Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Revolusioner dari Desa itu Bernama Yansen [Resensi Buku]

1 Desember 2014   06:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:23 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_338859" align="aligncenter" width="700" caption="Foto: Nur Terbit -- Bupati Malinau, DR Yansen TP, M.Si saat berbicara pada peluncuran bukunya di acara #KompasianaNangkring, di Jakarta beberapa waktu lalu"][/caption]

Judul: Revolusi Dari Desa

Pengarang : DR. Yansen TP, M. Si

Editor: Dodi Mawardi

Jumlah Halaman: 180 halaman

Penerbit: PT Elex Media Komputindo (Kompas Gramedia)



BANYAK praktisi pemerintahan di negeri ini yang termasuk piawi dalam mengelola daerahnya dan berdampak kepada warganya yang hidup sejahtera. Dengan begitu, daerahnya bisa terpacu untuk maju bersaing dengan daerah lain. Tapi tidak banyak di antara mereka itu, termasuk pejabat bupati, yang menyempatkan diri untuk menuangkan buah pikiran dan pengalaman keberhasilannya mengelola daerah dalam bentuk buku. Kenapa?

Itu karena, “gejala pemerintahan mirip dengan gejala manajemen, yakni dapat dilihat sebagai pengetahuan (knowledge) sekaligus kemahiran (know-how). Tulisan mengenai manajemen yang berkualitas dan terkenal, umumnya disuun oleh praktisi manajemen yang menguasai ilmu manajemen, sehingga di dalam menganalisa selalu ada kotak studi kasus yang berkaitan dengan topik yang sedang dibahas,” kata Prof. Dr. Sadu Wasistiono, M. Si.

Siapa Sadu Wasistiono? Beliau adalah profesor dalam bidang Sistem Pemerintahan dan Otonomi Daerah Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Sadu Wasistionolah yang diminta memberikan kata pengantar dari buku yang ditulis Dr. Yansen TP, M.Si, Bupati Malinau, Provinsi Kalimantan Utara. Buku yang ditulisnya berjudul “Revolusi dari Desa, Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat”.

Buku itu diluncurkan Yansen di Hotel Santika, Jalan KS Tubun, Petamburan, Jakarta Barat beberapa waktu lalu dalam acara #KompsianaNangkring. Sejumlah praktisi pemerintahan, bahkan anggota dewan dari daerah, ikut hadir bersama sejumlah awak media dan komunitas blogger Kompasiana. Buku itu segera menjadi “virus” yang mewabah ke daerah-daerah. Orang seperti tersentak, ada seorang bupati dari desa di Kalimantan Utara yang membawa gagasannya ke Jakarta untuk disampaikan secara nasional. Meski dalam bentuk buku. Sesuatu yang langka.

[caption id="attachment_338860" align="aligncenter" width="700" caption="Foto : Nur Terbit -- Kang Pepih Nugraha, Admin Kompasiana saat membuka acara peluncuran buku Bupati Yansen di Jakarta"]

14173650771315502743
14173650771315502743
[/caption]

Birokrat ilmuwan, ilmuwan birokrat

Bupati Yansen, menurut Sadu Wasistiono, adalah birokrat ilmuwan dan ilmuwan birokrat. Yansen dianggap punya pengalalam panjang dalam dunia praktik pemerintahan, diawali sebagai praktisi di daerah-daerah terpencil. Sambil bekerja, beliau terus mengasah ilmu sehingga mencapai gelar akademik tertinggi. Setelah terpilih sebagai Bupati Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, hasrat untuk mengembangkan wawasan keilmuannya tidak pernah terhenti. Salah satu wujudnya adalah terbitnya buku berjudul “Revolusi dari Desa” yang tengah kita perbincangkan ini.

Pembangunan berbasis pedesaan, bagi Yansen, adalah sangat penting dan aktual. Makanya itulah topik yang diambil dalam penyusunan bukunya.Apalagi bersamaan dengan ramainya pembahasan rancangan undang-undang tentang desa yang kontroversial. Terlebih lagi karena memang ada pertarungangagasan yang sangat keras antara pihak pemerintah dengan pihak DPR RI, termasuk kontroversial di kalangan internal anggota dewan di Senayan.Lahirlah kemudian UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang di dalamnya menggunakan konstruksi gabungan antara desa yang berkedudukan dan berfungsi sebagai self-governing community dengan desa yang berkedudukan dan berfungsi sebagai local self-government.

Bupati Yansen menawarkan gagasan agar pembangunan sebaiknya dimulai dari bawah, sejalan dengan gagasan yang termuat dalam UU Nomor 61 Tahun 2014. Melalui UU ini, ada keinginan politik agar desa apat kembali menjadi komunitas yang mampu membangun wilayah dan penduduknya seperti pada masa lalu. (Kata Pengantar Dadu Wasistiono, hal.xiii).

Soetardjo Kartohadikoesoemo mengibaratkan desa adalah “republik kecil” yang dapat mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. Kedudukan dan peran ini dihancurkan pada masa UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah juncto UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.

Dalam mengelola pemerintahan di daerahnya, Bupati Yansen sendiri menerapkan program yang disebutnya Gerakan Desa Membangun (GERDEMA). Ini sempat mengejutkan saat peluncuran buku “Revolusi dari Desa” di Jakarta. Tamu yang hadir, mengomentari dengan merespon berupa ungkapan nada positif bahwa ini sesuatu yang langka dan luar biasa. Sebab selama ini baru ada “Gerakan Membangun Desa” yang terkesan top down, bukan button up seperti yang dilakukan Yansen, yakni dari desalah pembangunan itu dimulai.

“Implementasi dari Gerakan Desa Membangun (GERDEMA) ini sebagai sebuah model, memerlukan mekanisme proses pelaksanaan yang mudah untuk dipahami. Mulai dari tahap perencanaan, pembiayaan, pengawasan, evaluasi, pertanggungjawaban, indikator kinerja, hingga capaian keberhasilannya,” kata Yansen.

Paradigma Malinau

Di tangan Yansen, masyarakat Kabupaten Malinau bersama seluruh elemennya, serta jajaran Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan stakeholdersdi daerah, harus menyadari bahwa paradigma Pemerintahan Kabupaten Malinau telah berubah sesuai prinsip dan semangat GERDEMA. Yakni bertumpu pada kekuatan rakyat, bertumbuhnya gerakan masyarakat yang lahir dari masyarakat desa. Tanpa harapan dan kehendak yang diformuasikan, maka tidak akan terjadi suatu gerakan (hal. 114).

Adapun nilai capaian dari GERDEMA ini, Yansen mencatat ada 13 nilai ideal yang harus dicapai sebagai perwujudan keberhasilan dari konsep tersebut (hal.136). Masing-masing:

· * Tumbuh dinamisnya partisipasi masyarakat yang tulus, bersih dan berkomitmen dalam proses penyelenggaraan pemerintah desa.

·* Tumbuh dan berkembangnya demokrasi di desa.

·* Tumbuh dinamisnya kepemimpinan di desa.

·* Terwujudnya transparansi di desa.

·* Terwujudnya efisiensi di desa.

·* Terwujudnya efektivitas di desa.

·* Terbangunnya budaya swadaya di desa.

· * Tumbuhnya prinsip pemberdayaan di desa.

· * Terbangunnya budaya dan perilaku keberpihakann kepada kelompok masyarakat yang tidak mampu secara sosial dan ekonomi.

·* Bertumbuhnya budaya dan perilaku inovatif di desa.

·* Bertumbuhnya sektor produksi di desa.

·* Terbangunnya perilaku bertanggungjawab dari para pemangku kepentingan dan masyarakat desa.

·* Terwujudnya prinsip dan nilai keadilan dalam masyarakat desa.

[caption id="attachment_338861" align="alignright" width="379" caption="Foto : Repro / Nur Terbit -- Sampul buku Yansen, "]

14173652311361531392
14173652311361531392
[/caption]

Sejak tahun 2012

Keberhasilan selalu menjadi kebanggaan setiap individu atau kelompok atas segala sesuatu yang telah sukses dilakukan. Demikian pula halnya penyelenggaraan GERDEMA sebagai sebuah model pembangunan yang implementatif, konkret, dan berpihak kepada rakyat.Secara konsisten, Pemerintah Daerah Kabupaten Malinau menjalankan program ini sejak tahun 2012 hingga sekarang. Dalam menjalankan model ini, Malinau terutama Bupati Yansen, cukup menghadapi bnyak tantangan.

Pelaksanaan GERDEMA pun menghadpi situasi kemapanan, perilaku mental, budaya dan mindset yang lama, seperti suka dilayani, suka dihormati, suka berkuasa (feodal) dari jajaran pemerintahan (para teknokrat), demikian juga sikap mau menang sendiri (ego sektoral).

“Dari berbagai pihak, muncul sikap yang sinis dan menganggap perubahan sebagai kesia-siaan. Sebagian bahkan cenderung menolak dan bersikap menentang perubahan paradigma pemerintahan dan pembangunan tersebut,” kata Yansen.

Padahal sudah sangat jelas, bahwa sebuah kemajuan tanpa perubahan yang hakiki adalah suatu kebohongan, tambah Yansen. GERDEMA sendiri menuntut suatu perubahan tidak hanya pada dimensi visi, tetapi juga perubahan yang hakiki pada perilaku, budaya, dan pola pikir.

Itu sebabnya dalam tantanan pemerintahan, menurut Yansen, perubahan tidak hanya terjadi pada tingkat pemerintahan desa dan kecamatan, tetapi juga perubahan mendasar pada lingkungan strategis pemerintahan daerah kabupaten. Yaitu bupati dan wakil bupati, DPRD, SKPD, dan berbagai institusi kelembagaan daerah.

Secara umum buku ini sangat bermanfaat bagi praktisi pemerintahan terutama kalangan PNS. Bukunya dikemas dengan baik dan cenderung mewah. Hanya satu kekurangannya karena ditulis dengan “bahasa kampus” sehingga cenderung menjadi bacaan berat.

Seandainya mengunakan bahasa sedikit “nge-pop”, tentu membacanya lebih ringan dan santai. Hal ini bisa dimaklumi sebab buku ini merupakan hasil kajian doktoral dari Yansen yang kemudian dipraktikkan di Malinau. Buku ilmiahnya terasa kental dengan adanyabagian-bagian, bab dan sub bab, seperti membaca buku wajib bagi mahasiswa di perguruan tinggi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun