Setelah turun dari Gunung Talang, gue langsung memesan tiket flight dari Pekanbaru menuju Batam. Tapi pucuk dicinta, bencana malah tiba. Provinsi Riau ditutupi bencana asap tebal, sehingga membuat semua flight pada hari  itu dibatalkan. Kacau, sungguh kacau!
Gue udah merencanakan matang-matang semuanya, begitu sampai di Batam malamnya gue udah ada schedule untuk meeting dengan salah satu bos project disana untuk interview kerjaan. Semua rencana jadi kacau, amburadul.
Gue menelpon teman yang ada di Batam, dia mengatakan setidaknya besok malam gue udah harus di Batam buat interview kerjaan. Sementara besok belum ada kejelasan soal flight menuju Batam dari Pekanbaru. Satu-satunya jalan gue harus balik lagi ke Dumai malam itu, untuk mengejar keberangkatan besok paginya naik kapal laut menuju Batam.
Namun di perjalanan menuju ke Dumai pada malam harinya, masalah selanjutnya timbul. Gue harus bersitegang dengan Mama yang masih nggak mengizinkan untuk merantau, apalagi kota pilihan gue itu adalah Batam.
Perdebatan mulut via telpon ini nggak berlangsung lama, tapi sangat membekas di hati, terutama hati mama. Papa nggak bisa membantu untuk menetralkan dikarenakan saat itu masih di Medan untuk urusan dinas.
So, gue berangkat paginya menuju Pelabuhan Dumai, diantar oleh Taufik, sahabat gue sejak kecil. Dan mama diam-diam mengikuti dari belakang menggunakan sepeda motor, salah satu hal paling sedih dan dramatis dalam hidup gue.
Kalo inget kejadian ini, bawaannya selalu ingin menelpon mama dan meminta maaf. Tapi itu hanya bawaannya aja, entah langsung ditelpon entah tidak. Hmm
Sebelum berangkat, gue salam dan mencium tangan mama, selanjutnya gue juga salaman dengan sahabat kecil gue, Taufik, dia juga sempat mengambil foto gue dengan mata yang masih sedikit beraer.
Artikel Asli gue: dangkurexplorer.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H