Catatan Kegelisahan Kepala SMPN 1 Tanjungmedar
Pada prinsipnya belajar itu bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja. Belajar itu tidak harus selalu duduk diam di kelas mendengarkan guru menyampaikan materi. Cara belajar konvensional seperti ini tentu akan sangat membosankan untuk murid-murid. Memasuki awal tahun pelajaran 2022/2023 saya mengonsep program Nestand Student Research (NSR) sebagai upaya awal kolaborasi antarmata pelajaran.Â
Meski berjalan lambat dan hampir tersendat, akhirnya NSR bisa dituntaskan tepatnya dari Agustus 2022- 16 Februari 2023 (sebagai uji presentasi NSR kelas IX). Miskomunikasi, miskonsepsi, dan mispersepsi tak bisa dielakkan saat sebuah program diluncurkan apalagi di tingkat sekolah pinggiran.Â
Maksud awal NSR tiada lain guna menumbuhkan kesadaran bahwa yang terpenting dalam pembelajaran adalah bagaimana menumbuhkan kualitas manusianya dan bahan ajar hariannya. Metode dan model pembelajaran bisa kita ciptakan sendiri.
Kini menjelang semester genap 2023, saya mencoba merefleksikan ulang program NSR dengan konsep Program NOLA (Nestand Outdoor Learning Activity). Dengan program NOLA ini diharapkan pembelajaran akan lebih menarik dan lebih tepat sasaran. Karena murid maupun guru akan secara langsung mengalami dan merasakan sendiri pembelajaran (kolaborasi) yang benar-benar nyata, bukan hanya sekedar teori, apalagi terkungkung sebatas keilmuan buku paket.Â
Mind set guru dan siswa diarahkan bukan hanya pada pemahaman materi permukaan (performance) melainkan juga pada keluasan materi (breadth) dan kedalaman (depth). Ini sangat ditunjang oleh penguasaan guru dan siswa menghimpun sekaligus mengkritisi (critical thinking) setiap informasi sekait bahan ajar yang melimpah.
Apakah pembelajaran real-world berlaku bagi semua siswa?
Pembelajaran real world ini berlaku untuk semua murid dan disesuaikan dengan proyek belajar setiap mata pelajaran masing-masing murid. Semua murid bisa mengikuti pembelajaran real world dan bisa mengeksplorasi kompetensi diri mereka masing-masing.
Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam proyek ini?
Pembelajaran real world bisa disesuaikan dengan tiap-tiap bidang studi dan juga saling terkait satu sama lain. Dengan sangat bersinambung ketika di sekitar lingkungan sekolah banyak perajin dan pengolah rempah-rempah seperti kunyit, jahe, dan kencur. Salah satu contoh kegiatan murid diharuskan mengunjungi gedung UKM (Usaha Kecil Menengah).Â
Di situ murid bisa langsung melihat berbagai produk hasil kerajinan tangan yang dipasarkan, kemudian murid dapat mengamati dan bertanya langsung kepada para penjual tentang bahan-bahan hingga proses pembuatan, modal awal hingga cara pemasarannya, untuk kemudian dibuat menjadi sebuah laporan observasi.Â
Dengan begitu siswa akan belajar menjadi seorang enterpreneur. Dalam konteks inilah guru ditantang memberikan model pembelajaran C3 (Creative thinking, Curious and Challenging -Berpikir kreatif, ingin tahu, dan menantang). Hal ini ditujukan pula agar lembaga sekolah tidak lagi dikatakan ekslusif yang tak memperhatikan kondisi lingkungan sekitar siswa dan orang tuanya.
Contoh lain adalah di saat murid berkunjung ke gedung instansi pemerintah, salah satunya gedung Museum Geusan Ulun. Di situ murid mendapatkan edukasi dari guide wisata tentang undang-undang kepurbakalaan, pelestarian serta sanksi hukumnya. Siswa juga bisa langsung bertanya jawab tentang kisah kasumedangan yang pernah mereka lihat beritanya di media sosial. Dengan begitu siswa akan menjadi lebih peka dan sadar akan budaya dan hukum yang tidak boleh dilanggar di Indonesia.
Bagaimana cara menentukan organisasi/bisnis/komunitas mana yang perlu dikunjungi setiap kalinya?
Kegiatan real-world learning ini dijadwalkan oleh setiap bidang studi sesuai dengan tema yang diperlukan, tidak terikat oleh waktu dan kapan harus dilaksanakan, karena berjalannya kegiatan ini juga ditentukan oleh apakah sekolah bisa mendapatkan izin dari pihak eksternal terkait. Real-world learing bisa dilakukan satu bulan sekali atau dua bukan sekali, tergantung perizinan yang didapatkan.
Bagaimana cara membangun koneksi dengan pihak-pihak eksternal tersebut?
Ketika memutuskan organisasi atau lembaga mana yang akan dikunjungi, biasakan berbicara terlebih dulu dengan guru tentang tujuan yang ingin mereka capai lewat kunjungan yang dilakukan, kemudian kita dapat menentukan ke mana murid perlu berkunjung. Kemudian kami menghubungi penanggung jawab ke mana kami ingin pergi (melalui surat atau email).Â
Terkadang akan mendapat rekomendasi langsung dari orang tua yang sudah memiliki akses tersebut. Orang tua murid di sekolah sudah harus dipastikan mengetahui tentang program NOLA. Sesungguhnya banyak dari mereka yang sangat mendukung dan sering memberikan akses bagi sekolah untuk mengunjungi tempat-tempat menarik.
Kegiatan ini belum ada sebelumnya dan baru kita terapkan di SMP Negeri 1 Tanjungmedar. Kegiatan ini sejujurnya hasil kontemplasi saya secara ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) dari beberapa sekolah yang sempat saya kunjungi untuk studi banding saya.Â
Lalu saya berupaya terus membangun kepercayaan diri dan  terus mencari inspirasi serta inovasi bagi proses pembelajaran di sekolah yang saya pimpin. Bagi saya, Tidak ada salahnya mengadopsi kegiatan dari sekolah lain, selama kegiatan itu positif, sesuai dengan kebutuhan murid, dan membawa manfaat baik untuk guru, murid, maupun sekolah. DA***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H