Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Berkunjung ke Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido

7 Mei 2014   08:08 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:46 2793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1399399486755401220

[caption id="attachment_306319" align="aligncenter" width="300" caption="Pintu Gerbang Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido di Desa Wates Jaya, Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (foto: Nur Terbit)"][/caption]

"Mang, tahu gak gedung BNN Lido?"

"Gedung BNN naon atuh Kang?"

"Maksud Saya, gedung Balai Besar Rehabilitasi BNN"

"Tahu...tahu, sok atuh, biar Mang aja yang anterin deh"

"Jauh gak Mang?

"Dekat koq, sok mangga atuh"

Begitu dialog singkat saya dengan Mang Gapur, seorang pria yang berprofesi sebagai tukang ojek motor di tepi jalan di daerah Lido, poros Ciawi, Bogor - Sukabumi, Jawa Barat, Minggu siang 4 Mei 2014 lalu. Setelah disepakati Rp 15.000 sebagai ongkos ojek motor pergi-pulang, saya kemudian dibonceng menuju lokasi.

Agaknya, di kalangan masyarakat sekitar terutama para tukang ojek motor, sudah tidak asing lagi dengan lokasi program rehabilitas para mantan pengguna narkoba dalam mendapatkan asuhan keperawatan dan asuhan pengobatan professional ini.

"Sekali jalan biasanya Rp10.000 loh Kang", kata Mang Gapur.

"Makanya dimurahin dong Mang, hitung-hitung dapat penumpang borongan," kata saya.

Mang Gopur hanya tersenyum. Sesaat kemudian Mang Gopur sudah memacu motor ojeknya menuju ke Balai Besar Rehabilitasi Lido, milik Badan Narkotika Nasional (BNN). Nama aslinya mungkin Gafur, tapi karena orang Sunda, penyebutannya jadi khas menjadi Gapur dengan huruf "P" besar.

Para tukang ojek motor, terlihat mangkal di sana. Masing-masing membentuk kelompok di setiap pojok jalan menunggu muatan. Persis di depan jalan masuk menuju Balai Rehabilitasi ini, terdapat pertigaan jalan, di antaranya jalur menuju sebuah pondok pesantren. Silih berganti orang naik-turun dari angkot, bus atau mobil colt arah Bogor - Sukabumi atau sebaliknya.

Mencapai lokasi, memang cukup jauh dari pusat keramaian, termasuk dari kebisingan suara mesin kendaraan yang berlalulalang di jalan poros Ciawi - Sukabumi ini. Dari plang besi berwarna kuning dengan tulisan "Balai Besar Rehabilitasi BNN" yang terpampang di tepi jalan, panah penunjuk arah menyebutkan kalau masih sekitar 1 kilometer lagi mencapai lokasi.

Di samping plang besi berwarna kuning tersebut, ada plang berwarna biru sebagai petunjuk bahwa di lokasi yang sama berdiri gedung diklat milik BNN yang juga terkesan kokoh. Gedung Balai Besar Rehabilitasi BNN sendiri, berada tepat di Jalan Mayjen HR Edi Sukma, Kilometer 21 Desa Wates Jaya, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Jika kita datang dari arah Ciawi atau Bogor menuju Sukabumi menggunakan kendaraan pribadi atau umum, Balai Besar Rehabilitasi BNN ini berada di kiri jalan setelah melewati SPN Lido, tempat pelatihan bagi anggota Polri yang baru. Sebaliknya kalau dari arah Sukabumi ke Ciawi, lokasinya berada di kanan jalan setelah Lido Resort dan obyek wisata restoran terapung di danau Lido.

Waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB saat saya tiba di Lido, Kabupaten Bogor setelah menempuh perjalanan panjang yang menyita waktu sekitar 5 jam. Padahal saya meninggalkan rumah di Kota Bekasi sejak pagi pukul 08.00 WIB menggunakan kereta Commuterline jalur Bekasi - Manggarai - Bogor. Sedianya saya akan meneruskan perjalanan ke Lido dengan kereta api dari Stasiun Bogor, dan turun di Stasiun Cigombong.

Namun sampai siang, kereta yang ditunggu-tunggu dari Sukabumi tak juga datang. Berbagai upaya juga saya lakukan dalam mencari informasi soal jadwal kereta Bogor - Sukabumi. Terutama melalui sosial media seperti Twitter, Facebook. Dari info dari PT KAI, ternyata memang jadwal kereta di jalur ini tidak tersedia sebanyak jalur kereta api Commuterline di Jabotabek.

Saya kemudian memilih jalur darat menggunakan angkutan umum dalam kota (Angkot) dari Stasiun Kereta Bogor menuju Terminal Bus Baranangsiang. Selanjutnya dengan mobil Colt ke arah Lido. Sempat kaget juga ketika mobil colt yang sudah sarat penumpang tersebut, melaju kencang dan tiba-tiba berbalik arah saat keluar dari gerbang terminal. Di sebuah halte, mobil ini berhenti. Seseorang menggantikan kursi sopir dan memacu colt ini lebih kencang dari sopir yang pertama.

"Kita lewat jalan alternatif Kang, menghindari macet di Ciawi. Nanti juga tembusnya di Cigombong, nanti Akang nyambung lagi ke Lido, tinggal jalan kaki," saran sopir Colt. Penumpang hanya mengiyakan saja. Saya sendiri selain mengiyakan, masih sempat berbisik kepada kondektur yang lagi menarik ongkos. "Memang pedal gas dari mobil colt ini gak bisa pelan apa, Kang?". Kondektur cuma tersenyum.

Sedang para penumpang di atas angkot ini, kayaknya sudah maklum dan sudah terbiasa dengan sikap ugal-ugalan para sopir yang mengemudikan colt bertarif Rp20.000/orang Bogor-Sukabumi, atau Rp15.000/orang jika hanya sampai di Caringin, Cigombong dan Lido ini.

Sore itu, ojek motor Mang Gapur membawa saya menyelusuri jalan aspal dengan kondisi perbukitan. Sebentar mendaki lalu menurun di mana sepanjang jalan berdiri rumah penduduk. Sekitar 500 meter menjelang Balai Rehabilitasi, rumah penduduk mulai terlihat jarang tapi berganti jalan aspal yang menyambung dengan jalan beton cor-coran.

Di pertigaan jalan beton ini, motor ojek Mang Gopur mengambil jalur ke kanan mengarah ke Gunung Salak yang puncak terlihat dari jauh. Sesaat kemudian, sebuah gerbang putih dengan dua jalur keluar masuk yang dijaga dua petugas satpam pria dan wanita, sudah di depan mata. Saya turun dari motor ojek Mang Gapur dan memintanya menunggu di depan pos penjagaan. Suasana sepi, tak nampak ada kunjungan tamu selain saya dan Mang Gapur.

"Hari libur memang tidak ada kunjungan, dan kami memang dilarang menerima tamu," kata Pak Anwar, Satpam pria saat saya menyampaikan maksud dan tujuan ke Balai Besar Rehabilitasi BNN ini. Hari berkunjung ternyata hanya di hari kerja. Agar kunjungan tidak sia-sia, saya "ngerumpi" saja bersama Pak Anwar, ditemani tukang ojek Mang Gapur.

Itu yang tak saya pertimbangkan saat melakukan perjalanan ke Lido. Baru timbul penyesalan kemudian, kenapa tidak meminta informasi awal kepada Kepala Balai Besar Rehabilitasi BNN, dr. Jolan Tedjokusumo, M.Si ketika bertemu di acara Pagelaran Seni Budaya BNN di Gedung Smesko, Jakarta, beberapa waktu lalu.

REHABILITASI

Apa fungsi dari Balai Besar Rehabilitasi BNN ini sebenarnya? Dari brosur yang saya peroleh dari Pak Anwar sebagai petugas keamanan, saya ketahui bahwa lokasi ini adalah salah satu dari 4 tempat rehabilitasi yang dimiliki BNN.

Selain di Lido, Bogor, Jawa Barat ini, di antaranya juga ada di Baddoka, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Seperti juga yang lain, Balai Besar Rehabilitasi BNN adalah pusat rujukan nasional pelaksanaan rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan atau pecandu narkotik, psikotropika dan bahan adiktif lainnya, baik pemerintah, swasta dan lembaga swadaya masyarakat.

Balai ini melaksanakan pelayanan secara terpadu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, fasilitas pengkajian dan pengembangan rehabilitasi, pelayanan wajib lapor dan memberikan dukungan informasi dalam rangka pelaksanaan Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif lainnya. Atau sering disebut dengan singkatan P4GN.

Balai Besar Rehabilitasi BNN dikepalai dan dipimpin oleh seorang wanita bernama dr. Jolan Tedjokusumo, M.Si sejak tahun 2010. Jolan menggantikan Dra. Yunis Farida Oktoris Triana, M,Si. Sedang ibu dr. Jolan sendiri, bukanlah tokoh yang asing di dunia rehabilitasi. Sebelumnya dia pernah menjabat sebagai Kepala Balai Rehabilitasi Baddoka, Makassar dan pernah juga bergabung di keluarga Balai Besar Rehabilitasi BNN yang mengusung motto LIDO (Love, Innovative, Dignity, dan Optimistic) ini.

Mulai tahun 2014 dicanangkan sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba. Pengguna narkoba lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara. Itulah bentuk komitmen BNN untuk menyelamatkan pengguna narkoba. Makna dari penyelamatan pengguna narkoba ini, menurut Kepala BNN, Anang Iskandar, bukan hanya sekedar jargon semata, namun hal ini adalah bentuk komitmen bersama.

"Kita semua berkomitmen untuk menyelamatkan pengguna narkoba yang saat ini masih bersembunyi. Kita harus mendorong dan meyakinkan mereka, keluarganya untuk melaporkan diri secara sukarela kepada institusi penerima wajib lapor (IPWL), sebagai salah satunya Balai Besar Rehabilitasi BNN agar memperoleh perawatan atau rehabilitasi sehingga dapat menyongsong masa depan yang lebih baik dan tidak kambuh kembali," kata Anang Iskandar.

"Memang, banyak alasan kenapa pengguna narkoba tidak mau melapor," tambah Anang Iskandar. Pertama, yang bersangkutan lebih memilih bersembunyi dan tidak mau melapor. Kedua, karena takut ditangkap lalu dimasukkan ke penjara. Nah, kita di BNN mencoba mendorong mereka agar melapor untuk direhabilitasi dari pada dipenjara," kata Anang Iskandar.

Definisi wajib lapor itu sendiri ialah kegiatan melaporkan diri yang dilakukan oleh pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya, atau orang tua, wali dari si pecandu narkotika yang belum cukup umur kepada Institusi Penerima wajib Lapor (IPWL) untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Menurut Anang Iskandar, untuk melapor ke IPWL ini, sudah diatur bagaimana pengguna, pemakai dan penyalahgunaan narkoba. Namun diakui, sampai sekarang aturan ini belum dijalankan dengan baik di lapangan. "Makanya, kita galakkan program lapor ini, kita jamin kalau lapor tidak akan dituntut pidana," tegas Anang Iskandar.

Pasal 55 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa, "setiap orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur atau pemakai narkoba yang masih kategori anak-anak wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) rumah sakit dan atau lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi sosial (IPWL) yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Jika orang tua melanggar akan kena sanksi hukuman penjara selama 6 bulan”.

Sebab, kata Anang Iskandar, dengan melapor ini diharapkan akan menurun beban pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan. Selain tujuan lain adalah menekan angka kriminalitas yang diakibatkan oleh penyalahgunaan Napza.

#IndonesiaBergegas

Salam

Nur TERBIT

www.nurterbit.com

www.nurterbit.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun