Asal-Usul dan Perubahan
Menurut Steven Sumolang dalam bukunya 'Tradisi Melaut dan Perubahannya', Suku Bajo punya hubungan dengan Kerajaan Johor dan Kerajaan Bone, menjadi cerita pengikat kesatuan etnik Bajo yang menyebar di kepulauan nusantara.
"Tradisi Palilibu, Bapongka, Babangi, Lamma yang menangkap ikan sampai jauh dan berlama-lama akhirnya menetap, telah menyebabkan persebaran atau diaspora orang Bajo," tulisnya.
Tradisi penangkapan ikan orang Bajo termasuk di Nain (Pulau di Bunaken, Sulawesi Utara) telah mengalami perubahan, kalau dahulu mereka menangkap ikan sampai sejauh mungkin dan menetap di daerah yang dituju (Palilibu, Bapongka, Babangi, Lamma), kini nelayan Bajo Nain telah menetap di kampungnya.
"Menangkap ikan beberapa hari saja di daerah operasi penangkapan, setelah itu pulang ke kampung Nain," tulis Steven.
Bukan hanya di Indonesia, Suku Bajo telah tersebar di lautan Malaysia, Filipina, dan Thailand. Di Indonesia, mereka tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan wilayah Indonesia bagian timur lainnya.
Sejarah mengatakan, suku ini berasal dari Kepulauan Sulu di Filipina Selatan yang hidup di lautan lepas, hingga membawa mereka masuk ke Indonesia.
Dalam seminar tentang keragaman genetik bertema "Austronesia Diaspora" yang diadakan di Lembaga Eijkman Jakarta, Rabu (11/3/15) Tony Rudyansjah, antropolog dari Universitas Indonesia, mengungkapkan asal-usul suku Bajo masih jadi perdebatan.
"Bisa saja orang Bajo memang berasal dari Barito dan bermigrasi untuk berdagang ke wilayah utara Indonesia (Kepulauan Sulu, Filipina) hingga tersebar ke seluruh Nusantara, ujar Tony dilansir National Geographic Indonesia.
Sebab, lanjut Tony masa keemasan perniagaan di Nusantara itu sebenarnya abad ke-8, bukan abad ke-15 seperti yang sering kita duga. Karena masa keemasan perdagangan itu, maka masuk akal bila orang Bajo pindah ke utara. Perdagangan yang maju memang ada di utara.
Berpindahnya Suku Bajo ke berbagai tempat menyebar ke Nusantara membuat bingung ahli Linguistik Phillipe Grange dari Prancis.