oleh DADAN ANDANA
      Kepercayaan (Trust) adalah kunci suatu hubungan dan kemitraan, baik dalam bisnis, karir, persahabatan, keluarga bahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Kepercayaan tidak dapat diperjualbelikan tetapi dibangun dan dipelihara dengan baik. Suatu hubungan selalu melibatkan dua pihak (kemitraan). Ingatlah bahwa kepercayaan dibangun seumur hidup, tetapi kepercayaan itu bisa hancur dalam sekejap. Jika kepercayaan hilang, hubungan akan amburadul.
      Setiap orang menginginkan dan mengupayakan kepercayaan karena kepercayaan menjanjikan peluang. Tak heran jika banyak tindakan semu untuk membangun kepercayaan. Sikap buatan (attitude artificial) yang dibuat-buat. Hasilnya? Itu hanya melelahkan dan tidak akan bertahan lama. Di sisi lain, kepercayaan tidak bisa dipaksakan, kepercayaan tidak memiliki unsur tekanan, tetapi diperbolehkan. Hubungan yang kuat dan harmonis dibangun dan dilandasi oleh rasa saling percaya.
      Banyak orang mencoba membangun kepercayaan dengan berbagai cara. Menawarkan berbagai janji, dengan teknik persuasi, penampilan material, penampilan karya, atau menyajikan lampiran beragam rekomendasi. Sistem koneksi, tatap muka, bahkan manipulasi. Tapi berapa lama ini bisa bertahan? Karena semua akan bertahan dalam ujian waktu. Motivasi palsu dan janji bernada tinggi tidak akan bertahan lama.
      Harus disadari proses pembelajaran khususnya di sekolah kadang sering ketinggalan beradaptasi dengan percepatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ditambah lagi oleh stagnasi pola berpikir dan pola bertindak para guru yang hanya memosisikan dirinya sebagai pengajar (teacher) dengan minim penalaran sebagai pendidik (educater). Sejatinya tidak salah jika masih ada guru fokusya pada pengajar jika dia mau berimprovisasi dengan keadaannya. Misalnya mengubah mindset dari guru sebagai sumber utama informasi ke aras mentoring dan atau coaching dengan melakukan keluasan materi bahan ajar (breadth) yang tidak hanya terkungkung kesempitan buku paket dari penerbit yang direkomendasikan pemerintah. Kemudian berusaha menaikan lagi derajat pembelajaran kognisinya kepada aras pendalaman bahan ajar (deepth) melalui proyek untuk menghasilkan karya, prosuk, atau jasa. Nampaknya, tiga tahun siswa di tingkat SMP atau SMA sudah bisa dipastikan memiliki keyakinan hidup pada dirinya. Dengan kata lain, penguatan kognisi siswa harus berkorelasi kuat dengan skill (keterampilan hidup ke depan para pembelajar.
      Lalu di sisi penumbuhan sikap (attitude) para pembelajar (guru-siswa- orang tua) khususnya  bisa berkolaborasi secara kausalitas -- mutualisme. Pemahaman sebab --akibat dari setiap perilaku para pembelajar perlu dicermati sebagai dasar untuk melakukan kerja sama kemitraan dengan segala profesi orang tua.
Atas dasar kesadaran berpikir ini, dalam mengelola lembaga persekolahan, saya mencoba mengaplikasikan model STAR GROW berdasarkan dari apa yang teralami, terbaca, terdialektikakan dan terasa menggelisahkan.
      Singkatnya, model STAR GROW berupaya untuk membangun pembelajar (guru- siswa -- orang tua) menjadi bintang (teladan) yang terus tumbuh. Dua hal ini dibagun melalui landasan kesadaran para pembelajar dalam membaca, mencermati, memaknai, memanfaatkan situasi (situation), tugas (task), aksi (action), dan hasil akhir (result). Pacuannya atau misi pergerakan bertolak dari Goal (tujuan hidup), Reality (senyatanya kebutuhan dan keselarasan hidup), Option (pilihan setiap pembelajar sesuai minat bakatnya), Will (impian, keinginan, cita-cita sebagai barometer kesuksesan yang mengubah keinginan dan niat awal menjadi tindakan yang berhasil).
Naik-naik ke puncak bintang
Tinggi terang sekali
Naik-naik ke puncak cita
Rentang panjang sekali
Kiri kanan kulihat gundah
Nalar rasa tertumpah
Kiri-kanan ada serapah
Bahagia 'kan terdekap indah
Salam kepercayaan IBUN BATU: Integritas, BUkti, akuNabilitas, keBAjikan, wakTU. Â
. *) Dadan Andana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H