memang masih punya pertalian keluarga. Kami menikah di Ujung Pandang (kini Makassar, Ibukota Porvinsi Sulawesi Selatan) ketika masih era Siti Nurbaya. Kawin antarkeluarga dengan tradisi perkawinan adat Bugis-Makassar. Dijodohkan, begitulah cerita gampangnya. Saya penasaran, dan segera saya panggil si Mpok Inem. Setengah berteriak, saya bilang ke istri dan putri kami Fifi, "foto ini nih yang papa cari selama ini, foto kenang-kenangan bersama Pramoedya Ananta Toer". Mpok Inem bingung. "Betul kakeknya bapak?," kata Mpok Inem. Ya, kakek lagi, memang kalian gak satu pun yang kenal siapa di foto tersebut. Payah. Begitulah ceritanya ketika foto Pramoedya Ananta Toer itu tiba-tiba muncul sendiri. Maksudnya, selagi mencari barang-barang yang lain, eh malah ketemu foto yang sudah lama menghilang. Tapi itulah hal yang membanggakan saya. Bahwa pernah suatu waktu, berfoto bersama penulis terkenal dan fotonya itu, sempat menghilang dan sekarang ketemu lagi hehehehe…… Soal Pramoedya Ananta Toer sendiri, memang banyak buku-buku karangannya. Hanya saja, saya termasuk orang yang telat baca karya-karyanya yang monumental itu. Beberapa buku yang saya koleksi, justeru karangan orang lain mengenai sosok Pram, panggilan akrab Pramoedya Ananta Toer. Bertemu dan Berfoto Dengan Pramoedya Suatu saat, kira-kira tahun 1985-an, saya ditugaskan dari kantor tempat saya bekerja selaku wartawan, untuk datang meliput acara peluncuran buku karya tokoh Betawi, Ridwan Saidi. Bukunya bercerita soal sosok almarhum Mahbub Junaedi, penulis kolom terkenal di zamanya. Tempat peluncuran bukunya di sebuah rumah di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tak jauh dari Taman Pahlawan Kalibata. Menurut informasi, rumah ini sekaligus sekretariat Yayasan Bung Karno. Waktu itu seingat saya, hadir istri juga almarhum Mahfud Junaedi dan anak-anaknya yang sengaja datang dari Bandung. Begitu acara peluncuran buku selesai, saya bermaksud buru-buru pulang. Di pojok sebuah ruangan, di bawah sebuah gambar besar Bung karno, saya melihat banyak orang ramai-ramai berkerumun. Eh rupanya ada cara foto bersama dengan seorang laki-laki sepuh. Saya kebetulan melintas, dan seorang ibu tiba-tiba menyerahkan kamera sakunya dan minta saya memotretnya. Mungkin sebagai ucapan terima kasih, saya kemudian dapat “bonus” bergantian ikut dipotret dengan lelaki tua itu. Lama acara itu berlalu, saya kemudian tenggelam kembali dalam tugas rutinitas sehari-hari. Hasil liputan peluncuran buku tadi, kemudian dimuat di halaman depan Harian Terbit (Pos kota Grup). Setelah lelaki itu meninggal, belakangan saya baru tahu kalau dialah Pramoedya Ananta Toer. Foto bersejarah, penuh kenangan dan sempat menghilang itu, kini sudah saya simpan di tempat yang aman. Takut terselip lagi kemana-mana hehehe.... Beberapa hari lalu, saya minta tolong kepada putra sulung saya, Akbar, untuk merepro-nya (foto ulang) biar ada foto arsip sebagai duplikatnya. salam, Nur Aliem Halvaima (NAH) http://nurterbit.blogspot.com http://nurterbit.com @Nur_TERBIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H