Mohon tunggu...
Dadang Yusprianto
Dadang Yusprianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Purna tugas, Komisioner KPU Kabupaten Simalungun Periode 2013 - 2018

Selalu berbuat baik dan bersyukur walau belum ada tanda-tanda kearah kehidupan yang lebih baik, tetap optimis

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Safety First Masih Terabaikan

5 Maret 2023   15:35 Diperbarui: 5 Maret 2023   21:53 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warga melihat lokasi kebakaran di Kampung Tanah Merah usai ledakan Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, Sabtu (4/3/2023). Kebakaran ini mengakibatkan 17 orang meninggal dunia dan 51 orang luka-luka.(KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO)

Setiap ada kecelakaan fatal selalu dilakukan investigasi, dan inspeksi rutin ke lokasi yang sama, 1 tahun 2 kali. Investigasi berbagai kecelakaan fatal tujuannya untuk mencegah kecelakaan sejenis. Akan tetapi mengapa masih terjadi dan terjadi lagi?

Kebakaran hebat yang melanda Depo Pertamina di wilayah Plumpang, Jakarta Utara, Jumat (3/3), terjadi sekitar pukul 20.20 WIB.

Kepala Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, mengatakan, objek kebakaran tersebut adalah pipa bensin. Berdasarkan kesaksian warga, tercium aroma bensin yang menyengat sebelum kebakaran terjadi.

Kebakaran yang melanda Depo Plumpang juga pernah terjadi pada 18 Januari 2009 pukul 21.15 WIB. Saat itu, satu petugas keamanan Pertamina tewas akibat insiden tersebut.

Komitmen safety first yang dikondisikan menjadi habit dilingkungan Pertamina ternyata belum maksimal terlaksana. Hal itu terbukti dengan adanya beberapa peristiwa kebakaran kilang minyak dalam beberapa tahun terakhir.

Sebenarnya kecelakan kerja dengan terbakarnya kilang minyak tersebut tidak perlu terjadi bila pihak-pihak di setiap unit atau divisi, atau sebutan lainnya, saling memahami serta melaksanakan safety first dalam setiap melaksanakan pekerjaan, pengawasan. Pun briefing harus senantiasa dilakukan.

Pertamina harus segera belajar dan mempraktikkan sistem safety first yang tegas, baik, dan benar serta ramah lingkungan.

Banyak perusahan-perusahan migas swasta multinasional yang sukses menerapkan sistem safty firstnya. Semisal pengalaman penulis yang pernah bekerja di perusahan Migas di Provinsi Riau. Dahulu ketika CPI (Caltex Pacific Indonesia) masih beroperasi di ladang minyak Minas, Duri, Dumai dan Rokan, sistem safety first sangat baik dan memuaskan diterapkan sehingga tercipta Zero Accident. Safety first bukan hanya kepada karyawan dan masyarakat akan tetapi juga terhadap material-material, serta komponen penunjang kinerja diperusahaan.

Zero Accident adalah keadaan di mana sebuah perusahaan mampu mengurangi terjadinya kecelakaan kerja. Tidak hanya mengurangi, tapi juga mencegah kecelakaan kerja serta menjamin tenaga kerja tersebut mendapatkan perlindungan atas keselamatannya.

Zero Accident tersebut dapat diraih karena tingkat kesadaran setiap karyawan akan pentingnya safty first sangatla tinggi, safety first dalam rapat dan briefing bukan hanya celoteh dan bualan belaka akan tetapi langsung diterapkan dan setiap pelanggaran terhadap keselamatan kerja mendapatkan sanksi warning yang tegas.

Ketegasan dan pengayoman yang mengena dihati karyawan dan masyarakat sekitar diperlukan dari jajaran para tenaga-tenaga di divisi safety, mengingat hal keselamatan kerja ini hal yang urgent.

Ada perlu untuk pihak pertamina mengontrak tenaga-tenaga profesional luar yang berpengalaman sebagai Manager atau Supertendent dari Safety tersebut, karena kita butuh keprofesionalan mereka.

Memang putra dan putri bangsa banyak yang sudah mumpuni menduduki posisi dan jabatan semacam ini. Akan tetapi kadang terbentur dengan beberapa aspek, masalah-masalah yang pada tes uji kelayakan bisa dijawab dengan solusi yang tepat, tapi ketika dihadapkan dengan praktik harus buyar dengan kepentingan-kepentingan dan itu tidak bisa dibantahkan, karena walaupun dibantah di negara kita ini hampir semua jabatan ada aroma-aroma politiknya.

Kita tidak perlu menyalahkan pihak-pihak pada kasus Plumpang, kita harus berbenah, masyarakat jangan dibenturkan dengan Pertamina atau Pemerintah. Seperti pepatah "Dimana ada gula, disitu ada semut" masyarakat datang untuk mencari rezeki di sekitaran kilang Plumpang dan seiring waktu semangkin bertambah, formula yang sangat tepat diperlukan sebagai solusi.

Sebagaimana Presiden Jokowi tegaskan bahwa, "Lokasi Depo Plumpang sebagai zona bahaya, tidak bisa lagi ditinggali. Tapi harus ada solusinya. Bisa saja Plumpang digeser ke [area] reklamasi atau penduduknya yang digeser, direlokasi.” Keputusan ini harus dibuat oleh Pertamina bersama warga setempat.

Berbeda dengan negara tetangga kita Malaysia dan Brunei Darusalam serta perusahaan-perusahaan migas multinasional yang memiliki pedoman zona industri dan area pemukiman yang bisa diakses bebas.

Dalam salah satu poinnya, Pemerintah Malaysia dan Brunei Darusalam dengan rinci menjelaskan tentang buffer zone yang merupakan pedoman mitigasi untuk melindungi kehidupan manusia, bangunan, dan sumber daya lainnya dari potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh efek aktivitas industri.

Mereka membaginya menjadi tiga bagian di antaranya Primary Buffer Zone, Secondary Buffer Zone, dan Overall Buffer Zone, sesuai dengan standarisasi keamanan layaknya Malaysia dan Brunei Darusalam meskipun beberapa di antara depo BBM yang baru dibangun telah dilakukan standarisasi keamanan yang lebih baik.

Ketiga poin tersebut dijelaskan secara rinci hingga memiliki gambaran seperti apa mitigasi yang aman dari area industri hingga ke pemukiman warga. 

Walau dalam pedoman tersebut tidak dijelaskan berapa meter jarak idealnya, namun mereka memberikan gambaran komponen apa yang harus ada untuk standar keamanannya. Seperti jalan yang cukup lebar, drainase, sungai, area khusus konservasi, danau, hutan, lapangan terbuka, dan sebagainya. Sayangnya di Pertamina belum secara jelas memiliki aturan semacam ini.

Menurut undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, yang dimaksud dengan tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

Dengan perumusan ini, maka ruang lingkup dari UU tersebut jelas ditentukan oleh 3 unsur yaitu:

• Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi suatu usaha.
• Adanya tenaga kerja yang bekerja.
• Adanya bahaya dan resiko kerja yang ada di tempat kerja.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara filosofi adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya.

Secara disiplin ilmu, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai ilmu dan penerapannya secara teknis seta teknologis dimaksudkan untuk melakukan pencegahan terhadap munculnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dari setiap pekerjaan yang dilakukan”

Secara hukum, keselamatan dan kesehatan kerja diartikan sebagai suatu upaya perlindungan agar setiap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja senantiasa dalam keamanan yang sehat dan selamat serta sumber-sumber proses produksi dapat dijalankan secara aman, efisien dan produktif.

Masih ditinjau dari segi ilmu pengetahuan dan penerapannya, dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan skala prioritas, karena dalam pelaksanaannya, selain dilandasi oleh peraturan perundang-undangan, juga dilandasi oleh ilmu-ilmu tertentu, terutama ilmu keteknikan dan ilmu kedokteran.

Adapun tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja menurut antara lain:

• Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatakan produksi serta produktivitas nasional.
• Menjamin keselamatan setiap orang yang berada di tempat kerja.
• Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman.

Demikian tulisan saya kali ini, semoga bermanfaat bagi kita semua, Terimakasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun