Tradisi di kampung saya, Sudiang, Biringkanaya, Makassar, ada “Maudu Baku” atau “Maudu Bayao” setiap perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. “Maudu” adalah bahasa Makassar, diambil dari kata “Maulid”. Sedang “Baku” adalah “Bakul” yang terbuat dari daun lontar. Belakangan, fungsi baku sudah digantikan oleh ember plastik (embere, penyebutan dari lidah orang Makassar). Jadi sudah tidak tepat lagi bila disebut “maudu baku”, tapi “maudu embere”. Isi baku atau ember tadi, terdiri dari berbagai macam makanan dan lauk-pauk. Antara lain kaddo’ minynya atau ketan kuning, ikan bandeng parape, ayam goreng, sambal goreng, nasi setengah mateng (pamatara), mie goreng, juku kambu (ikan sudah dibumbui), juku tunu (ikan bakar dicabe’in), acar kuning, tumpi-tumpi (ikan dibumbui berbentuk segi tiga), telur warna-warni di dalam maupun di luar ember tadi. Bahkan, ada juga yang memasukkan amplop berisi uang. Maka saat baku atau ember ini dibuka isinya, jadi rebutan bagi anggota keluarga. Terutama saat menemukan uang tadi. Ada juga baku yang di luarnya masih dihiasi oleh telur warna-warni, tengah telur ini ditusuk kayu seperti bentuk sate, lengkap dengan hiasan kembang dan mode baju boneka dari bahan kertas minyak. Di ujung tusukan telur ini, biasanya juga terdapat lembaran uang lembaran kertas. Yang paling heboh lagi, maulid yang biasa diadakan oleh masyarakat warga Kabupaten Jeneponto, sekitar 100 kilometer lebih arah selatan Kota Makassar. Ada “baku” raksasa berbentuk rumah boneka Barbie, bahkan ada yang dimuat dalam satu perahu besar. Seru deh pokoknya.
Peristiwa langka Seperti maulid setiap tahunnya, maka tahun ini adalah peristiwa langka bagi putri kecilku yang lahir di Jakarta, dan berkesempatan menyaksikan acara “Maudu Baku” ini langsung di kota Makassar. Bersama saudara sepupunya, ia asyik menghiasi ember untuk acara maulid. Keluarga kami menurunkan sedikitnya ada 10 “baku ember” kali ini, dihitung dari jumlah kepala keluarga yang ada. Ukuran ember, bisa bervariasi. Untuk ukuran besar biasanya bagi kepala rumah tangga, ukuran sedang bagi anak-anak. Semua bakul maulid ini kemudian di bawa ke mesjid terdekat, diatur dan dikoordinir oleh panita di mesjid tersebut. Selesai prosesi maulid, yang biasanya dilakukan pembacaan dzikir, semua bakul tadi dibagikan sesuai nomor urut namun sebelumnya dipertukarkan. Mirip jika acara tukar kado, atau cross kado. Nah, begitulah yang terjadi pada putri kecilku. Ember yang sudah repot-repot dihiasinya pada malam hari, termasuk dalam “rombongan” ember yang ikut dipertukarkan di mesjid. Dasar anak yang belum biasa dan baru kali ini mengikuti acara tradisi maulid ini, dia protes karena ember hiasnya tertukar dengan ember orang lain. “Lah, mana ember saya,?” cerita putri kecilku, melalui telepon seluler dari Makassar ke Jakarta sore itu. Setelah dijelaskan, dia pun baru mengerti hehehe…. Acara “maudu” khas Makassar dengan telur hias ini, mengilhami istri saya yang guru taman kanak-kanak dan pendidikan anak usia dini (TK dan PAUD). Beberapa kegiatan internal di sekolah TK, telur hias ini jadi bagian dari keceriaan anak-anak di sekolah. Mereka yang tidak kebagian telur hias, menangis dan merengek ke ibu mereka. “Saya mau telur bu guru….. telur bu guru”.
Karena sangat menarik bagi perhatian anak usia dini, telur hias ini kadang dijadikan mainan dan hiasan untuk pelengkap permainan mereka sehari-hari. “Bu guru, anak saya gak mau dimakan telurnya, dimainin aja, katanya sayang kalau dipecahin untuk dibikin sarapan tuh telurnya,” lapor orang tua murid ke istri saya. Akhirnya, telur tersebut membusuk karena melewati 3-4 hari belum dimakan, hehehe… Itulah sedikit cerita soal kegiatan “Maudu”, peringatan Maulid Nabi Muhammad gaya Makassar. Tradisi yang masih dilestarikan masyarakat setempat sampai sekarang ini.
[caption id="attachment_292151" align="aligncenter" width="300" caption="Bahan yang dibutuhkan untuk mengisi "]
[/caption] Salam Nur Terbit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya