Mohon tunggu...
Dadang Setiawan
Dadang Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia biasa-biasa saja

You'll Never Walk Alone. YNWA!

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Kambing Hitam Itu Bernama DPT

10 April 2019   08:35 Diperbarui: 10 April 2019   09:14 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam setiap pergelaran pemilihan kepala daerah, baik itu pemilihan  bupati, pemilihan walikota, dan pemilihan presiden, Daftar Pemilih Tetap  yang dikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum, biarpun telah  disepakati dan ditandatangani  oleh pihak-pihak yang terlibat, selalu  menjadi kambing hitam dari banyak fihak yang merasa dirugikan.

Alasan para fihak yang merasa dirugikan atas kekalahannya adalah adanya penggelembungan DPT dengan  penambahan nama fiktif, adanya warga negara asing yang terdaftar, dan data ganda.

Dari pengalaman saya yang pernah   menjadi anggota KPPS dan pernah pula ikut terlibat dalam penyusunan  Daftar Pemilih Tetap di KPU Kota saat pemilihan presiden dan pemilihan legislatif tahun 2009 dan pemilihan  walikota di tahun berikutnya dapatlah saya memberi beberapa  penyebab ketidakakuratan Data Pemilih Tetap   dengan segala kelemahannya yang klasik.

1. Saat menjadi anggota KPPS, saat mengisi Kartu Undangan untuk nama-nama yang terdapat di DPT, saya menemukan banyak nama ganda. 

Setelah ditelusuri, karena nama-nama ganda  tadi banyak yang saya kenal karena berada di RT yang  sama, saya melihat terdapat  keanehan. Misalnya, ada dua nama yang sama,  berada dalam urutan yang berjauhan dalam DPT, tetapi saya kenal nama yang berada di  urutan atasnya. 

Ternyata nama yang sama itu  berasal dari dua Kartu Keluarga yang berbeda. Nama pertama muncul di Kartu Keluarga anaknya, dan nama kedua karena namanya tertera di Kartu Keluarga keponakannya dimana sekarang dia tinggal. Dan banyak lagi nama ganda karena adanya pemecahan Kartu Keluarga, tapi dilaporkan ke fihak RT. 

Dari kejadian tersebut  dapat ambil kesimpulan bahwa pada saat pendataan warga yang berhak memilih di RT saya, Tenaga Pendata tidak menjalankan tugas sesuai dengan petunjuk teknis yang diberikan. 

Tenaga Perdata itu tidak mendatangi warga, tapi asal ambil data yang dipegang oleh ketua RT. Tembak di atas kuda, istilah orang Jambi. Kebetulan ketua RT adalah bapak dari sang tenaga pendata. Bayangkan kalau ada sejuta saja Tenaga Pendata melakukan modus yang sama. 

2. Saat menjadi Tenaga Penyusun DPT di KPU Kota, saya dan tim mengalami kesulitan karena adanya beda pemahaman dengan Tim Penyusun dari Kecamatan. 

Tahap awal dari penyusunan DPT, Tim dari Kecamatan menyerahkan DPT ke KPU Kota. Dari daftar nama tersebut, Tim Penyusun DPT KPU Kota mencari nama-nama yang sama berdasarkan kesamaan  nama, tempat dan tanggal lahir serta  melakukan pemilahan. 

Setelah ditemukan nama-nama ganda,  Tim Penyusun DPT KPU Kota melaporkan kepada KPU Kota untuk  ditindaklanjuti oleh Kecamatan yang bersangkutan. Dan menjadi lucu saat Tim Penyusun DPT KPU Kota menerima DPT terbaru dari Kecamatan, sesuai klaimnya, yang ternyata masih DPT pertama yang mereka serahkan tanpa ada perubahan apa pun. 

Akhirnya, Tim Penyusun DPT KPU Kota kembali melakukan pencarian nama ganda dan melakukan penghapusan nama ganda  tanpa melakukan klarifikasi kepada Kecamatan yang bersangkutan. 

Banyaknya nama ganda bertambah ketika DPT tiap Kecamatan disandingkan dengan mengikuti pola kesamaan nama dan  tempat  tanggal lahir. 

Yakinlah,  dalam penyusunan DPT, Tim Penyusun DPT,  sudah berusaha semaksimal  mungkin mewujudkan DPT yang ideal, tanpa niat melakukan penggelembungan suara, memasukkan nama fiktif, ataupun mencantumkan warga yang tidak berhak,  tapi kendala sistem pencatatan identitas warga negara menjadi penyebabnya.

DPT akan tetap carut marut selama belum adanya kesadaran warga negara dalam melihat pentingnya identitas  diri   dalam bernegara. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun