Pengendalian diri merupakan  kemampuan individu untuk menahan keinginan dan dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial. Hal ini berhubungan yang namanya nafsu. Nafsu yang membuat orang lepas control mengakibatkan kerugian pada diri sendiri maupun orang lain.
Berdasarkan konsep Averill dalam Nur Gufron dan Rini Risnawati (2011:29-31), terdapat 3 jenis kemampuan mengendalikan diri yang meliputi 3 aspek yaitu control perilaku ( behavioral control), control kognitif (cognitive control) dan control keputusan (decisional control). Dengan kata lain, bagaimana orang mengendalikan diri dalam kognitif, mengambil keputusan dan perilakunya.
Fakta yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari, ada sejumlah orang menunjukkan tindakan yang lepas control yang terwujud dalam perbuatan kejahatan. Mulai dari pernyataan kebencian, tindakan penganiayaan hingga pembunuhan.
Momentum Puasa Ramadhan sebagai salah satu kewajiban ummat Islam setahun sekali (khususnya) merupakan ajang melakukan berbagai kegiatan positif yang patut dimanfaatkan oleh setiap orang yang melakukan ibadah puasa Ramadhan tersebut. Tidak terkecuali dalam hal pengendalian diri.
Pengendalian diri dalam hal informasi, membuat keputusan dan perilaku merupakan siklus yang saling memengaruhi satu sama lain. Kesalahan menerima informasi berdampak terhadap kekeliruan keputusan yang diambil dan akhirnya terwujud dalam perilaku menyimpang dari norma Negara, agama maupun norma sosial. Yang berarti pahala puasanya berkurang bahkan hampir tidak ada.
Dengan kata lain, pengendalian diri sepatutnya tercermin dalam ucapan, sikap dan tindakan agar pahala puasa benar-benar diperoleh. Seorang yang berpuasa, pastilah ketika menyampaikan sesuatu baik secara langsung maupun melalui media sosial akan selalu berhati-hati, bahasa yang digunakan pun lebih santun jauh dari mencemooh, mengejek bahkan menghina orang lain. Andai masih banyak orang yang berpuasa tetapi dalam berucap cenderung negatif, maka sebenarnya yang bersangkutan telah mengorbankan sia-sia atas apa yang dilakukannya.
Sudah waktunya, orang "hijrah" dari berucap negatif apalagi di media sosial kepada berucap santun sehinggga dapat menyenangkan orang lain. Apalagi para leluhur kita, begitu piawainya dalam memberi contoh berbahasa. Misalnya Leluhur Sunda menuangkannya ke dalam pepatah-pepatah yang begitu mengedukasi. Ada pepatah " Hade ku basa goreng ku basa".
Pengendalian diri dalam wujud sikap tercermin dari seluruh bagian tubuhnya yang ramah. Misalnya, mimik muka yang ceria, tidak terkesan angkuh di lihat orang lain. Puasa mengajarkan kita, bagaimana sepatutnya bertemu orang lain dengan menunjukkan senyuman tulus agar pahala puasa tetap terjaga.
Kaitannya dengan pengendalian diri dalam perilaku tercermin pada gerak tubuh yang ditunjukkan di hadapan orang lain. Tidak main otot, main pukul, main tendang atau main telunjuk bukan pada tempatnya. Sebesar apapun emosi dalam diri tidak kemudian dilampiaskan ke bentuk perilaku yang negatif. Lagi-lagi hal itu dilakukan untuk tetap terjaganya pahala puasa.
Indah rasanya, jika setiap orang yang berpuasa menunjukkan ucapan, sikap dan tindakannya elegan yang membuat nyaman orang lain. Orang lain yang tidak berpuasa-pun karena ada halangan atau karena beda keyakinan turut berbahagia dibuatnya. Keseharian selama bulan puasa ini, kehidupan kita ada dalam suasana yang kondusif, adem ayem, tentram. Itulah suasana toleransi sesungguhnya.
Bukan tidak mungkin, suasana tersebut akan terus terbawa dan tetap dilakukan pasca bulan puasa ini sehingga secara riil yang namanya pengamalan Pancasila dalam hal beragama dan kehidupan sosial yang rukun menjadi budaya khas kita-orang Indonesia