Keramaian antrean di siang hari, berpindah ke depan poli. Deretan ruang poli tempat praktek dokter ini -- mulai poli saraf, poli bedah, poli ortopedi dan ruang tindakan dokter -- posisinya berada di dalam gedung RSUD di bagian tengah pintu masuk utama rumah sakit.
Deretan kursi di ruang tunggu tersebut, juga tak mampu menampung ratusan orang pasien dan calon yang akan diperiksa oleh masing-masing dokter ahli. Hanya saja, sedikit lebih nyaman karena dilengkapi AC pendingin ruangan yang dijejali manusia itu. Sangat berbeda di ruang pendaftaran dan proses administrasi pasien. Selain sempit, juga udara panas dari ruang parkiran menyebar ke tempat antrean.
Di depan masing-masing poli ini, agaknya nomor urut antrean pasien -- yang diperoleh dengan cucuran keringat perjuangan dan doa itu -- seolah tidak berlaku lagi. Ada pasien dan calon pasien bernomor urut 200-an, disalip oleh pasien lain bernomor di atas 500-an. Akibatnya sering menimbulkan emosi di antara mereka.
"Betul, nomor urut gak berlaku lagi kayaknya di ruang ini. Saya yang datang sejak pagi dengan nomor urut 100-an, dilewati oleh orang lain yang nomor urutnya lebih besar," gerutu seorang pasien yang sudah sepuh. Nah itulah bedanya di jalan raya. Kalau di jalan raya, sesama bus kota dilarang saling mendahului. Di rumah sakit, sesama pasien boleh saling menyerobot. Waduh....
Dari status saya soal BPJS yang dimuat berseri di facebook itulah, seorang teman bernama Aok Baelah lalu mengusulkan, "Om Nur, bikin LSM BPJS Watch, Forum Pengamat BPJS". Ya, boleh juga kali ya? Hehehe.. (Bersambung)
Baca juga tulisan terkait berikut ini :
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2014/12/16/pasien-bpjs-perjuangan-panjang-ke-rs--692154.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H