Ramadan sebentar lagi. Ramadan adalah keniscayaan. Hadir memberikan refleksi lahir batin. Ramadan sejatinya mengajarkan bahwa
_Tak ada hakikat yang tidak didahului kesilapan_
Begitupun dalam berkomunikasi, Â berkolaborasi, Â bertegur sapa lewat tulisan khususnya bersastra. Jika kita telusuri muasal sastra (shaastra) adalah teks yang berisi petunjuk, Â arah, Â teguran, Â dari hasil kesadaran manusia atas kehadiran dan persiapan kepulangannya.
Sastra bolehlah diperbandingkan dengan proton = kodrat penarik. Penarik orang minimal untuk melirik deret tulisan, Â deret aksara, Â deret gagasan, Â deret pikiran dan pengalaman penulisnya, meskipun tidak tertemboki hanya pengalaman yang mempribadi. Di sisi lain sastra khususnya karya sastra ibarat elektron = kodrat menolak ke arah yang bertentangan dengan apa yang dirasakan, Â dikontemplasikan, Â dipikirkan penulisnya.
Maka begitu pun kehadiran sebuah grup atau komunitas. Dalam setiap geliatnya selalu ada momen. Ya momen dan peluang. Selalu ada  Logika matematika, A bukan non-A; ya itu YA. Tapi ada saatnya A itu sama dengan non-A "ya itu berarti tidak"
Sebuah grup atau komunitas pendidik sejatinya adalah ruang bernuansa berbagi energi gagasan, Â ide, Â untuk kemajuan peserta didiknya yang digadang-gadang jadi generasi emaa 2045. Apa yang bisa kita tanam- tumbuhkan pada jiwa disrupsi mereka sementara kita berpacu pula dengan waktu kehadiran kita?
Sejatinya adalah nyawa yang jadi kajian matematis tak terbatas. Kajian sejarah yang menyebabkan kita membuat sejarah atau hanya menikmati suguhan hostoris yabg dicipta orang lain.
Sejatinya adalah sains yang menyadarkan nalar kita dari cengkraman dogmatis-mistikis menuju paradigma-rasionalita.
Berbahagialah orang yang memiliki keseimbangan dogma dan paradigma.
Cag!
Tanjungsari, 18/1/23
Salam SEIKH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H