[caption id="attachment_329117" align="alignnone" width="618" caption="Foto illustrasi Kiamat Internet (ist)"][/caption]
Kiamat internet dimana pengoperasian internet bakal terhenti sama sekali, tidak lama lagi akan datang. Ini bukan bualan di warung kopi atau isapan jempol belaka, tapi bisa saja sewaktu-waktu terjadi. Pengguna internet dari manapun latarbelakang profesi dan aktivitas sehari-harinya, akan mengalami kejadian dimana internet tidak berfungsi alias “kiamat internet”. Kenapa bisa terjadi dan apa penyebabnya?
Ya, ini gara-gara para penyelenggara layanan internet (internet service provider-ISP) di Indonesia sedang galau bin gusar. Pasalnya, mereka tidak mau dipenjarakan seperti mantan Direktur Utama Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto, hanya karena dituduh melakukan penyimpangan dalam kerja sama penggunaan frekuensi dengan PT Indosat.
Bukan tidak mungkin, perusahaan-perusahaan ISP yang jumlahnya mencapai 280-an itu, menghentikan layanannya sama sekali dalam waktu beberapa minggu ke depan. Dampaknya, internet di Indonesia bisa mati total. Bisa dibayangkan bagaimana lembaga, perusahaan, instansi, perbankan – terlebih mass media dan komunitas blogger yang sehari-hari menggunakan internet lalu tiba-tiba terhenti? Berapa kerugian yang ditimbulkan?
Kegusaran tersebut bermula dari vonis 8 (delapan) tahun penjara dan denda Rp 300 juta, subsider kurungan enam bulan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang dijatuhkan kepada Indar karena kasus tuduhan korupsi pengadaan jaringan 2,1 GHz/3G di PT Indosat.
Indar sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) namun ditolak dan kini ia harus mendekam di Lapas Kelas I Sukamiskin Bandung. MA juga menghukum IM2 dengan membayar uang pengganti Rp 1,3 triliun. Nah, siapa yang tidak gusar, galau, kalau membayangkan nasib Indar Atmanto? Pria bersahaja dan penerima penghargaan dari Presiden SBY karena jasanya meningkatkan pelayanan internet di Indonesia, justeru dipenjara karena masalah internet? Begitu pula kegalauan ratusan perusahaan ISP.
Seperti diketahui, selama ini IM2 -- yang tidak memiliki izin frekuensi 3G -- dalam operasinya menyewa bandwidthke operator Indosat yang telah mengantongi izin frekuensi 3G. Model bisnis serupa yang digunakan IM2 dan Indosat juga dipakai oleh para penyedia jasa layanan internet di Indonesia, yang jumlahnya lebih dari 200 ISP.
Kemenkominfo dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sendiri, sudah mengeluarkan pernyataan dan pembelaan yang menyatakan bahwa apa yang dilakukan IM2 dan Indosat tidak menyalahi regulasi yang berlaku di Indonesia.
[caption id="attachment_329119" align="aligncenter" width="300" caption="ilustrasi"]
Gerah, Gusar, Galau ….
Terkait kasus yang menimpa Indosat – IM2 – Indar Atmanto ini --penyelenggara jasa internet, seperti Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Pengelola Nama Domain Indonesia (Pandi), dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pun gerah dan langsung bereaksi. Mereka, tentu saja khawatir jika kasus yang ditimpakan kepada Indar itu juga dilayangkan ke mereka. Mereka pun sepakat untuk mempertanyakan status hukum bisnis layanan ISP, seperti yang dilakukan oleh IM2 dan Indosat kepada Mahkamah Agung (MA).
"Kami sudah mengirim surat kepada Mahkamah Agung untuk meminta fatwa, apakah skema bisnis seperti IM2 dan Indosat itu menyalahi aturan atau tidak," ujar Ketua Umum APJII, Semmy Pengerapan. "Sebab, hampir sebagian besar ISP menggunakan skema bisnis yang sama," imbuhnya. Sayangnya, hingga saat ini belum ada tanggapan.
Tanggapan tak kalah menarik dari Ketua Umum Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI), Andi Budimansyah. Menurut Andi, jika MA mengeluarkan fatwa bahwa keputusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap kasus Dirut IM2 itu berlaku sama untuk semua penyedia layanan ISP, maka mereka akan terpaksa menghentikan layanan internetnya.
"Imbasnya, sekitar 71 juta pengguna internet di Indonesia terancam tidak dapat akses internet, alias mati total," ujar Andi. "Kita akan kembali lagi ke zaman tahun 1995 sebelum ada internet di Indonesia," imbuhnya. Nah, benar kan?
Direktur Utama PT Indosat Tbk (ISAT) sendiri, Alexander Rusli mengakui, agen khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bidang telekomunikasi atau Internasional Telecommunication Union (ITU), juga sudah mempertanyakan kepastian payung hukum untuk berinvestasi pada sektor telekomunikasi Indonesia. Artinya, kasus dugaan korupsi dalam penggunaan frekuensi 2,1 Gz atau 3G, kerjasama Indosat-IM2 yang telah memutuskan mantan direktur utama IM2 Indar Atmanto masuk penjara tersebut, terdengar hingga ke dunia internasional.
[caption id="attachment_329120" align="alignleft" width="606" caption="illustrasi"]
Menurut ITU, vonis kasus Indosat dan IM2 disinyalir akan memberikan pengaruh buruk terhadap bisnis lokal di Indonesia. Akan tetapi, Alex menuturkan, dalam melakukan pengembangan jaringan seperti kabel bawah laut dan pengembangan pengorbitan satelit, pihaknya telah banyak melakukan kerjasama dengan pelaku asing.
"Seperti pada 2012 pendapatan kami sebesar Rp23 triliun, seperlima dari nilai tersebut adalah nilai kerja sama kami dengan internasional bisnis," imbuhnya. Selain itu, kata Alex, atas kejadian kasus ini, pengembangan bisnis Indosat saat ini menjadi terhambat lantaran mitra bisnisnya belum berkeinginan menjalin kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi di Indonesia tersebut. "Ada juga yang mempertanyakan kontrak, ada yang transaksi jual beli juga hold. Ada satu group besar untuk investasi saat ini juga masih menahan diri," terangnya. Nah loh….
Tulisan terkait:
http://hukum.kompasiana.com/2014/10/03/ptun-indar-atmanto-tidak-merugikan-negara–678126.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H