Peralihan dari orde lama ke orde baru ditandai dengan adanya suksesi kepemimpinan dari Soekarno ke Soeharto. Peralihan tersebut sejalan dengan berakhirnya kekuasaan Soekarno yang telah bertengger selama 22 tahun. Hal itu selaras dengan putusan pemberhentian Soekarno sebagai Presiden Indonesia pada Sidang Istimewa MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) yang diselenggarakan pada tahun 1967.Â
Pada tahun yang sama juga, tepatnya pada 12 Maret 1967, Soeharto diangkat menjadi Presiden Indonesia kedua menggantikan Soekarno dengan dasar pertimbangan atas kontribusi luar biasa Soeharto dalam menjaga stabilitas nasional Indonesia saat itu.Â
Era orde baru ditandai dengan berkuasanya Soeharto sebagai Presiden Indonesia---dengan waktu yang jauh lebih lama yaitu kisaran 32 tahun. Lamanya kuasa Soeharto tersebut tidak luput dari berbagai dinamika dan polemik di dalamnya, baik yang berpengaruh positif maupun negatif.Â
Lebih lanjut, hegemoni pada era orde baru sangatlah kuat memengaruhi berbagai aspek di lingkup kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat Indonesia, seperti halnya terdapat propaganda, kontrol media, dan berimbas pula pada perkembangan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) saat itu.
Propaganda
Dalam memastikan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang lancar sesuai dengan maksud dan keinginan pemerintah, berbagai propaganda yang dibungkus dengan berbagai jargon atau slogan turut mewarnai era orde baru.
Berbagai propaganda digalakkan untuk menciptakan citra pemerintahan yang baik dan kuat---dikemas melalui kebijakan dan pidato kenegaraan untuk menarik simpati masyarakat. Propaganda tersebut dimanifestasikan melalui slogan maupun jargon yang dibuat secara masif bertebaran di masyarakat.
Penggunaan slogan maupun jargon pada era orde baru diniatkan untuk menjaga stabilitas nasional demi kelancaran nasional, yang juga digunakan sebagai stimulus pembangunan.
Umumnya, jargon maupun slogan era orde baru ini bernuansakan Golkar, ABRI, Pancasila, dan pembangunan. Beberapa jargon atau slogan tersebut antara lain ABRI Pelopor Stabilisasi Politik dan Ekonomi; Hantjurkan Gerombolan Tjina Komunis; Kekaryaan ABRI Kebutuhan Republik; ABRI sebagai Universitas Rakyat; Soeharto "Bapak Pembangunan"; Pembangunan Tidak Bisa Dipisahkan dari Golkar; Korupsi dan Pungli Harus Dibabat sampai ke Akar-Akarnya; Golkar sebagai Kekuatan Politik Rakyat; Single Majority bukan Hanya Milik Golkar (Khairani, A. D. Z., & Suprijono, A., 2015).
Secara spesifik, terdapat slogan maupun jargon yang tertuang dalam konteks pers, kebijakan, politik, pembangunan, integrasi nasional, dan kesejahteraan sosial. Beberapa jargon atau slogan tersebut antara lain seperti Konperensi-Kerdja PWI Mendjebol Orde Lama; Pers Bebas dan Bertanggung Jawab; Orde Baru adalah Sikap Mental Bermoral Pancasila; Aku Nyoblos Golkar!; Menyeleweng Ditindak, Tak Bersalah Diayomi; Orde Baru adalah Orde Pembangunan; TVRI Menjalin Persatuan dan Kesatuan; Hanya dengan Pelita yang Berlanjut, Kebodohan dan Kemiskinan Bisa Diatasi; Dua Anak Cukup; KB, Listrik, dan Koran (Hadi, D. W., & Kasuma, G., 2012).
Kontrol Media