[caption id="attachment_299283" align="aligncenter" width="630" caption="M. Ritonga, Lurah Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur (ketiga dari kanan berbaju hijau) bersama warga dan staf kelurahan. Ketika menjabat Lurah di Kebon Pala, ikut andal membawa wilayah tersebut menjadi "][/caption]
KAMPUNG NARKOBA. Kaget ada kampung narkoba di tengah belantara Ibukota Metropolitan seperti Jakarta ini? Jangan buru-buru berprasangka negatif dulu. Memang terdengar ekstrim, tapi ini memang hanya sebuah nama untuk sebutan sebuah kampung.
Ya, kampung yang saya maksud ini, berada di salah satu kelurahan di Jakarta. Tak ada yang istimewa, sama dengan layaknya kelurahan lain di mana pun. Namunyang membedakan, daerah ini pernah menjadi sasaran peredaran narkoba. Namanya Kelurahan (kampung) Kebon Pala.
Ada satu orang yang tidak bisa dilupakan begitu saja dari upaya memperkecil – kalau tidak mau dibilang menghapus – aksi peredaran narkoba di Kebon Pala. Orang tersebut adalah M Ritonga, bekas Lurah Kebon Pala yang kini sudah beralihtugas ke wilayah Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit, masih di daerah Jakarta Timur. Jabatan terakhirnya masih sebagai lurah hingga tulisan ini dibuat.
Inilah catatan perkenalan saya dengan Ritonga. Selamat membaca, semoga bermanfaat bagi kita semua.
****
SALAH satu gebrakan Ritonga saat menjabat lurah di Pondok Kelapa, yakni mengaktifkan serta mengoptimalkan seluruh kekuatan dari elemen masyarakat yang ada dalam memberantas peredaran dan penyalahgunaan narkoba di wilayahnya. Mulai dari organisasi pemuda, ibu-ibu PKK dan kaum bapak di lingkungan tersebut.
“Kelompok masyarakat diberdayakan. Seperti kaum ibu-ibunya kalau siang hari, sambil ngerumpi dengan sesame ibu-ibu, mereka diam-diam bertugas mengawasi orang asing. Tamu tak diundang ini kemudian diikuti, ya semacam detektiflah begitu. Nanti laporannya dibahas di pos RW,” kata Ritonga.
Kegiatan informan dari ibu-ibu PKK ini, lalu otomatis menarik keinginan tahuan kaum bapak-bapak. Mereka juga ikut terpanggil mengawasi kampung mereka dari setiap gerakan atau “penyusupan” orang asing di daerah itu. Ibu-ibu PKK ini tergabung dalam wadah bernama PIKK, yakni Pusat Informasi dan Konsultasi Keluarga.
Selain mengawasi setiap pendatang, kaum bapak membikin kesibukan yang bisa sekaligus berfungsi sebagai kegiatan ronda kampung. Yakni, turnamen catur di pos keamanan RW. “Hadiahnya kambing, ya kambing hidup, hehehe…,” Ritonga tertawa menceritakan ini. Rupanya upaya yang dilakukannya, ikut membantu Badan Narkotika Nasional (BNN) yang sudah mencanangkan ”Indonesia Harus Bebas Dari Narkoba” dalam program #IndonesiaBergegas.
Turnamen catur yang melibatkan pengurus Rt dan RW tersebut, secara tidak langsung mengundang pula kehadiran warga. Hasilnya, ya tidak mesti mereka diundang, tapi sudah datang sendiri ke lomba catur ini sebagai tempat berkumpul. Selain ikut lomba, mereka juga ada yang sekedar menonton pertandingan sambil begadang menemani warga yang ikut lomba catur.
Lomba catur ini menjadi heboh dan seru karena panitia menyiapkan hadiah kambing bagi pemenang tanding catur ini. Dengan pola ronda sekaligus lomba catur ini, warga ikut selalu waspada dan selalu mengawasi setiap orang yang mencurigakan. Ada momen setiap malam.
"Jadi disiapkan tempat kumpul di malam hari, bisa kantor RW sebagai wadah sekaligus jadi posko. Satu di antaranya di halaman gereja HKBP Cililitan," kata M. Ritonga, mantan Lurah Kebon Kelapa, Makassar yang kini sudah bertugas sebagai Lurah Pondok Kopi, Kecamatan Duren Sawit.
Tekad warga cuma satu. Masyarakat harus bangkit. Selama ini, mereka sudah karena kampung mereka sudah jadi lokasi peredaran narkoba. Anak mereka kemudian terancam, apalagi sudah banyak yang jatuh korban meninggal, sakau, karena barang haram tersebut.
*****
KEBON PALA sendiri adalah salah satu dari 5 kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Makasar, Kota Madya Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta. Kelima kelurahan tersebut adalah Pinang Ranti, Makassar, Halim Perdanakusuma, Cipinang Melayu dan Kebon Pala sendiri.
Berdasarkan data yang tertulis di Wikipedia Indonesia (ensiklopedia bebas), Kebon Pala dihuni penduduk sebanyak 37.226 jiwa (Desember 2008) dan luas wilayah 2,29 Km22. Diklasifikasikan menurut jenis kelamin adalah sebagai berikut : 1. Penduduk Laki-laki : 18.228 jiwa 2. Penduduk Perempuan : 18.998 jiwa Dari jumlah 37.226 orang tersebut terdapat 7.401 KK yang terdiri atas 6.755 KK laki-laki, dan 646 KK perempuan.
M. Ritonga yang sebelumnya adalah staf Juru Penerangan (Jupen) di era masih berdirinya Departemen Sosial, memang banyak melakukan “blusukan” ke wilayah. Terutama ketika instansinya dilebur ke bagian Kominfo di Kantor Walikota Jakarta Timur dan Ritonga menjadi bagian dari staf humas walikota.
Terhitung sejak tahun 2006, pria kelahiran Sumatera Utara ini mendapat kepercayaan oleh atasannya mengemban tugas baru sebagai pamong di wilayah, tepatnya menjadi Lurah di Kebon Pala.
“Saya ingat betul kejadiannya ketika itu. Para pecandu narkoba atau masih status tersangka, diberi pembinaan selama 6 bulan, kemudian dirujuk ke Cipayung untuk direhab,” kata Ritonga.
Sebelum menjabat Lurah Kebon Pala, Ritonga sebelumnya menjabat Sekertaris Kelurahan Batu Ampar, selanjutnya Wakil Lurah Ciracas dan terakhir adalah Lurah Pondok Kopi.
Menurut Ritonga, pelayanan rujukan ini diberikan secara gratis. Namun terhitung mulai sejak tahun 2007, mereka yang ketahun mengkonsumsi atau pemakai narkoba, sudah dilakukan penangkapan. Ini karena mereka tidak mau tidak mau berobat. Seluruh pengurus RW aktif dari 12 RW.
Ada kesepakatan ketika itu dengan pengurus RT/RW, bahwa tidak ada pemberian asimilasi lagi bagi mereka pengguna barang terlarang ini. Mereka yang terlibat menggunakan narkoba, apalagi sebagai pengedar, hukuman penjara yang dijatuhkan dari majelis hakim pengadilan harus dihabiskan di dalam penjara (Lembaga Pemasyarakatan, Lapas), dengan alas an tidak bisa lagi dibina.
“Dalam sekali aksi penangkapan atau penggrebekan ketika itu, bisa tertangkap 20 orang. Sudah kayak kacang goring aja. Setelah Januari tahun 2007 kemudian diproses hukum, tidak lagi dibina,” kata Ritonga.
Mereka para pecandu bahkan ada yang termasuk kategori pengedar itu, ternyata belakangan diketahui hanya menjadikan Kebon Pala sebagai tempat transit. Mereka adalah warga dari luar.
*****
RITONGA masih ingat satu nama lagi. Orang tersebut diakui banyak memberi andil hingga Kelurahan Kebon Pala “bersih” dari aksi peredaran Narkoba. Beliau adalah mantan Kasat Narkoba dari Polres Metro Jakarta Timur. “Namanya Pak Gembong,” lata Ritonga.
Pak Gembong inilah, seperti penuturan Ritonga, termasuk rajin melakukan penyuluhan soal bahaya narkoba di wilayah Kelurahan Kebon Pala. Seperti memfasilitasi pecandu agar ikut terapi, dilibatkan dalam setiap penyuluhan-penyuluhan.
Posko pemantau narkoba, juga didirikan untuk membantu kaum ibu-ibu dan bapak-bapak mengawasi peredaran narkoba di kampung mereka. Satu posko di antaranya berdiri di halaman gereja HKBP Cililitan.
Tempat ini dulunya, kata Ritonga, dulunya sering dimanfaatkan sebagai “terminal bayangan” atau tempat persinggahan bus antar kota antar provinsi (AKAP), terutama arah tujuan Sukabumi, Bogor, Bandung, Cianjur dan lain-lain. Namun belakangan tidak berfungsi lagi karena sekarang ini semua bus AKAP hanya boleh "ngetem" di dalam terminal.
Keberadaan "terminal bayangan" bus AKAP ini, dalam perkembangan selanjutnya, secara tidak langsung mengundang kerawanan dari sisi peredaran dan transaksi narkoba.
Warga dan seluruh pengurus RT-RW diketahui Lurah, lalu bertindak cepat. Terminal bayangan ini kemudian sempat dilaporkan ke Dirjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan agar ditutup. "Alhamdulillah sekarang sudah gak ada lagi," kata Ritonga.
Satu lagi tempat persembunyian dan lokasi pesta narkoba di daerah Kebon Pala. Yakni hutan kota yang berada di bawah jalan tol layang dari arah Cawang ke Tanjung Priok. Mereka menghabiskan waktu untuk sakauw, beler, dan mabuk-mabukan akibat pengaruh narkoba.
“Jika dilakukan penggrebekan oleh polisi, mereka kabur ke arah tempat persembunyian ini. Aman. Sebab mereka dengan leluasa bisa melihat petugas, tapi petugas sendiri tidak bisa melihat mereka hahaha….,” kenang Ritonga.
Sekali waktu, kata Ritonga, lokasi persembunyian dan ajang pesta narkoba ini dibersihkan oleh warga bersama pengurus RT/RW dipimpin langsung oleh Lurah. Pohon pelindung dan semak belukar dibabat habis. Tak ada lagi satu benda pun yang bisa jadi tempat persembunyian.
Tapi apa yang terjadi kemudian? Lurah dapat teguran dari instansi berwenang, yakni dari Kementerian Kehutanan. Kenapa? Aksi kebersihan tersebut dianggap telah merusak tatanan hutan kota. Di bawah jalan tol layang Cawang – Tanjung Priok ini rupanya telah ditetapkan sebagai hutan kota. Walah….
Ditanya apa rahasia kesuksesannya menjadikan Kebon Pala “bebas” dari peredaran narkoba? Menurut Ritonga adalah perlunya faktor dukungan masyarakat. Artinya, lingkungan berpengaruh besar, juga pengawasan dari orangtua yang tidak boleh longgar, apalagi bagi mereka yang mempunya anak usia remaja SMA - PT.
Keberhasilan selama ini, diakui Ritonga karena mendapat dukungan penuh dari sejumlah elemen masyarakat, terutama dari Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM).
Sebelumnya jika terjadi masyalah menyangkut kasus penyalahgunaan narkoba, mekanisme tugas dan wewenang dari Pokdar ini jalurnya langsung ke Polisi Sektor (Polsek) di tingkatan kecamatan, koordinatornya adalah keamanan RW dan sebagai anggotanya lalu merekrut aktivis di FKPM tadi.
Hasilnya, di akhirmasa jabatannya sebagai Lurah Kebon Pala,Ritonga bersama warganya bisa berbangga hati. Dalam kurun waktu tiga tahun setelah itu, Kelurahan Kebon Pala mencatat sejarah baru. Mewakili Kotamadya Jakarta Timur, Kelurahan Kebon Pala keluar sebagai juara I Lomba Kampung Bersih Narkoba untuk tingkat Provinsi DKI Jakarta. (*)
Salam
Nur TERBIT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H