Mohon tunggu...
Muhammad Dadang Kurnia
Muhammad Dadang Kurnia Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Nomad & Marketer

A Digital Nomad who passionate in Marketing and Writing.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lika-liku Perjalanan Menuju Perantauan

25 November 2019   21:14 Diperbarui: 25 November 2019   21:21 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum merantau ke Batam, gue beristirahat sejenak dari tanah rantau. Karena memang sejak 2010 gue udah merantau ke Pekanbaru untuk kuliah, dan sejak 2014 udah jarang pulang kerumah orang tua di Dumai karna gue lebih memilih untuk backpackeran ke Jawa ataupun berpetualang ke Padang Sumatra Barat.

Maka pada September 2015, inilah saatnya gue untuk istirahat dan mengabdi sejenak membantu keluarga dirumah mulai dari menyapu, nyuci piring, serta nganterin adek paling bungsu pergi sekolah dan les.

Namun apalah daya, gue yang bosenan, hanya bertahan sebentar ditanah kelahiran. Hari-hari gue isi dengan pikiran stress yang tak kunjung mendapat kejelasan soal pekerjaan, gue pun mulai mengantar surat lamaran mulai dari Pegawai Bank, BPJS, Guru Honor, hingga bekerja Pabrik di Kawasan Industri Dumai. Ya, Kota Dumai tercinta ini memang terkenal sebagai Kota Industri dan sangat banyak lowongan untuk bekerja pabrik disana.

Tapi itu semua bukanlah pekerjaan pilihan gue, dan nggak sesuai dengan keinginan gue yang ingin berkeliling Indonesia. Melamar kerja hanyalah paksaan dari Mama, dan karna setengah hati, tak satupun pekerjaan yang hinggap. Bukannya sedih, gue malah bersyukur.

Hingga akhirnya, akhir bulan september 2015, dikala masih belum mendapat kejelasan soal pekerjaan, gue memutuskan untuk kembali packing barang-barang dan mulai menyicil puzzle tempat-tempat yang gue kunjungi.

Awal oktober, gue izin balik ke Pekanbaru, dengan alasan mengambil ijazah. Dan, maafkan ya anakmu ini ma, pa, karna sejak saat itu abang udah berniat untuk langsung explore Indonesia, begitu ijazah sudah ditangan. Anakmu ini ingin backpackeran, mencari pekerjaan di tanah rantau, apa saja, asalkan untuk bertahan hidup. Dan gue beruntung memiliki ijazah S1 dan bisa sedikit berkomunikasi Bahasa Inggris.

Yang sangat disayangkan adalah niat ini gue pendam, nggak dibicarakan dulu kepada keluarga, karna gue udah bisa menebak hasilnya, 

Tidak Boleh!!

Begitu ijazah sudah bisa diambil, gue langsung menyegarkan pikiran dengan mendaki Gunung Talang yang ada di Sumatra Barat, 2 malam gue habiskan disana bersama teman-teman, kopi, indomie, dan lagu Budi Doremi, sambil berpikir lebih dalam tentang hidup dan menentukan purpose of life.

I Love Indonesia (dokpri)
I Love Indonesia (dokpri)

Setelah turun dari Gunung Talang, gue langsung memesan tiket flight dari Pekanbaru menuju Batam. Tapi pucuk dicinta, bencana malah tiba. Provinsi Riau ditutupi bencana asap tebal, sehingga membuat semua flight pada hari  itu dibatalkan. Kacau, sungguh kacau!

Gue udah merencanakan matang-matang semuanya, begitu sampai di Batam malamnya gue udah ada schedule untuk meeting dengan salah satu bos project disana untuk interview kerjaan. Semua rencana jadi kacau, amburadul.

Gue menelpon teman yang ada di Batam, dia mengatakan setidaknya besok malam gue udah harus di Batam buat interview kerjaan. Sementara besok belum ada kejelasan soal flight menuju Batam dari Pekanbaru. Satu-satunya jalan gue harus balik lagi ke Dumai malam itu, untuk mengejar keberangkatan besok paginya naik kapal laut menuju Batam.

Namun di perjalanan menuju ke Dumai pada malam harinya, masalah selanjutnya timbul. Gue harus bersitegang dengan Mama yang masih nggak mengizinkan untuk merantau, apalagi kota pilihan gue itu adalah Batam.

Perdebatan mulut via telpon ini nggak berlangsung lama, tapi sangat membekas di hati, terutama hati mama. Papa nggak bisa membantu untuk menetralkan dikarenakan saat itu masih di Medan untuk urusan dinas.

So, gue berangkat paginya menuju Pelabuhan Dumai, diantar oleh Taufik, sahabat gue sejak kecil. Dan mama diam-diam mengikuti dari belakang menggunakan sepeda motor, salah satu hal paling sedih dan dramatis dalam hidup gue.

Kalo inget kejadian ini, bawaannya selalu ingin menelpon mama dan meminta maaf. Tapi itu hanya bawaannya aja, entah langsung ditelpon entah tidak. Hmm

Sebelum berangkat, gue salam dan mencium tangan mama, selanjutnya gue juga salaman dengan sahabat kecil gue, Taufik, dia juga sempat mengambil foto gue dengan mata yang masih sedikit beraer.

Pelabuhan Dumai menuju Batam, 2015 (dokpri)
Pelabuhan Dumai menuju Batam, 2015 (dokpri)

Artikel Asli gue: dangkurexplorer.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun