Mohon tunggu...
Dadang Pasaribu
Dadang Pasaribu Mohon Tunggu... -

pengembara mengikuti jalan yang ditempuh pengembara sebelumnya dari gelap hingga terbitnya matahari

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ayo Kerja! Kerja Fisik atau Mental?

20 Agustus 2015   07:50 Diperbarui: 20 Agustus 2015   08:12 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Joko Widodo tiba di Titik Kilometer Nol Indonesia di Pulau Sabang, Aceh, Selasa (10/3) canangkan slogan "Ayo kerja". (Kompas/Adrian Fajriansyah)

Menyambut kemerdekaan tahun 2015 ini Presiden Joko Widodo menyerukan slogan 'Ayo Kerja' (AK). Slogan yang bermakna ajakan sekaligus dorongan kepada rakyat agar bergegas bekerja. Slogan multi tafsir itu bisa saja sebagai tanda adanya pembukaan lapangan pekerjaan besar-besaran oleh pemerintah, bisa juga berarti rakyat banyak yang bermalas-malasan, bisa juga sekedar pencitraan untuk menemukan slogan yang sesuai dengan peringatan kemerdekaan RI. Bisa juga pesanan tim ‘pembisik’ Presiden yang melihat peluang positive di balik slogan tersebut.

Kita ingat, sebelumnya dalam kampanye dan pasca pelantikannya, Presiden kerap menyerukan slogan Revolusi Mental (RM). Namun belakangan slogan RM tampaknya kontraproduktif dan cenderung menurunkan nilai pemerintah di mata rakyat. Sebab, slogan RM itu kini telah dijadikan alat pemukul balik oleh berbagai pihak untuk menilai kebijakan pemerintah. Masa bulan madu slogan RM tampaknya sudah berakhir sebab memang lebih banyak dipersiapkan untuk menarik simpati saat kampanye saja. Tim Kepresidenan ternyata tidak cukup jauh menerawang bentuk impelementasi dari slogan RM. Membangun mental pada mental bangsa yang sedang terpuruk ternyata sangat sulit. Lebih sulit lagi sebab RM mesti dimulai dari pemimpin itu sendiri apakah itu Presiden, Wakil Prseiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Walikota, Penegak Hukum, Anggota Dewan, atau Ketua Partai. Orang tau banyak kader partai berkoar-koar kehadapan publik tapi seketika menjadi ‘layu’ di hadapan Ketua Partai.

Adakah hubungan antara slogan AK dengan RM? kalau ditanya pemerintah mungkin akan dijawab bahwa slogan AK adalah implementasi dari RM, jadi slogan AK dengan RM sejalan. Dari semangatnya, slogan AK dengan RM tampak beriringan. Mental pelamun, pemimpi, pemalas, pengangguran mesti digerakkan dengan slogan AK. Namun menyuruh atau mendorong orang bekerja bisa jadi tidak sampai menyentuh perubahan mentalnya (kesadarannya). Terbukti banyak orang bekerja tapi tidak menambah nilai positif bagi pembangunan bangsa. Banyak orang bekerja hanya untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Orang butuh kerja saat ini hanya untuk makan, tidak lebih. Banyak orang merasa terjepit hanya karena perut terhimpit. Orang tidak merasa bersalah jika pikirannya ‘ngeres’ hendak memuaskan nafsu syahwatnya.    

Jadi slogan AK sangat berorientasi fisik, bangun badannya saja, mengisi perut yang keroncongan karena sudah lama menganggur atau menambah volume kerja dari para sipemalas. Slogan AK kelihatan jelas terputus dari RM. Revolusi mental membutuhkan asupan bagi mental spritual rakyat. Rakyat sedang ‘keroncongan’ jiwanya, butuh makanan spritual tidak hanya makanan fisik belaka. Rakyat butuh asupan keteladanan yang dapat mereka jadikan standar kebenaran akan kesejatian. Sudah terlalu lama, ruang publik kekosongan sosok teladan yang benar-benar melaksanakan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai dengan yang termaktub dalam Pancasila.  

Fisik & Mental

Pembangunan fisik jauh lebih mudah dibandingkan dengan pembangunan mental. Untuk membangun satu gedung pencakar langit yang tertinggi di dunia, seorang arsitek terlebih dahulu membuat cetak birunya dengan jelas, menentukan waktu pengerjaannya, menentukan pekerja bangunan (SDM), alat dan bahan yang dibutuhkan dapat dilihat, bisa diawasi dengan kasat mata dan hasilnya nyata bisa diraba.

Setiap terbentuknya kabupaten dan kota baru di Indonesia pasti diikuti dengan kebutuhan pembangunan infrastruktur. Lahirnya satu Kota Baru pasti membutuhkan gedung perkantoran, pembangunan jalan-jembatan, ketersediaan energi (listrik), kebutuhan air dan telekomunikasi, sekolah maupun sarana kebutuhan lainnya. Para ahli untuk membangun Kota Baru mudah didapat. Para kontraktor banyak yang bersedia ikut tender, bahkan bersedia antri menunggu. Kontraktor siap bersaing untuk menunjukkan kualitas kerja terbaik dengan pekerjaan seefisien mungkin.   

Sebaliknya, tidak mudah membangun mental-spritual. Kita bisa membuat cetak biru manusia dengan standar mental yang kita inginkan. Misalnya, kita membayangkan keagungan manusia Indonesia dengan mental Pancasialis (manusia Pancasilais) yang sanggup menjadi mercusuar dunia. Manusia yang menjiwai nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kebijaksanaan dan Keadilan. Berapa lama waktu yang kita butuhkan? Menentukan waktu yang dibutuhkan, kita mulai bingung. Tidak ada pelajaran di sekolah yang bisa memastikan (konstanta) berapa banyak waktu dibutuhkan membentuk mental anak bangsa.

Siapa tukang-tukang (SDM) yang akan membangunnya? Khusus untuk standar tukang (SDM) mungkin kita butuh kualifikasi yang lebih rinci. Bagaimana pengalamannya (jejak rekamnya), kapasitasnya (kemampuannya)? Apa saja alat dan bahan yang dibutuhkan untuk membangun mental anak-anak bangsa? Bagaimana campuran semen, pasir, air, besi, beserta alat kerja yang kita butuhkan untuk membangun mental? Para kontraktor mulai bingung, mungkin banyak yang mundur karena tak sanggup, meski ada juga yang memaksakan diri seolah-olah sanggup. Karena sudah diumumkan ke depan publik, mau tak mau, proyek pembangunan mental terus berjalan bersebelahan dengan proyek fisik yang juga berlangsung.

Mana Yang Lebih Dahulu?

Banyak orang mengatakan pembangunan fisik dan mental dilakukan bersamaan, tak perlu ada yang mesti didahulukan satu sama lain, keduanya bisa paralel. Benar, bisa saja keduanya dilakukan bersamaan. Namun, ungkapan tersebut selalu hanya sebatas klise belaka. Para perencana pembangunan umumnya gagal dalam hal menempatkan pelaku pembangunan yang bermental agung, meskipun sejumlah syarat moral sudah turut disertakan dalam penjaringannya. Buktinya, banyak gedung dan sarana fisik yang kita bangun namun dengan mental kontraktor yang buruk. Betapa banyak gedung, jalan, jembatan, perkantoran, perhotelan, waduk, dan sarana lainnya yang rusak dengan cepat lebih cepat dari perkiraan. Berapa banyak uang yang kita gelontorkan hanya untuk menambal jalan yang setiap tahun wajib rusak. Banyak usia jalan yang hanya bertahan selama 3 bulan saja. Kita malu dengan pembangunan fisik yang dilakukan oleh negara tetangga seperti Malaysia ataupun Siangapura.  

Untuk melihat perkembangan mental, tidak salah kita bisa kembali ke pada dunia anak-anak atau saat kita kecil. Seorang anak yang masih dalam usia emas (5-7 tahun) atau anak yang duduk di bangku sekolah dasar tidak begitu mementingkan penampilan. Namun kerap kali orang tua yang membentuk penampilan anak sesuai dengan keinginannya. Sebetulnya asupan yang paling dibutuhkan anak selain asupan untuk tubuhnya adalah asupan untuk membangun mentalnya. Anak-anak usia emas lebih membutuhkan contoh teladan dari orang tua, bimbingan dan tuntunan, belaian dan kasih sayang, wejangan yang lembut ketimbang pakaian yang mewah, permainan, ataupun gadget.  Jadi, pembangunan mental menjadi hal yang utama atau sebagai pondasi dalam membentuk mental manusia agung.

Pada era Meiji, suatu klan miskin Nagaoka yang dipimpin Kobayashi Torasaburo (1870) mendapat bantuan 100 karung beras dari klan yang lain. Namun beras tersebut dijual oleh Kobayashi untuk membangun sekolah bagi penduduk desa. Dua tahun setelah peristiwa itu, Dinasti Meiji kemudian membuat program utama membangun SDM melalui pendidikan yang luas kepada seluruh rakyatnya dengan keteguhan dan keterbatasan alam yang tak sebaik Indonesia. Lima puluh tahun kemudian (1904) Jepang mengalami perang dengan Rusia. Rusia mengerahkan armada Baltiknya sebagai salah satu armada terbaik di dunia. Namun di lapangan, Jepang berhasil memukul Rusia dalam pertempuran di laut Jepang.

Di Indonesia, kita tak pungkiri banyak anak bersekolah, banyak juga anak pintar yang juara olimpiade dunia dan kita bangga terhadap semua itu. Namun pada sisi yang lain kepintaran dan kecerdasan selalu berbanding terbalik dengan urusan mental. Kita juga mengamati berapa banyak anak-anak di bangku sekolah dasar, menengah dan atas yang sudah keranjingan gadget, membuka situs porno, melakukan aktifitas seks bebas, senioritas, menggunakan narkoba dan tawuran di jalanan. Bahkan pemerintah melalui mensos mengatakan bahwa kita sudah berada pada zona darurat pornografi. Betapa kita tidak lagi memiliki pertahanan budaya, pertahanan mental dalam menahan serbuan kejahatan dari luar yang merusak mentalitas anak-anak bangsa.

Penutup

Slogan 'Ayo Kerja' (AK) dari Presiden Joko Widodo dalam menyambut kemerdekaan tahun 2015 ini tidak salah, hanya tidak tepat sasaran. Hemat saya kita masih berada di zonasi perubahan mental yang menjadi ikon Jokowi sejak masa kampanye. Kebutuhan operasionalisasi konsep revolusi mental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini sangat ditunggu. Sebab perang dunia hari ini lebih pada peperangan mental. Serbuan budaya asing yang masuk melalui berbagai media informasi sudah tak dapat dibendung. Kita hanya tinggal membangun pertahanan yang kuat. Pertahanan yang kuat tentu saja adalah mental yang kuat, jiwa yang kuat. Kita mestinya berkehendak membangun akhlak anak-anak bangsa untuk mampu bertahan dari serbuan budaya materialistik (glamour), ajakan ngeseks secara bebas, ajakan mengkonsumsi narkoba dan ajakan hidup secara individualis.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun