Mohon tunggu...
Dadang Kurnia Ers
Dadang Kurnia Ers Mohon Tunggu... -

nama saya dadang kurnia, semua yang tertulis untuk eve, seorang yang tidak ada tetapi ada.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mimpi

13 Juni 2013   20:10 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:04 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bekas kerutan di bawah matanya masih telihat jelas, entah sisa bergadang semalam atau sisa gulungan gelombang yang mengikiskan dinding-dinding perasaan yang bisa sampai membuat, meneteskan beberapa gumpala air yang menjamahi lekuk-lekuk wajah, dan membuat kerutan di bawah kantong mata.

melati namanya, perempuan yang berperawakan tidak tinggi namun cukup terlihat tinggi di mata ku, wajahnya yang menurut sebagian orang cukup menggoda, karna dianugrahi Tuhan, beberapa anggota tubuh yang tidak membuat jenuh ketika dipandang. Ialah perempuan yang mampu merubah dan membuat aku mengerti apa yang selama ini ku dapat dari seorang perempuan yang selalu ada di dalam hidup ku. Mulanya mungkin semua tidak pernah menduga, bahkan aku pun tak pernah menduga, halaman yang sudah ku pagari rapat-rapat dengan jeruji besi.kini bisa di masuki olehnya.

Haaaa... entah sudah berapa kali aku muak dan hujan terus menguyuri ku tanpa pernah memberi aku kesempatan barang sedetik saja. Aku memang terlalu bodoh dan masih belum banyak mengenal apa itu sayang, tetapi aku merasa cukup tahu dan mengerti apa itu sayang dari seorang wanita yang setiap hari selalu ada di dalam kehidupan ku. Mulai dari memejamkan mata, membuka mata dan memejamkan mata kembali, aku jadi cukup merasa tahu apa itu sayang. “Ya begitulah manusia, padahal baru tahu setetes, tetapi selalu berlaga sudah tahu banyak, padahal jika disadari, sedalam apa yang dirasakan, hanyalah sebagian kecil dari kekuasaan Tuhan, tetapi manusia selalu melebih-lebihkan seakan-akan dirinya seperti Tuhan”. Ucapan ku pada diri ku sendiri.

Seperti seorang pendaki gunung yang gagah berani, aku mencoba menentukan arah tujuan ku sendiri mengikuti kata hati yang masih egois dan hanya berlaga banyak tahu tentang permasalahan di dalam kehidupan. Entah apa yang ku cari dalam rute yang aku pilih, hanya sekedar mencoba atau untuk membuktikan apa yang ku dapat dari wanita yang selalu ada di dalam hidup ku.

Di rute perjalan ku yang pertama aku melihat seseorang, entah siapa dia, aku pun tidak mengenali dia, hanya karena kebodohan ku, aku berucap kata sayang kepada dia secepat kilat menyambar, tanpa memperhitungkan apa-apa terlebih dulu. Yaa, dia memang menerima diri ku, tetapi semua itu hanya berlangsung sesaat pula seperti petir menyambar, walau semua terjadi seperti kilat menyabar tapi cukup menyakitkan dan membuat ku tidak percaya, dan aku pun ditelan hujan. Ini bukan hujan pertama yang ku terima, tetapi hujan pertama yang ku terima dari seseorang perempuan.

Ya..... Aku tak seberapa kenal dia, tetapi aku berucap lagi secepat kilat menyambar, lagi-lagi aku masih saja bodoh, walau aku sudah hampir 11 tahun menduduki bangku formal, terasa tidak bermanfaat pengetahuan yang ku terima, ketika aku mengulangi lagi kebodohan tersebut. Mungkin aku memang benar-benar bodoh, selalu belaga mengetahui segala sesuatu tetapi sebenarnya tidak sama sekali, karna aku selalu menganggap suara-suara pengetahuan itu sebagai angin lalu yang mengelitik telinga ketika aku duduk di bangku formal. Ya... memang dasar aku yang bodoh, apa hubungannya suara-suara yang ku dengar di bangku formal itu, ketika aku menghadapi masalah seperti ini, toh selama aku duduk di bangku formal itu, aku tidak pernah sekalipun mendengar suara-suara yang memjelaskan tentang kejadian yang ku alami, sejeank pikiran ku diskusi dengan diri ku sendiri.

Ku ucap lagi kata sayang, secepat kilat menyambar, dan berakhir pula smua sekedip mata ketika melihat kilat menyambar, dan kembali aku ditelan hujan. Makin geram aku merasakan kekacauan di diri tiap kali hujan kembali menguyur tubuh ku, ku ucap berjuta sumpah serapah, ku lumat semua yang kurasakan, ku tantang hujan yang menguyur ku tanpa sehelai benang pun di tubuh ku, aku benar-benar seperti monter yang siap melap kurcaci, dan langsung ku pagari halam ku dengan jeruji-jeruji besi agar tak ada lagi yang bisa memasuki. Haaa...... lelah rasanya, setelah melakukan semua itu, ku rebahkan sejenak, tubuh ku.sampai tak sadar aku terlelap.

Di pagi yang masih malu, aku terjaga, sekejap rasa sisa dingin hujan semalam langsung mendekap tubuh ku sampai masuk ke tulang,dan terasa membekukan sum-sum tulang ku, ketika melihat layar kecil yang berisikan huruf-huruf yang berjajar menjadi sebuah kalimat penyesalan. Diam sejenak pandangan dan pikiran ku dalam layar kecil itu.

Haaaaaaa....... apa lagi ini, kata ku dalam hati.

Setengah malas ku pijakan kaki, terus melangkah dan mengacuhkan layar keci itu untuk menuju kamar mandi untuk membasuh muka dan segerah bercengkraman dengan orang-orang terdekat ku. Untuk bebrapa angka yang terlewati, aku memang lupa dengan kata penyesalan yang terpampang di layar kecil itu, karna kehangatan yang kurasakan ketika berdekatan dengan orang-orang terdekat ku. Tetapi aku kembali ingat ketika aku kembali ke kamar dan melihat kalimat penyesalan yang terpampang di layar keci itu, ku genggam gengam layar itu, lalu ku tutup kalimat penyesalan dari layar kecil ku, dan ada beberapa pesan yang belum terbuaka di layar kecil ku. Ketika ku buka satu persatu pesan tersebut, layar kecil ku hanya memuntahkan isi pesan yang berisi renggekan, berkelana sejenak pikiran ku dalam diam, dalam keadaan yang bercampur aduk, ku balas renggekan itu dengan kata kasar yang aku harap bisa menghentikan renggekannya dan membuat dia bisa pergi dari kehidupan ku. Balasan pesannya pun sekarang terasa mengandung kekecewaan, ya memang itu yang ku harapkan agar dia bisa pergi dari kehidupan ku.

Ya.. seperti itu lah kenyataan, tanpa sadar aku telah tertinggal, selagi berbulan-bulan aku asik menata kehidupan, ah... tetapi apa iya aku ini menata kehidupan, tanya ku kepada diri sendiri, hey... diri, aku rasa aku hanya terus menghindar dari kenyataan bukan menata kehidupan. Memang benar, apa kamu baru sadar, kamu hanya menghindar tanpa pernah menata kehidupan, selama ini yang jelas-jelas kamu lakui hanyalah memagari halaman perasaan mu sendiri dengan jeruji besi hingga nyaris setitik cahaya pun tidak bisa menyelinap masuk kedalam perasaan mu, tanpa pernah kau sadari, bukan memperbaiki, malah membuat halaman mu menjadi gurun salju. Hahahahahaha.... dasar bodoh kau, selau berlaga tahu, tetapi nyatanya tidak tahu. Dialok ku dengan diri ku sendiri.

Dialok ku dengan diri ku, membuat aku merasa terlihat bodoh, dan menjadi semakin bodoh karna aku selalu tidak melakukan apa-apa, aku hanya diam, bersenang-senang, dan melakukan segala hal, bukan untuk sebuah penerimaan, melainkan hanya untuk pemakluman sementara.

Entah berapa lama sudah aku hanya membuat pemakluman sementara, tanpa memikirkan halaman ku, haaa... sudah jadi gunung es kah kau sekarang?. Gunung es yang susah untut didaki dan yang dinginnya mampu membangunkan bulu-bulu halus di seluruh tubuh, ketika baru menginjakan setapak kaki.

Senin, selasa, rabu, kamis, atau minggu, entah lah, terlalu susah untuk diingat dan terlalu panjang jika ditulis, bisa-bisa menghabiskan berlembar-lembar kertas. Gunung es ku memang belum mencair, tetapi aku merasakan jeruji besi yang mengelilingi gunung es ku, dilumat perlahan-lahan oleh karat, apa iya ini karat? Tanya ku untuk diri ku. Perlahan-lahan aku merasakn gunung es ku mencair.

Mungkin dia karat, tetapi aku rasa dia bukanlah karat, dialah serpihan kecil bola api berwarna oranye yang mampu melelehkan jeruji besi dan mencairkan gunung es ku, ialah melati, perempuan yang mampu merubah segalanya dan membuat aku mengerti, apa yang selama ini ku dapat dari seorang perempuan yang selalu ada di dalam hidup ku.

Kebersamaan kami memang tidak pernah ada yang bisa menyangka, bahkan aku pun tidak bisa menyangka akan seperti ini jadinya, semua di luar kendali kami, memang ku lakukan secepat kilat menyambar lagi, tetapi kali ini mungkin kilat ku berbalik menyambar diri ku sendiri, dalam jangka waktu yang singkat aku bisa belajar dan menjadi mengerti apa yang selama ini ku dapat dari perempuan yang selalu ada di dalam hidup ku, kedekatan kami hari demi hari, terasa indah danku jadikan tempat pembelajaran yang tidak pernah ku dapat di bangku formal.

Aku memang tidak ingin menulis terlalu banyak tentang kenangan yang yang teramat banyak dan indah bagi ku, bukan karna akan menghabiskan berlembar-lembar kertas, tetapi mengingat semua itu, sama saja berkali-kali menghujani pisau tajam ke jantung ku, hanya rasa sakit yang ku dapat tetapi aku tidak akan pernah bisa mati, mengingat mu sama saja mencoba bunuh diri tetapi tidak akan pernah bisa mati. Aku hanya bisa menuliskan kata “dulu aku benar-benar merasakn kenyamanan dan halaman ku bisa ditumbuhi beraneka ragam bungan atas kehadirannya”. Dan yang paling berharga ku dapat dalam waktu singkat kebersamaan kami adalah, “ketika sayang bisa dijelaskan itu sama saja hanya sebuah rayuan, tetapi ketika sayang tidak bisa dijelaskan, walau kita memaksa memeras otak, dan melihat berjuta-juta barisan huruf yang terangkai untuk mencari jawaban, sayang yang sebenarnya tidak akan mempunyai jawaban, hanya sebuah kediaman dengan bibir yang tidak mampu berucap, karena tidak ada satu kata pun yang bisa disejajarkan dengan apa yang dirasakan”.

Dalam diam ku, terdengar samar-samar suara. Sekarang kamu sudah besar yaa pecudang, ucapan kasar dari dalam diri sendiri, tetapi sama saja, kamu tetaplah pecudang hahahahahahahahaha...

Haaaa….. dengan nafas yang hampir habis, aku pun terbangun.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun