[caption id="attachment_339995" align="aligncenter" width="460" caption="Sumber foto: detikcom -- Suasana saat berlangsung demo di Jalan Andi Pangeran Pettarani, tak jauh dari kampus Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar UNM) yang berakhir rusuh"][/caption]
Naik BENTOR (Becak Motor) di Makassar saat ini, seperti mengulang kejadian Agustus 2014 lalu saat pulang kampung ke Kota Anging Mammiri ini. Saya mendapatkan cerita dari putri saya yang kuliah dan sehari-hari menggunakan moda transportasi yang dimodifikasi dengan mesin motor ini. Becak, seperti juga di kota lain, di Makassar juga sebelumnya menggunakan tenaga manusia.
Bedanya, kali ini naik Bentor berwisata kuliner dan merasakan terjebak di kemacetan lalulintas kota yang dikendalikan oleh Danny Ramadhan Pamanto ini.
[caption id="attachment_339996" align="aligncenter" width="560" caption="Becak motor (bentor) gaya kota Makassar (foto: Peter Loud)"]
Sejak dari depan kampus Phinisi Universitas Negeri Makassar (UNM) di Jalan Andi Pangeran Pettarani, bentor yang saya tumpangi sudah merayap -- bahkan nyaris tidak bergerak -- hingga di persimpangan Jalan poros Makassar-Maros di bawah fly over. Bahkan di tengah kemacetan itu, jalan tergenang pula oleh air hujan. Beberapa bentor mogok terendam banjir, persis di depan gedung kantor Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo.
Di dua lokasi ini, fly over depan gerdung Graha Pena Fajar Grup hingga kampus Unhas dan Jalan Andi Pangerang Pettarani tadi, adalah dua lokasi favorit tempat mahasiswa menggelar aksi demo. Dan ketika beranjak dari depan kampus Phinisi UNM Pettarani, kemacetan makin parah.
Di lokasi ini beberapa waktu lalu jadi lokasi demo mahasiswa memprotes kenaikan harga BBM, berlanjut rusuh setelah Wakapolres terkena busur panah, berujung datangnya sekelompok petugas polisi masuk kampus dan "mengamuk".
Saya punya cerita soal "demo berdarah" itu. Sore itu Kamis (13/11/2014), dari kota Makassar saya ditelpon putriku ke Jakarta. Mengabarkan adanya demo di kampusnya hingga perkuliahan terpaksa diliburkan. Saya mencoba menenangkan dia meskipun diam-diam saya sendiri mulai panik dan was-was. Kepanikan tersebut terbukti saat saya melihat beritanya di layar televisi dan baca berita online.
Portal berita www.detikcom menulis peristiwa itu seperti berikut:
Demo menolak kenaikan BBM di Makassar berujung rusuh. Polisi masuk ke kampus Universitas Negeri Makassar (UNM). Sejumlah mahasiswa ditangkap. Wakapolresta AKBP Totok Lisdiarto terkena panah dan 4 wartawan terluka.
Peristiwa terjadi sekitar pukul 16.45 WIT, Kamis (13/11/2014). Diawali dari bentrok mahasiswa dan polisi di depan kantor DPRD Makassar, lalu seorang mahasiswa ditangkap. Tak terima temannya diamankan, mahasiswa protes. Mereka melempari polisi dengan batu.
Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan mahasiswa. Suasana kian ricuh. Dengan kendaraan taktis, polisi masuk ke kampus UNM yang berada di satu ruas jalan dengan DPRD Makassar.
Mobil dosen dan motor mahasiswa ikut rusak akibat kerusuhan itu. Wakapolresta AKBP Totok yang terkena panah dilarikan ke RSI Faisal. Sedangkan 1 dari 4 wartawan yang terluka, yakni Waldy dari Metro TV dilarikan ke rumah sakit.
Saat ini, situasi relatif kondusif. Polisi masih berjaga di depan kampus. Sementara pihak kampus juga berkerumun di dalam kampus.
"Kami sangat menyesalkan tindakan ini. Seharusnya polisi tak masuk kampus dan menyerbu seperti itu," kata Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Keolahragaan UNM Kasman.
[caption id="attachment_339997" align="aligncenter" width="612" caption="Foto : Nur Terbit -- Becak masih model asli, belum dimodifikasi jadi bentor"]
Saat saya tulis artikel ini, saya sedang berada di Makassar. Menghadiri acara dialog tahunan yang digelar Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Pr0vinsi Sulselbar, kerjasama dengan masiswa Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) yang tergabung dalam klub studi SOIL.
Salah satu narasumber adalah kolega saya sendiri, Adi Warman, Ketua GNPK Pusat. Beliau didampingi Deputi Pengawasan Internal Laode M Nagaria.
"Saya sempat mikir-mikir waktu mau ke Makassar, jangan-jangan masih ada demo susulan?" kata Adi Warman kepada Ketua GNPK Sulselbar, Ramzah Tabraman.
Maka ketika acara dialog tahunan bertema "Implementasi Pencegahan Korupsi di Era Pemerintahan Baru" ini, sempat juga mengemuka soal "demo berdarah" tersebut, terutama dari kalangan perwakilan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi yang ada di Makassar.
"Inilah tujuan dari acara dialog ini. Mahasiswa menyampaikan pendapat, saran dan kritiknya. Adapun kalau mereka melakukan demo, itu karena saluran untuk menyampaikan komunikasi sudah tersumbat, hingga mereka lalu turun ke jalan," tambah Ramzah.
Demo itu memang akhirnya menyisakan traumatik. Meski situasi sudah berangsur normal dan suasana sudah kondusif kembali, tapi masih menyisakan traumatik, terutama putri saya di kampus Menara Phinisi yang hari itu pas jadwal kuliahnya.
Semula saya hanya ingin berbagi cerita soal angkutan bentor, yang juga sudah saya tulis sejak Agustus 2014 lalu di Kompasiana.
Bentor Makassar dan Kelangkaan Bensin
Maaf jika harus melebar soal peristiwa demo yang berakhir rusuh itu. Itu karena trauma yang masih tersisa.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H