Pada era 70-an hingga 90-an, berbagai profesi tradisional masih sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Di setiap sudut kampung, kita bisa dengan mudah menemukan para tukang yang menyediakan jasa-jasa sederhana namun vital dalam keseharian.
Penulis tertarik menulis tentang mereka karena profesi-profesi ini merefleksikan perubahan sosial dan budaya masyarakat pada masa itu. Tukang-tukang ini memainkan peran penting, meskipun saat ini mungkin dianggap ketinggalan zaman. Di masa itu, mereka justru menjadi pilar kehidupan sehari-hari, menawarkan jasa yang sangat dibutuhkan.
Selain menghidupkan kembali kenangan gaya hidup yang lebih sederhana, tulisan ini juga merupakan bentuk penghargaan terhadap usaha kecil-kecilan yang sering kali terlupakan dalam sejarah. Ini sekaligus menjadi cerminan bagaimana teknologi dan ekonomi perlahan-lahan mengubah cara hidup serta kebutuhan masyarakat.
Nilai-nilai seperti kerja keras, ketekunan, dan kreativitas dalam menghadapi keterbatasan jelas terpancar dari profesi-profesi ini. Salah satunya adalah tukang puntung rokok, yang rajin mengumpulkan sisa tembakau dari puntung rokok di gang-gang sempit atau tempat perhentian angkot.
 Tembakau ini kemudian dijual kembali sebagai bahan baku rokok linting murah. Meski terkesan tidak higienis, profesi ini menjadi tumpuan hidup sebagian orang.
Ada lagi yang namanya tukang tensi keliling. Tukang ini masih menjadi pilihan banyak orang untuk mengecek tekanan darah tanpa harus ke klinik. Orang-orang saat itu, mungkin kebanyakan tak sempat bertanya, apakah Anda adalah seorang dokter, atau sejenisnya, dan kok bisa-bisanya, dengan alat tensi manual, mereka menawarkan layanan terjangkau yang sangat membantu masyarakat kecil dalam memantau kesehatannya.
Kemudian, tukang abu gosok juga punya peran penting. Mereka menjajakan abu dari sekam padi yang terbukti ampuh membersihkan peralatan dapur, terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Meski produk pembersih modern kini lebih populer, abu gosok tetap dipercaya sebagai solusi efektif untuk noda membandel.
Lalu apa lagi yah? Oh ya, ada juga tukang beling, yang menukar barang dagangannya dengan botol. Meski sekarang profesi ini sudah hilang, mereka dulu memenuhi kebutuhan masyarakat yang memanfaatkan botol sebagai barang bernilai.
Satu lagi, tukang tambal ban sepeda keliling. Saat itu, sepeda menjadi salah satu alat transportasi utama di Indonesia, terutama di pedesaan dan kawasan perkotaan.Â
Dalam kehidupan sehari-hari, tukang tambal ban sepeda keliling menjadi sosok yang tak terpisahkan dari perjalanan masyarakat. Mereka hadir di sudut-sudut jalan, di pinggir pasar, atau bahkan di gang-gang sempit, siap membantu setiap pengendara yang menghadapi masalah dengan ban sepeda mereka.
Profesi tukang tambal ban sangat vital di masa itu, mengingat sepeda adalah kendaraan yang populer dan praktis untuk berbagai kalangan. Tak jarang, anak-anak, remaja, hingga orang dewasa bergantung pada tukang tambal ban ketika ban mereka bocor.