Mohon tunggu...
Dadan Hardian
Dadan Hardian Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menyenangi healing dan mencintai keluarga serta menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pengorbanan Anak untuk Ayahnya hingga Akhir Hayat

14 Oktober 2024   18:40 Diperbarui: 14 Oktober 2024   18:42 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah Duka Carolus/Foto:Dadan Hardian

Darimu, kita belajar bahwa cinta dan pengorbanan untuk keluarga tak ternilai harganya. Tidak semua pahlawan memakai jubah, dan Setiadi (50) adalah salah satu contohnya.

Sejak belasan tahun lalu, hidup Setiadi berubah drastis ketika ayahnya terkena penyakit stroke dan hanya bisa terbaring di kasur. Di usia yang seharusnya ia menikmati kehidupan pribadi, Setiadi memilih mendedikasikan seluruh waktunya untuk merawat sang ayah.

"Beliau sudah mengurus saya sejak kecil, sekarang giliran saya yang merawatnya," ujar Setiadi kepada temannya. 

Sang teman hanya bisa melihat Setiadi dengan mata berkaca-kaca, menyaksikan pengorbanan besar yang ia lakukan setiap hari, dari memandikan, memberi makan, hingga menemani ayahnya sepanjang malam.

Keputusan Setiadi untuk belum menikah juga tak lepas dari tanggung jawab besar yang ia emban. Meski sering ditanya oleh teman-teman dan keluarganya, termasuk ibunya yang sudah sepuh, mengapa belum menikah, bagi Setiadi, kebahagiaannya adalah memastikan ayahnya mendapat perawatan terbaik. Baginya, tanggung jawab merawat ayah lebih utama daripada memikirkan kehidupan pribadinya.

Pada suatu malam di pertengahan Oktober 2024, Setiadi mendatangi temannya dengan mata sembab. "Bokap sekujur tubuhnya dingin, nggak bergerak," ucapnya sambil menangis. 

Teman itulah yang selama ini menjadi tempatnya berbagi cerita di sela-sela rokok dan kopi. Dalam kegelisahannya, Setiadi sering bercerita tentang dilema antara keinginan menikah dan tanggung jawab merawat ayah.

Malam itu di jelang pertengahan bulan Oktober 2024, temannya menemani Setiadi kembali ke rumah. Tak lama kemudian, dokter datang dan memeriksa kondisi ayahnya. Pak Wicak, sang ayah, telah tutup usia.

"Saya sudah melakukan yang terbaik untuk ayah. Itu cukup buat saya," ucap Setiadi.

Walaupun belum sempat membangun keluarga sendiri, Setiadi merasa bersyukur bisa mendampingi sang ayah hingga akhir hayatnya.

 "Saya mungkin tidak sempat membangun keluarga sendiri, tapi saya bersyukur bisa mendampingi beliau sampai akhir," gumamnya dengan tenang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun