Citra satelit: tinta merah, sepenggal jalan Daendels yang semakin dilupakan orang
Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dibuat saat Gubernur Jenderal Herman Willems Daendels berkuasa (1808-1811) diyakini sebagai jalan raya pertama dibangun di tanah air. Jalan itu bermula dari Anyer (Banten) hingga Panarukan (Jawa Timur) sekitar 1.000 km. Umumnya Jalan Raya Pos banyak yang telah menjadi jantung kota di berbagai kota dilewatinya. Sehingga keaslian wilayah sekitarnya telah banyak berubah. Di Bandung contohnya, Jalan Jenderal Sudirman - Jalan Asia Afrika hingga Jalan Ahmad Yani telah menjadi jalan protokol dan pusat bisnis yang prestisius.
Tetapi Jalan Raya Pos antara pertigaan kampung Cipetir Haurwangi dengan Rajamandala justru semakin dilupakan orang. Tetap asli. Generasi muda yang bolak-balik berkunjung ke Cianjur dan Bandung, kalau tidak menyengajakan diri berkunjung, takkan pernah tahu bahwa di daerah tsb terdapat jalan dan jembatan menyimpan histori cukup tua sebagai "cikal bakal" tumbuhnya jalan-jalan yang ada di tanah air.
Panjang jalan ini berdasarkan spidometer yang dicatat penulis 6,8 km. Kondisi jalan masih terpelihara baik. Bahkan menjelang jembatan Citarum Lama sudah dibeton. Tepi kiri jalan dari arah Cianjur adalah ngarai sungai Citarum cukup lebar dan dalam. Kesejukan diperoleh dari banyaknya pepohonan yang menyertai perjalananan tsb.
Pemandangan di sungai Cihea sungguh menakjubkan. Jembatan Citarum lama terletak di dataran tinggi di antara pepohonan hijau dapat disaksikan di sini.  Sungai Cihea yang mengalir membelah kampung Cihea dengan air cukup deras menabrak bebatuan digunakan untuk mandi dan berenang anak-anak.
Dari kampung Cihea, penulis melanjutkan menuju kampung Muhara. Beberapa remaja asyik memandang aliran sungai Citarum yang sedang surut. Air mengalir deras. Warnanya kehijauan. Hal ini berbeda bila di musim hujan. Debit airnya tinggi. Sementara lajunya amat lambat (ngeyeumbeu). warnanya pun coklat karena membawa lumpur dari hulu.
Menurut penduduk setempat, jembatan yang sekarang ada dibangun tahun 1986. Pembangunan jembatan ini menggantikan jembatan lama yang rusak. Pembangunan jembatan ini dilaksanakan setelah pembangunan jembatan tol Citarum Rajamandala selesai di tahun 1979. Pondasi jembatan lama masih terlihat yang letaknya berada di bawah jembatan sekarang.
Di saat kemarau, saat airnya surut, banyak ikan-ikan patin yang kabur dari kolam penduduk atau sudah lama menjadi hewan endemik habitat Citarum berenang ke hulu menentang arus. Bagi mereka berhasil menangkap merupakan anugrah, ikan ini beratnya cukup lumayan 5 kg bahkan 10 kg.
Sejak jalan tol Citarum Rajamandala selesai, tak banyak pengendara yang lewat jalur ini. Jalurnya memutar, sepi, jembatannya agak kecil, sehingga jalan ini tidak praktis dilalui. Tak heran, histori jalan raya pos ini kurang dikenali oleh generasi muda.
Namun bagi peminat cagar budaya, jalan heritage ini mendapat tempat tersendiri. Buktinya, saat penulis tiba di jembatan Citarum lama, ada rombongan turis luar negeri mencari tahu dan mendokumentasikan jalan dan jembatan ini. Sayangnya mobil travel keburu menjemput. Bagi tidak berkendaraan,  ada juga angkutan melayani daerah ini, yaitu angdes Ciranjang-Rajamandala bisa mengantarkan ke lokasi ini.
Semakin langka dilalui, semakin bernilai historinya. Bila kereta api memiliki "museum kereta api" menggunakan bekas rel tua di Sawahlunto dan Ambarawa, mungkinkah Binamarga memiliki "museum jalan raya" di sini. Keaslian dan keasrian wilayah relatif terjaga dan saksi bisu "pioner" lahirnya jalan-jalan raya baru di tanah air.  [Dadan Wahyudin]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H