Mohon tunggu...
Daaru Project
Daaru Project Mohon Tunggu... Penulis - Penulisan Sejarah Menyenangkan

Kami lahir di bulan Agustus 2023, dengan semangat kemerdekaan itu kami berkomitmen menyuarakan cerita sejarah dengan lebih nyaring melalui artikel ringan atau buku cerita sejarah untuk anak dengan menggunakan referensi terpercaya tentunya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hore

14 Maret 2024   17:59 Diperbarui: 14 Maret 2024   19:28 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keo dalam tulisan ini dipakai dalam artian nama sebuah etnis dan nama suatu kawasan atau wilayah dari Kabupaten Nagekeo di pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia, Keo baru berhubungan dengan Belanda pada tahun 1907. Para pejabat kolonial mulai melakukan perbaikan dalam hal sistem pemerintahan, dari pemerintahan lokal ke sistem pemerintahan kolonial.

Setelah pemerintah kolonial memerintah secara penuh, maka penduduk lokal tidak memiliki hak bersuara dalam urusan penjajahan. Namun, masyarakat adat terus berjuang agar sistem dan struktur pemerintahan lokal tetap berjalan.

Pemerintah kolonial memandang Keo sebagai wilayah dengan masyarakat yang keras kepala dan sulit diatur. Hal ini dikarenakan telah terjadi 2 pemberontakan di wilayah tersebut.

Pemberontakan pertama terjadi pada tahun 1907 di wilayah Nangapanda, yang dipimpin oleh Kaka Dupa. Pemberontakan kedua terjadi pada tahun 1912 di Lejo, yang dikenal dengan perang Lejo, dibawah pimpinan Lawa Wula.

Sikap non kooperatif masyarakat Keo serta kebutuhan mendesak untuk menciptakan wilayah-wilayah administratif buatan pemerintah kolonial, maka pemerintah kolonial menggabungkan Nage dan Keo. Namun, hal ini mendapat pertentangan dari keduanya. 

Tahun 1913 setelah terjadinya pemberontakan Sela Lejo, diadakanlah sebuah rapat dan Muwa Tunga terpilih sebagai administrator lokal sementara dan menjadikan Kota sebagai pusat distrik, yang kemudian dikenal dengan nama Kota Keo. Tahun 1915 ketika keadaan semakin membaik pejabat kolonial bernama A.R Harns mengusulkan agar Keo dan Nage disatukan menjadi sebuah distrik. Usulan tersebut kemudian dibicarakan dalam sebuah rapat di Boawae pada tanggal 8 April 1917. Namun usulan tersebut tetap tidak disetujui oleh pemimpun kedua wilayah, baik Nage maupun Keo.

Maka, dalam laporan tertulis tanggal 20 April 1917 Asisten Residen Afdeeling Flores dan Gazagheven Ngada, melaporkan kepada Residen Timor bahwa Nage dan Keo tidak bisa disatukan, dan tetap diakui sebagai distrik tersendiri.

Melalui besluit Gubernur Jendral no. 57 tanggal 28 November tahun 1917, Belanda menetapkan wilayah Keo sebagai distrik dan Muwa Tunga tetap menjadi administraturnya, yang kemudian disumpah pada tanggal 2 maret 1918.

Sejarah tentang ini telah kami rangkum dalam sebuah buku anak yang berjudul 'Hore' baca lengkap cerita diakun Instagram Daaru Project @daaruproject.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun