Mohon tunggu...
Dadang Darmansyah
Dadang Darmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di Badan Pusat Statistik

Lahir di kaki Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan, saat ini ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, penyuka olahraga dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepeda

2 September 2020   14:07 Diperbarui: 2 September 2020   13:55 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam tadi tidur agak gelisah. Padahal sholat isya sudah ditunaikan. Biasanya kalau habis sholat isya tidur akan nyenyak hingga menjelang shubuh. Entah kenapa, tidur malam itu dihiasi mimpi bertemu teman lama yang sudah lama tak bersua. Terbangun, tidur lagi... terbangun tidur lagi..seperti itu berulang-ulang. Mimpi itu seperti tak rela membiarkan tubuhku istirahat tenang setelah seharian beraktivitas.

Kupaksakan membuka mata. Jam dinding menunjukkan hampir jam 04.00 wib. Waktu sudah menjelang shubuh. Aku beranjak dari tempat tidur. Istriku sudah tidak ada di tempat tidur. Mungkin ia lebih dulu bangun. Saat itu terdengar suara piring beradu dari arah dapur. Oh...istriku sedang mencuci piring yang memang setiap hari selalu bertumpuk seperti habis hajatan.  Sementara jam segitu anak-anak masih tidur pulas. Kuambil handuk dan masuk kamar mandi.

Terdengar adzan shubuh dari mushola terdekat. Bergegas, kupakai koko dan peci. Tidak lupa membawa sajadah. “duluan ke mesjid ya...”ujarku kepada istri. “iyaa.” ujar istri dari arah dapur. Gruduk....gruduk..... khas suara pagar tua rumahku. Meski sudah diberi olie tetep saja berisik. Baru beberapa langkah keluar dari pekarangan, kulihat ada dua pot gantung tergeletak di bawah jalan aspal depan rumah. “kenapa kok ada pot di bawah!?” teriakku. Istriku dari dalam rumah menjawab ”biasanya kesenggol kucing!”. Memang di rumahku sering berkeliaran kucing liar. Bisa empat ekor kucing yang berkeliaran di pekarangan rumah. Sebelnya kadang cuma numpang kencing dan buang kotoran di tanah bekas taman yang belum sempat dibereskan. Heeem.. tempat favorit buat kucing.

Sholat shubuh usai. Seperti biasa, kami tak langsung pulang ke rumah. Berkeliling perumahan adalah kegiatan rutin setelah sholat shubuh. Itung-itung olah raga sambil menghirup udara segar. Kegiatan ini bisa menghabiskan waktu 20 menit karena rute yang kami tempuh tidak terlalu jauh. Waktu yang paling santai, sambil membicarakan banyak hal. Dari urusan anak-anak hingga urusan isyu nasional tak luput dari tema pembicaraan kami. Bak pengamat senior saja, semua hal dibicarakan hingga tiba di rumah.

Segelas teh hangat dengan pemanis gula batu cair dan irisan jeruk lemon terhidang di meja. Istriku selalu menyiapkan minuman mengawali pagi. Kadang ditemani dengan ketan goreng dan juga kue ‘onde’. Sambil duduk manis di ruang tamu. Kubuka HP androidku, kali aja ada pesan penting di WAG yang jumlahnya puluhan. Malas sebetulnya buka WAG pagi-pagi begini. Tapi mungkin saja ada info terupdate yang harus segera ditindaklanjuti. Tak terasa hari sudah siang. Matahari nampak sudah  sedikit naik. Kuintip lewat kaca jendela suasana di luar rumah sudah terlihat agak terang. Kubuka pintu depan, melihat-lihat teras dan suasana depan rumah di saat pagi hari.

Di teras berjejer sepeda motor. Ada tiga motor terparkir di sana. Motor yang biasa dipakai saya, anak laki-laki saya dan anak perempuan saya. Di sebelahnya juga berjejer sepeda ‘federal’, ‘polygon’ dan onthel. Ada yang aneh. Saya tak melihat ‘polygonku’ terparkir di sana pagi itu. Oh...mungkin anak perempuanku yang pakai pikirku. Tapi....bukankah anak perempuanku sedang sakit diare. Sudah tiga hari dia diare. “yang pake sepeda polygon siapa ya??”tanyaku kepada si sulung anak laki-lakiku yang berada tidak jauh dari teras. “ga ada yang pake?”ujarnya. Deg...perasaanku sudah tak enak. Bergegas saya cek ke kamar depan. Benar anak perempuanku sedang berbaring karena memang sedang sakit. Blasss...sepeda hilang dicuri!!

Seperti detektif Conan. Investigasi TKP dilakukan. Ternyata pot gantung yang tergeletak di jalan aspal yang kulihat shubuh tadi ulah pencuri. Beberapa pot kecil juga berjatuhan. Ada beberapa jejak sepatu asing di lantai teras rumah. Sepeda hilang itu diletakan di bagian tengah diapit dua sepeda lainnya. Pencuri itu seolah paham mana di antara sepeda itu yang paling berharga di pasar gelap. Spesialis pencuri sepeda!!. Bukankah pasaran sepeda pasca pandemi colas (covid-19) sedang tinggi-tingginya. Sepeda kesayangan yang sehari-hari dipakai ke warung, ke mesjid, ke kantor dan berolahraga di saat libur.

Ada rasa kesal, kaget, dan nyesel. Bercampur aduk perasaan tapi mencoba tetap tenang dan berusaha untuk tidak menyalahkan siapapun. Semua sudah terjadi. Seketika saja teringat nasihat guruku almarhum (semoga Allah merahmati) tentang cerita sendal baru yang hilang dicuri saat acara pengajian di mesjid. Almarhum berkata setiap musibah apapun selalu ada hikmah. Jika datang musibah tidak ada sikap terbaik kecuali mendoakan.

Agar menjadi kebaikan akupun berdoa:

“Ya, Allah jika dia yang mencuri karena kelaparan, maka ampunilah aku, karena saudaraku berada dalam kelaparan sampai harus mencuri, sementara aku dalam keadaan kenyang. Jika dia mencuri karena perilaku buruknya, maka jadikanlah kejahatan yang ia lakukan menjadi kejahatan terakhir, kemudian ia bertobat dan menjadi orang baik, hanya kepadaMu aku berserah diri dan bertawakkal”. Kami memang butuh sepeda itu tapi mungkin ada yang lebih membutuhkannya. Setiap kita selalu bersiap untuk kehilangan sesuatu yang kita sayangi bahkan orang-orang yang kita cintai sekalipun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun