Mohon tunggu...
Dadan  Rizwan Fauzi
Dadan Rizwan Fauzi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Pascasarjana (Megister) PKn UPI Ketua Umum Aliansi Pemberdayaan Pemuda Nusantara (ASPENTARA)

Selanjutnya

Tutup

Politik

Generasi Muda: Agen Pendidik Politik Beradab

3 November 2017   04:26 Diperbarui: 3 November 2017   04:50 1680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jauh sebelum istilah politik muncul, manusia sebenarnya telah melakukan atau terlibat aktif dalam proses politik. Politik berlangsung ketika sebuah komunitas masyarakat mengelola sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan bersama. Kebutuhan setiap individu yang harus dipenuhi pada kenyataannya dihadapkan pada permasalahan keterbatasan sumber daya. Sumber daya yang terbatas tidak dapat memenuhi kebutuhan semua orang.

Agar tidak terjadi konflik, masyarakat kemudian sadar bahwa harus terdapat orang-orang terpilih yang memegang kekuasaan untuk mengalokasikan sumber daya yang terbatas. Ketika kebutuhan setiap orang tidak dapat dipenuhi, harus dapat dirumuskan keputusan terbaik yang mampu memuaskan semua pihak. Berdasarkan proses ini politik dapat didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan yang diarahkan untuk mengelola sumber daya yang terbatas dalam rangka mencapai keputusan terbaik demi kebahagiaan semua pihak.

Secara lebih komprehensif, definisi politik ini terkonfirmasi dari unsur-unsur politik yang disampaikan oleh Prof. Miriam Budiardjo dalam bukunya "Dasar-Dasar Ilmu Politik". Budiardjo menjelaskan bahwa politik mencakup beberapa unsur yaitu negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan serta alokasi dan distribusi. Sejalan dengan itu, Rod Hague juga  mengatakan bahwa "Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya".

Berdasarkan dua pendapat tersebut, politik dapat dirumuskan sebagai proses pengambilan keputusan oleh negara sebagai pemegang kekuasaan tertinggi untuk menghasilkan kebijakan yang bersifat kolektif dalam rangka melakukan alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas ditengah perbedaan. Definisi politik tersebut menempatkan dasar etika yang tinggi karena kepentingan bersama menjadi orientasi utama dari proses politik, maka hal tersebut dapat disebut sebagai proses politik yang mulia atau beradab.  

Politik Beradab ditengah Praktik Pragmatis

Saat ini untuk sebagian kalangan masyarakat Indonesia, politik merupakan hal yang kurang disukai, bahkan dibenci. Hal ini dikarenakan, prilaku para politikus yang tidak konsisten antara yang diucapkan dengan tindakan dilapangan. Selain itu banyak politikus yang terjerumus kedalam prilaku-prilaku yang tidak terpuji menyangkut harta negara (korupsi), baik ditataran eksekutif, legislatif bahkan yudikatif. Hal ini menyebabkan timbulnya sikap apatisme dimasyarakat, mereka terjatuh kedalam jurang kehidupan yang hedonis, dan malas, sehingga menimbulkan munculnya pemaknaan politik pragmatis dikalangan masyarakat.

Pemaknaan politik pragmatis ini kian meluas seiring praktik pragmatis yang marak dilakukan oleh para politisi. Media menjadi aktor utama yang memiliki peran signifikan pada proses tersebut. Bagi media, praktik-praktik politik pragmatis seperti korupsi, penerimaan suap, gratifikasi, dan lain sebagainya menjadi materi berita yang bernilai jual tinggi. Pemberitaan politik yang terus dilakukan media pada akhirnya membentuk opini publik bahwa proses politik hanya terbatas pada usaha akomodasi kepentingan pribadi.

Berdasarkan praktik yang berlangsung dan terus berkembang, politik selalu dikaitkan dengan usaha politisi atau pemegang kekuasaan untuk memenuhi kepentingan pribadi semata. Proses politik hanya diarahkan untuk mengakomodasi kepentingan, kebutuhan, kebahagiaan dan kesejahteraan individu sehingga sering disebut sebagai proses yang pragmatis. Pola pikir yang kemudian diterima sebagai kebenaran oleh masyarakat luas yaitu politik adalah proses yang 'kotor' dan tidak bermanfaat bagi kesejahteraan umum. Politisi juga dipandang sebagai aktor yang tidak memiliki dasar moral yang baik atau dapat dikatakan tidak beradab.

Perilaku para politisi yang berfokus pada kepentingan pribadi secara tidak langsung mendidik publik untuk menerima pemahaman bahwa politik adalah proses yang sangat pragmatis. Pada akhirnya proses ini mengaburkan definisi dan praktik politik beradab. Pandangan bahwa politik secara etis dilaksanakan untuk tujuan yang mulia justru tergantikan oleh pandangan umum bahwa politik itu 'jahat' dan hanya bermanfaat bagi para penguasa.

Peran Strategis Generasi Muda

Ditengah dominasi media dalam menyebarluaskan paham politik pragmatis, terdapat harapan pada generasi muda untuk menghadirkan kembali makna politik normatif dan praktik politik beradab. Harapan ini muncul saat mereka semakin jenuh dengan praktik politik yang menempatkan kepentingan-kepentingan individu di atas kepentingan umum. Asa tersebut juga menguat seiring perkembangan bentuk-bentuk partisipasi dan berbagai gerakan politik informal yang digagas oleh generasi muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun