Mohon tunggu...
Dadang HuzaziRahman
Dadang HuzaziRahman Mohon Tunggu... Guru - Poto pribadi

Bekerja sebagai guru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kiriman Foto

15 Mei 2024   21:27 Diperbarui: 15 Mei 2024   21:39 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Selepas isya saya duduk dan membuka pesan masuk di smartphone. Benar saja, beberapa pesan grup telah masuk. Salah satunya pesan grup teman-teman guru SMPN 3 Satu Atap Sobang. Grup itu dibuat tanpa ada kepala sekolah. Itu alasan mengapa saya masih tetap berada di sana.

Saya membuka, lalu membaca, dan berkomentar. Menimpali tema yang sedang dibincangkan teman-teman. Di sela percakapan ada link google drive yang disematkan. Link berisi poto siswa kelas 9 yang baru menyelesaiakn ujian akhir, dan segera meninggalkan sekolah itu.

Menjumpai mereka lewat gambar, sudah cukup menjadi penawar rindu. Senyumpun menyeruak. Terlintas kenangan manis yang pernah terukir saat membersamai mereka.

Sekarang mereka nampak cantik, dan tampan. Tak seperti dulu saat saya meninggalkannya. Mereka benar-benar sudah remaja. Nampak bisa merawat diri, sepertinya mereka sudah mulai tertarik dengan lawan jenis.

Saat terakhir bersama mereka, kami berbincang banyak di kelas. Saat itu, sekolah sedang direnovasi. Belajar dilakukan di perpus tanpa meja dan kursi. Banyak hal yang saya sampaikan kepada mereka. Menyelipkan nasihat saat bersama, bukan hal aneh yang saya lakukan, dan mereka dengarkan. Mereka tak tau jika itu kesempatan terakhir kebersamaan kami.

Derai tawa menghiasi perbincangan itu. Saya coba menghibur mereka lewat kata-kata bermakna. Saya mengingatkan mereka banyak peristiwa. Saat bersama ngaliwet di sisi *cai Ciminyak.* Meraka mandi di sungai yang deras, dan saya yang mengawasi dari tepian. Belajar saat sore hari sambil *metis* di sekolah.  Berlatih seharian hingga jelang lomba yang diadakan dinas pendidikan.

Saya menutup sesi dengan mengucapkan salam perpisahan. Ungkapan maaf dari saya, guru yang banyak kekurangan saat mengajari mereka di dalam kelas. Guru yang jauh untuk bisa dijadikan panutan bagi mereka. Guru yang sedikit pengetahuan, tapi kaya dengan semangat.

Satu-persatu mulai tertunduk, tak ada lagi kata yang terucap dari bibir mereka. Kabar kepergian saya yang terhembus, ternyata benar adanya. Ya, kini kami harus berpisah.

Mereka mulai mendekat, antara kami nyaris tak ada jarak. Tangis mulai pecah, badan ini dipeluk dengan derai air mata anak-anak polos. Nampak mereka terpukul dengan perpisahan ini.

Bukan mereka saja yang bersedih. Hanya karena ingin terlihat tegar, senyum ini terus terlontar. Belasan tahun mengajar di sekolah yang siswanya miskin motivasi, hingga mereka punya semangat untuk sukses. Bisa membanggakan orangtuanya. Mengharumkan nama kampungnya. Kampung kecil di atas gunung yang sulit diakses. Kini sudah banyak dikenal banyak orang.

Suka atau tidak, pada saatnya langkah akan terhenti. Langkah baru menuju arah lain harus juga ditunaikan. Arah baru bisa jadi lebih menyenangkan. Kembali pada niat dan tujuan awal melangkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun