Mohon tunggu...
Dadang Setiawan
Dadang Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia biasa-biasa saja

You'll Never Walk Alone. YNWA!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Anak Muda, Mana Jiwa Nasionalis-mu?

28 Oktober 2010   21:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:01 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

ANAK MUDA, MANA JIWA NASIONALIS-MU?

Nasionalisme pemuda yang pernah dirumuskan dengan kuat lewat sumpah ”Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa” tampaknya mulai kehilangan makna historisnya. Kebanggaan dan rasa nasionalisme yang melekat pada pemuda saat ini tumbuh di atas dasar ikatan sosial yang melemah.

Sumpah Pemuda yang dikumandangkan 82 tahun lalu, 28 Oktober 1928, adalah peristiwa yang menjadi bukti kuatnya nasionalisme pemuda. Kebulatan tekad yang dilahirkan dalam Kongres Pemuda II itu merupakan salah satu tonggak sejarah yang menunjukkan begitu dominan peran pemuda Indonesia, terutama dalam usaha menghapus kolonialisme.

Mulai dari era Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda 1928, hingga Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 1945, pemuda selalu menjadi motor dalam setiap peristiwa penting. Bahkan, pada era setelah kemerdekaan, seperti peristiwa tahun 1966 dan era reformasi 1998, pemuda Indonesia masih menjadi elemen penting sebagai pendorong perubahan di negeri ini.

Namun, peran pemuda Indonesia sebagai agen perubahan bangsa belakangan ini justru menunjukkan retaknya ikatan dan perannya justru sering kali bertolak belakang. Alih-alih menjadi motor dalam memperbaiki keadaan, belakangan ini di berbagai peristiwa acap kali pemuda justru menjadi pihak yang dominan dalam memperburuk keadaan.

Persoalan lain yang cukup membuat miris publik dan kalangan pemuda terhadap generasi muda saat ini adalah berkaitan dengan rendahnya kepedulian pemuda terhadap kepentingan bangsa. Sekitar tiga dari empat responden, baik responden dalam kelompok usia pemuda maupun kelompok usia di atasnya, menilai pemuda Indonesia saat ini lebih mementingkan kepentingan kelompok ketimbang kepentingan bangsa.

Untuk lebih jelas dan sempurna informasi, silakan lihat :

http://cetak.kompas.com/read/2010/10/25/02335651/pemuda.di.latar.ikatan.yang.melemah

Sudah terlalu banyak pernyataan dari pelbagai kalangan masyarakat yang menyatakan bahwa rasa nasionalisme generasi muda Indonesia sudah pudar, luntur, menurun, dan banyak lagi lainnya. Sudah banyak pula jajak pendapat yang mendukung asumsi tersebut. Tapi, benarkah rasa nasionalisme pemuda Indonesia sudah luntur? Saya berani jawab,”TIDAK!”

Berani mengatakan TIDAK berarti harus bisa mempertangggungjawabkannya, bukan? Oke. Akan saya tunjukkan hasil analisis dan pengamatan saya yang tentu saja ilmiah.


  1. Pada tahun 1928, Sumpah Pemuda digelar. Peran pemuda Indonesia sangat dominan, terutama untuk menghapus kolonialisme.
  2. Pada tahun 1945, Pemuda-Pemuda Indonesia merebut kekuasaan dari penjajahan dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikumandangkan.
  3. Masih di tahun 1945, pemuda Indonesia, di Surabaya, Bandung, Palembang, dan hampir diseluruh wilayah Indonesia, bergejolak untuk mengusir penjajah Belanda.
  4. Di era 1966, Para pemuda bersatu mengganyang Orde Lama.
  5. Tahun 1989, kembali Para pemuda Indonesia menggeliat melawan kediktatoran Soeharto dengan ORBA-nya.
  6. Terakhir sekali, 20-10-2010, para pemuda turun ke jalan untuk memperingati satu tahun masa pemerintahan SBY.

Dari runtutan peristiwa-peristiwa yang telah menjadi catatan dalam sejarah perjalanan bangsa ini, dapat ditarik satu benang merah, yaitu masing-masing peristiwa mempunyai satu tujuan, istilah jalanannya satu agenda,  yang hendak dicapai. Itulah yang disebut MUSUH BERSAMA. Istilah ini tercetus dari hasil Diskusi Mingguan HMI Korkom Unisba kala penulis masih berstatus mahasiswa dan ternyata masih nyambung sampai kini.

Adanya satu musuh bersama menyebabkan para pemuda yang tenggelam dalam aktivitas keseharian mereka bangkit, bersatu membentuk kelompok, dan bergerak untuk melawan musuh bersama tadi. Setelah berhasil mengalahkan sang musuh bersama, mereka pun kembali tenggelam dengan setiap aktivitasnya yang, tentu saja, sesuai dengan kehidupanzaman mereka untuk kembali bangkit begitu musuh bersama timbul.

Permasalahan timbul ketika masing-masing kelompok masyarakat, kelompok kepentingan, mempunyai satu musuh bersama sendiri. Hal ini yang menyebabkan timbulnya benturan kepentingan diantara komponen masyarakat dandisetiap benturan tadi, pemudalah yang berdiri di garda depan.

Sejarah perjalanan dunia telah membuktikan bagaimana “musuh bersama" menjadi senjata andalan yang ampuh untuk mencapai tujuan suatu rezim pemerintahan. Banyak contohnya, yaitu:


  1. Negeri Para Mullah, Republik Islam Iran, mempunyai musuh bersama, yaitu Si setan besar, Uwak Sam.
  2. Masyarakat Uwak Sam bangkit jiwa nasionalisnya ketika Om Bush mengajak untuk melawan teroris dengan menghalalkan segala cara.
  3. Orde lama dengan Anti Neokolonial-nya.
  4. Sedangkan Soeharto mencap orang-orang yang tidak sepaham dengan gelar Komunis.

Sekarang apa yang harus dilakukan oleh Pemerintahan EsBeYe? EsBeYe harus menciptakan satu musuh bersama agar masyarakat Indonesia kembali bersatu. Bukannya, seperti saat ini, malah menjadi “musuh bersama” bagi kalangan muda Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun