Mohon tunggu...
Anton Da Karola
Anton Da Karola Mohon Tunggu... Freelancer - | tukang foto | tukang kliping

Citizen journalist from South Sumatera.

Selanjutnya

Tutup

Palembang

Redupnya Suara Bela Palestina

14 Juni 2024   15:04 Diperbarui: 14 Juni 2024   15:04 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan saya pribadi, Aksi Bela Palestina, Ahad (9 Juni 2024) di halaman Dewan Perwakilan Rakyat daerah Sumatera Selatan hanya ribuan orang saja (Kambang Iwak di waktu yang sama masih ramai). Jauh berkurang dibandingkan aksi serupa pada 12 November 2023. Padahal, jika halaman DPRD itu penuh (bahkan meluber ke jalan) perkiraan tak lebih 10.000 orang.

Tapi, memang waktu penyelenggaraan yang sangat singkat, hanya dalam tempo seminggu ditambah lagi donasi yang mendekati setengah milyar, nyaris sama dengan total donasi sebelumnya adalah hal yang patut disyukuri. Daerah-daerah di Indonesia lain pun turut mengadakan aksi serentak pada hari itu, di antaranya Medan, Padang, Jakarta, Bandung.

Kondisi seperti ini sama seperti kondisi di Gaza, Bangsa Palestina sudah tersudut di pengungsian Rafah, Israel tak tersentuh hukum dengan aksi genosida dibantu dengan Amerika Serikat, tagline All Eyes on Rafah meredup menuju titik akhir perjuangan, "Merdeka atau mati!"

Zionis dan sekutunya AS serta Inggris, sukses membantai ratusan nyawa pengungsi hanya untuk mengambil empat orang tawanan saja pada hari dimulainya Aksi Bela Palestina serentak. Gencatan senjata hanya sekadar lelucon tak beradab, negara-negara hanya bisa mengulang kata-kata serupa tapi tak sama.

Kita mulai bosan

Produk-produk yang kemarin gencar kita boikot sepertinya mulai menggeliat, mulai dari berganti nama, memberi diskon jor-joran, hingga memasang iklan untuk rebranding. Kita tak kuasa makan dan minum produk gratisan itu, selanjutnya kembali meramaikan gerai dan membeli seperti dulu.

Selain mudah bosan, kita sepertinya bangsa pelupa, belum habis darah anak-anak Palestina yang tumpah, eh anak-anak kita disini asyik menikmati junkfood tersebut sambil melakukan drama, terekam kamera, netizen pun riuh ikut mencerca kelakuan mereka, habis mereka "dirujak" netizen Indonesia.

Hilangnya empati karena mereka masih bocah mungkin dimaklumi, tetapi yang dewasa tapi sikapnya biasa-biasa saja, lebih memprihatinkan lagi, coba tengok Zionis asli Indonesia yang menjadi buzzer, mereka tak punya malu lagi. Mencari-cari kesalahan peserta aksi di media sosial.

The Last of Gaza

Rafah bisa jadi titik nadir Gaza terakhir. Aksi Bela Palestina kemarin pun bisa jadi yang terakhir. Kita akan kembali sibuk dengan urusan domestik, bahan-bahan pokok yang mahal, pekerjaan makin sulit dengan pendapatan makin tak sebanding pengeluaran, tapi kita masih bisa kondangan sambil makan berlebih-lebihan alias mubazir.

Kita masih bisa berangkat umroh, bahkan naik haji tanpa perlu menyisihkan sebagian untuk donasi ke Palestina. Kita masih heran mengatasi judi dan pinjaman online, Uang Kuliah tunggal yang merajalela, potongan gaji Tapera, pejabat asyik bagi-bagi jabatan dan tebar pesona jelang pilkada. Sibuk masing-masing, lihatlah posting-an beranda rekan Anda....

Mati lampu seantero Sumbagsel beberapa hari lalu hanya beberapa jam, tak lebih dari dua hari, tetapi rasanya sudah sama sulit dengan bencana kelaparan di Palestina yang tanpa listrik dan air memadai. Kita masih santai bisa mencuci, padahal mereka buang air saja sulit karena bangunan sudah rata dengan tanah.

Saat anak-anak membuat tenda di halaman pada petang hari karena ada tamu yang akan datang malam Kamis di rumah sempit kami, jelang Maghrib, istri mendengar suara decitan mencurigakan dari arah belakang dekat batang bambu. Kucing yang duduk-duduk di kursi sampai meloncat mendekati sumber suara itu.

Itu bukan suara tank Zionis yang mendekati halaman rumah, tetapi ular belang hitam putih sebesar lengan bayi yang keluar saat azan Maghrib mendekati tenda anak-anak kami. Bukannya kocar-kacir saat saya lempari garam, ular itu hanya menghindar dengan santai, bukan cuma satu tapi dua ekor!

Bisa dibayangkan sulitnya mengusir penjajah yang sudah beranak-pinak puluhan tahun di negeri sendiri hingga terusir. Semoga ini bukan akhir segalanya, hari penantian akan tiba. Kita jadi saksi hari ini siapa yang berkontribusi dan siapa yang paling berkuasa di akhir zaman nanti. Our day will come...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Palembang Selengkapnya
Lihat Palembang Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun