Generasi Literat Membuat Bumi Selamat : Baterai Berbahan Dasar Sampah Organik.
Penumpukan sampah batu baterai di sekolah
Sekolah adalah institusi pendidikan formal di mana proses belajar mengajar berlangsung secara terstruktur dan sistematis. Sekolah merupakan tempat di mana peserta didik mendapat bimbingan untuk mempersiapkan dirinya menghadapi tantangan di masa depan melalui kurikulum yang mencakup berbagai pengetahuan, pelajaran, ekstrakurikuler, keterampilan serta pengembangan karakter.
 Sekolah bertujuan menciptakan individu yang beriman dan bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki wawasan intelektual, keterampilan sosial serta akhlak yang baik dalam bermasyarakat. Dalam menjalankan perannya, sekolah membutuhkan dukungan sarana dan prasarana yang memadai seperti alat-alat elektronik lengkap.
 Alat elektronik yang dibutuhkan di sekolah seperti multimedia pembelajaran, speaker, mic dan lainnya. Microphone merupakan salah satu multimedia penunjang yang mendukung berjalannya kegiatan di sekolah.Â
Microphone yang sering digunakan akan menyebabkan batu baterai sebagai dayanya pun akan cepat habis. Hal ini mengakibatkan banyaknya sampah sisa pemakaian batu baterai di sekolah.
Sampah batu baterai adalah limbah yang dihasilkan dari baterai bekas pakai atau baterai yang tidak lagi memiliki daya dan tidak dapat digunakan. Batu baterai termasuk ke dalam kategori limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) karena mengandung berbagai bahan kimia beracun dan logam berat seperti merkuri, timbal, kadmium, dan nikel.
 Limbah ini sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia jika tidak dikelola dengan benar. Dampak dari sampah batu baterai di antaranya pencemaran lingkungan.Â
Jika dibuang sembarangan, bahan kimia dalam batu baterai dapat merembes ke tanah dan mencemari air tanah. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan mencemari sumber air bersih.Â
Logam berat seperti merkuri dan timbal sangat beracun jika terpapar oleh manusia yang dapat menyebabkan gangguan saraf, kerusakan organ bahkan kanker jika terakumulasi dalam tubuh. Pembakaran batu baterai di tempat pembuangan sampah bisa melepaskan asap beracun yang mengandung logam berat ke udara.
Bukan hanya sampah batu baterai bekas pakai yang dihasilkan di sekolah, melainkan penumpukan sampah organik pun turut andil dalam menyumbang peningkatan volume sampah.Â
Jika penumpukan sampah dibiarkan terjadi, maka sampah akan menghasilkan gas metana, karbon dioksida dan ammonia. Gas-gas yang dihasilkan turut sumbangsih dalam emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca ini yang akan menyebabkan pemanasan global.
Inovasi baterai ramah lingkungan
Sekolah memiliki peran penting sebagai tempat pendidikan sekaligus pembentuk karakter generasi muda, termasuk dalam membangun kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan.Â
Pendidikan lingkungan hidup yang diberikan di sekolah bertujuan untuk menciptakan generasi yang memiliki sikap peduli, cinta lingkungan dan mampu menjaga keberlanjutan alam.Â
Sekolah dapat mengadakan berbagai program dan kegiatan yang melibatkan siswa dalam praktik langsung menjaga lingkungan, seperti menanam pohon, program daur ulang, dan gerakan hemat energi. Melalui kegiatan ini, siswa belajar menjadi agen perubahan yang aktif dalam menjaga lingkungan.Â
Sekolah juga dapat mengajarkan siswa cara mengelola sampah dengan benar, misalnya dengan memilah sampah organik dan anorganik serta mengolah sampah menjadi kompos atau barang yang dapat didaur ulang. Pengelolaan sampah ini tidak hanya bermanfaat untuk lingkungan sekolah, tetapi juga dapat dibawa ke dalam kebiasaan sehari-hari siswa di rumah.
Oleh karena itu, percobaan pembuatan inovasi teknologi berbasis lingkungan sangat wajib untuk digalakan. Salah satu program inovasi yang dapat dilaksanakan adalah pembuatan batu baterai berbahan dasar sampah organik.Â
Langkah ini dimulai dengan menyediakan bank sampah limbah B3 berupa baterai bekas dan limbah organik berupa sisa makanan, sayur-mayur, kertas dan lainnya.Â
Proses diawali dengan pembuatan kompos di sekolah. Peserta didik ditemani guru pendamping akan membuat kompos dengan memanfaatkan limbah organik, gula, EM4 dan air. Semua bahan-bahan tersebut dicampurkan pada suatu wadah sesuai dengan perbandingan yang tepat.Â
Setelah itu tutup rapat dan diamkan hingga menjadi kompos kering yang siap pakai.Â
Kompos yang telah jadi akan diukur tingkat keasamannya menggunakan pH meter secara berkala. Setelah itu, kompos yang telah jadi akan dimasukkan ke dalam wadah limbah baterai yang telah dikeluarkan isinya terlebih dahulu. Pengecekan aliran Listrik akan diukur menggunakan Avometer. Semakin asam kompos, maka tegangan dalam baterai akan semakin besar.
Produk inovasi baterai ramah lingkungan ini membutuhkan banyak dukungan dari berbagai stakeholder. Kedepannya, inovasi ini diharapkan mampu memberikan secercah harapan dan solusi alternatif penumpukan limbah organic maupun B3.Â
Kolaborasi antara peserta didik dan guru merupakan bukti bahwa sekolah merupakan tempat yang tepat untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga yang berhasil melahirkan generasi berbakat.Â
Ide kreatif yang dikemukakan oleh peserta didik sudah selayaknya mendapatkan apresiasi maksimal serta ruang khusus untuk dikembangkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H