Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki bataswilayah yang berwenang untuk mengatur danmengurus urusan pemerintahan, kepentinganmasyarakat setempat berdasarkan prakarsamasyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisionalyang diakui dan dihormati dalam sistempemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Â
Stakeholder yang memiliki wewenang untuk mengatur dan sebagai penyelenggara kepentingan di desa adalah Pemerintahan Desa yang di pimpin oleh seorang Kepala Desa. Berikut tadi adalah substansi pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Undang-undang yang menjadi landasan yuridis dan operasional desa.
Segala bentuk macam aturan kaitan tentang desa yang berkaitan dengan operasional, maupun teori tentang desa sudah termaktub di dalam undang-undangan tersebut. Terlebih kaitan tentang masa jabatan seorang kepala desa. Tercantum jelas pada Pasal 39 ayat 1. Tercantum juga di dalamnya tentang hal-hal pemberhentian kepala desa.
Namun baru baru ini, Kepala Desa seluruh indonesia yang tergabung di Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia berdemonstrasi di senayan. Menuntut perpanjangan masa jabatan kepala desa yang sebelumnya tercantum jelas pada pasal 39 ayat 1 dengan lama 6 tahun menjadi 9 tahun.Â
Tuntutan 9 tahun tersebut bukan tanpa alasan. Bagi para kepala desa, 6 tahun itu kurang. Masa tersebut masih dipenuhi proses pra-pasca pilkades, sehingga waktu efektif untuk menjalankan program hanya sedikit. Begitu yang disampaikan pada beberapa media masa. Dan kini, konon katanya presiden dan DPR sudah menyetujui serta akan memasukkan agenda perubahan aturan tersebut pada prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2023.
Fenomena ini menjadi pewarna dinamika menuju kontestasi 2024. Tentu banyak pro-kontra dalam menanggapi ini. Terlebih kontra dilayangkan bukan hanya dari kalangan masyarakat biasa, bahkan beberapa kepala desa turut tak setuju dengan perpanjangan masa jabatan ini.
Alasan dibalik tuntutan masa jabatan ini juga dirasa kurang logis. Banyak yang memberikan alasan jika waktu 6 tahun itu kurang. karena 2 tahun pertama adalah waktu untuk mendinginkan masyarakat yang telah bersitegang di kontestasi pilkades, dan 2 tahun terakhir adalah waktu untuk mempersiapkan pilkades selanjutnya, sehingga waktu efektif hanya 2 tahun. Hal ini dirasa kurang bagi para kepala desa.Â
Kita tahu, bahwa desa dengan pilkadesnya seharusnya menjadi pendidikan politik awal bagi masyarakat. Karena posisi desa yang di akar rumput dan sangat dekat dengan masyarakat. Disisi lain seseorang yang mencalonkan menjadi kepala desa berlatar belakang cukup heterogen. Artinya ada beberapa yang tak ada afiliasi kepada partai ataupun kelompok, murni dari individunya. Namun juga tak menutup kemungkinan ada beberapa juga yang terafiliasi. Sehingga tak menutup kemungkinan para eks-kepala desa masih memiliki jenjang karir keatas, meskipun tidak semuanya.
Masa jabatan 6 tahun adalah waktu yang sudah cukup lama. Mengingat Masa jabatan Bupati-Presiden hanya 5 tahun. Pun di dalam pasal 39 ayat 2 masa jabatan kepala desa masih diberikan batas maksimal yaitu tiga kali mencalonkan diri atau maksimal 18 tahun. Harus ada konsekuensi nyata terhadap terkabulkannya masa jabatan 9 tahun.Â
Diantaranya seperti proses audit keuangan, monitoring kinerja, monitoring pembangunan dan beberapa yang lainnya. Karena masa jabatan 9 tahun ini tidak menutup kemungkinan memunculkan sikap otoritarianisme. Sehingga merasa nyaman dan tidak mau beralih dari jabatan dan kekuasaan. Ingat, posisi desa seharusnya menjadi pendidikan politik awal yang baik bagi masyarakat. Jika di pendidikan politik awal saja sudah dikenalkan dengan masa jabatan 9 tahun karena kalau hanya 6 tahun kurang maka bagaimana nasib demokrasi kita kedepannya?
Fenomena ini menjadi salah satu dari sekian banyak isu yang turut mewarnai jelang kontestasi 2024. Meskipun ada beberapa anggota DPR yang menyampaikan kalau jangan menyangkutpautkan fenomena masa jabatan kepala desa ini dengan pilpres 2024. Namun tidak ada yang tau pasti ada kepentingan apa dibalik itu semua.Â
Sebelum fenomena masa jabatan kepala desa ini terjadi, terdapat isu mengenai perubahan masa jabatan presiden, yang semula maksimal 2 kali menjabat dirubah menjadi 3 kali menjabat. Apakah fenomena keduanya saling berkaitan? tidak ada yang tahu bukan.Â
Apa mungkin langkah awal untuk merubah periodesasi pimpinan adalah dengan meruah masa jabatan kepala desa, lalu dilanjutkan dengan merubah atas-atasnya? tidak ada yang tahu bukan. Terlepas dari itu semua, sebagai masyarakat yang literat mari tetap mengawal seluruh kebijakan yang ada.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI