Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Belajar Jadi Pengusaha, Seri Pengalaman

17 Februari 2014   21:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:44 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

[caption id="attachment_295956" align="aligncenter" width="300" caption="Penulis di sebuah sawung di pinggir kota Solo (Surakarta, Jawa Tengah), yang menjual kuliner dari berbagai jenis menu ayam (foto : dok pribadi)"][/caption] BELAJAR JADI PENGUSAHA * Seri Pengalaman Kalangan usahawan UKM harus mencintai merk lokal dan harus tetap berjuang agar produknya diterima di tengah pasar. Apa pun itu jenis produksinya dari kripik maupun makanan tradisional. Kita tidak bisa berjuang sendiri dan melawan pengaruh pasar global dan produknya, tapi harus berupaya beriringan dengan mereka dengan tetap membangun sinerji bersama. “Kita harus berjiwa besar, terus menggali potensi diri dan produk tanah air kita. Kita tidak bisa mengharpkan dari birokrat. Kita harus mencintai merk lokal sekalipun sulit, harus tetap berjuang dan tidak bisa melawan globalisasi tapi harus beriringan,” kata Yuswohadi, marketing dan penulis buku “Beat The Giant”, pada acara “Pesta Wirausaha 2013” yang digelar komunitas Tangan Di Atas (TDA) Wilayah Kabupaten/Kota Bekasi di Bekasi Square, beberapa waktu lalu. Yuswohadi selanjutnya mengupas trik bagaimana seharusnya pengusaha UKM mengalahkan perusahaan raksasa besar dengan berusaha bersaing dengan produk lokal dengan bertekad "saatnya brand lokal berjaya". Seperti produk buah-buahan lokal yang diberi merk agak sedikit berbau asing yang dilakukan melalu pemasaran di sosial media twitter dan facebook. KEMASAN EKSPOR Menurut Yuswohadi, produk lokal seperti buah-buahan atau sayur-sayuran, meski lokal tapi perlu juga diberi merk yang “nyeleneh” dan agak sedikit asing. Hal ini sudah dicoba dan berhasil oleh usawahan UKM seperti produk “Sun****”, “Teh P***”, kripik “Mai***” yang dilakukan melalui pemasaran di sosial media twitter dan facebook. Demikian pula pengelola usaha D'C***. Mereka kata Yuswohadi, berani tampil beda dalam membangun “brand” melalui trik pemasaran yang unik. Misalnya, diskon sesuai umur, identitas KTP sebagai kartu diskon, diskon gerombolan 30 persen, hamil baru bayar (mau nikah kasih pelaminan, kalau tidak hamil, gratis), atau pemberian uang dan doa. “Filosofi bisnis pengelolanya, ternyata mengambil pola pendulung. Sekali pendulung itu dilempar, maka ketika balik lagi akan membawa keuntungan minimal manfaat. Terbukti pengelolanya mendapat omzet milyaran karena produk dan pemasarannya unik dari sisi beriklan, akhirnya diliput media,” kata Yuswohadi. BISNIS VIA FACEBOOK Contoh kreatif lainnya, diungkapkan Yuswohari, adalah pengalaman tukang becak dari Jogyakarta, yakni Mas Hari atau lebih populer dengan sebutan “Harry van Jogya”. Melalui media sosial di akun facebooknya, Mas Hari berhasil berkomunikasi dengan pelanggannya. Bahkan rumah yang ditempatinya sekarang di Jogyakarta, adalah bantuan dari salah satu pelanggan becaknya, seorang turis dari Inggris yang pernah menggunakan jasanya saat berwisata ke Jogyakarta. Rumah itu sudah dihuninya bersama anak dan istri istrinya – yang belakangan sang istri meninggal saat gempa melanda Jogyakarta. Menurut Yuswohadi, meski hanya penarik becak tapi Harry van Jogya ini pintar memanfaatkan teknologi, seperti menggunakan akun facebook untuk belajar bahasa Inggeris dan bahkan mencari pelanggan becaknya lewat facebook. Memang Mas Hari perlu sedikit biaya untuk beli pulsa agar bisa online di internet, tapi dengan sebanyak 888 orang “follower” atau pertemanan facebook -nya di seluruh dunia, penghasilannya bisa meningkat karena memanfaatkan teknologi. “Nah, masak mau kalah dengan Mas Hari yang sekolahnya terbatas. Sampeyan semua ini kan sudah sarjana, tapi koq gak bisa cari duit?,” canda Yuswohadi di hadapan sekitar 500 peserta talkshow dan diikuti 31 stand produksi UKM ini. Yuswohadi juga mengajak peserta untuk melawan globalitas dengan lokalitas, meningkatkan pemahaman terhadap brand lokal, modal teknologi SDM dengan manajemen kreatif. Enjang Muharim, salah seorang panitia dari TDA mengatakan, selain Yuswohadi, tampil juga berbicara di acara bertema "Saatnya Brand Lokal Berjaya" ini antara lain Wempy Dyocta Koto (pelaku bisnis internaional), Reinal Kasali (Rumah Perubahan), Frans Satria Perkasa (pelaku ekspor), Wahyulis S. Sundoro (bisnis kreatif), Syamsul Arifin (konsultan bisnis syariah) dan Iwel-wel (komic). Tampak hadir Ketua TDA Wilayah Kota/Kabupaten Bekasi Rawi Wahyudiono, Ketua Panitia Mustofa Romdoni, dari Mira Sahid, Irfan dari SekSi Humas (aliem) Teruslah menulis, lama-lama bisa jadi buku Salam, Nur TERBIT

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun