Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Suatu Hari Bersama Harmoko

14 Juni 2014   17:37 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:45 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari keterangan yang saya kumpulkan ketika itu, rupanya bersamaan saat itu Pak Thahir Ramli ini tengah “berseteru” dengan pengurus PWI Cabang Sulsel (Diketuai Rahman Arge, Pimpinan Redaksi Mingguan POS MAKASSAR) yang menolak kehadiran komunitas KKM (Kelompok Koresponden Makassar) dimana Pak Thahir Ramli bersama koresponden media ibukota lainnya sebagai pengurus.

Di antaranya Fahmi Miala (Koresponden Harian KOMPAS), Burhanuddin Amin (Harian PELITA), Charles Artaka (Harian MERDEKA), Andi Syahrir Makkuradde (Majalah TEMPO), Mahaji Noesa (Majalah Selecta Grup).

Dari cerita almarhum Thahir Ramli kepada saya, akhirnya saya tahu bahwa dari konflik kepengurusan organisasi wartawan dan pemutusan perkongsian peredaran Koran Barata di Makassar inilah, kemudian pak Thahir Ramli mengadukan kasus dan masalahnya ke pak Harmoko sebagai ketua PWI Pusat.

Selesai mengadu ke Pak Harmoko di kantor PWI Pusat, yang menyatu dengan gedung Dewan Pers di Jl Kebon Siri, Jakarta Pusat ini, kemudian “Bung Taher” – sapaan akrab Pak Harmoko kepada Pak Thahir Ramli – kemudian pamit mau ke tempat Pak Charlie Siahaan, Pemimpin Redaksi Harian SINAR PAGI. Maksudnya menawarkan diri sebagai kepala perwakilan Sinar Pagi di Makassar.

“Kalau sekedar mau mengelola Koran ibukota di Makassar, saya juga punya koran koq Bung Taher, namanya Harian Terbit,  Bung aja yang pegang di sana,” kata Pak Harmoko.

Tawaran tersebut tidak disia-akan. Menurut Pak Harmoko ketika itu, Harian Terbit adalah nama baru dari harian POS SORE yang dibredel rezim Orde Baru. Pemimpin Redaksinya ketika itu dijabat HRS Hadikamajaya dengan dewan redaksi antara lain H. Tahar, Zaidin Wahab, Abiyasa. Sedang wartawannya antara lain Tarman Azzam (terakhir Pemred Harian Terbit, mantan Ketua PWI Pusat), Abdullah Lahay, Adjie Subela, Freddy Hetaria, Ardy Syarif, Hariyadi, Nuh Nasution, Sayuti Sofyan.

[caption id="attachment_315255" align="alignright" width="300" caption="Edisi terakhir HARIAN TERBIT sebelum akhirnya dijual (foto: Nur Terbit)"]

14052219531331086684
14052219531331086684
[/caption]

Pak Harmoko Jadi Menteri Pengalaman sepele tapi sangat berkesan bagi saya pribadi, adalah saat Pak Harmoko mampir ke Makassar (1984), untuk menerima PENA EMAS –  penghargaan sebagai tokoh Pers Nasional yang dianggap berhasil memajukan dunia kewartawan – dari Gubernur Sulawesi Selatan, Prof DR Andi Amiruddin. Kenapa saya anggap berkesan, padahal yang menerima penghargaan itu sendiri kan bukan saya?

Nah begini ceritanya. Pak Harmoko rupanya ke Makassar cuma datang “berlenggang”. Gak ada persiapan. Cuma pakai baju biasa, pakaian seadanya. Artinya, beliau tidak tahu kalau ada acara seremonial segala, dan diliput media daerah.

Nah, selain saya ditugasi oleh Pak Thahir Ramli mengurus  akomodasi beliau selama di Makassar, ada tambahan tugas lain: mencari baju jas. Ya, baju jas untuk dipakai Pak Harmoko menerima penghargaan dari Gubernur Sulsel, esok harinya. Baju Jas itupun saya dapatkan dengan susah payah di tukang jahit baju jas di Pasar Sentral Makassar. Tukang jahit jasnya sekarang sudah pindah entah ke mana, menyusul pasar Sentral yang terbakar hehehe…

Pengalaman berkesan berikutnya, adalah saat “kedatangan” yang kedua kalinya Pak Harmoko ke Makassar. Tapi kali ini yang datang cuma kabar beritanya melalui TVRI, yakni Pak Harmoko diangkat sebagai Menteri Penerangan oleh Presiden Soeharto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun