Selasa (26 Desember)
Apakah aman tanya rekan saya via pesan singkat, "Yaaa, Allaaaah... Beduo bocah.... Apo dak papo, tuh?" saat tahu saya membawa anak dalam perjalanan jauh. Begini ceritanya:
Pukul 07.57 dari rumah dengan cuaca mendung hingga ke arah Muaraenim. Sempat berpapasan dengan warga yang membawa seember sarang lebah, kami membeli madu hutan.
Kemudian pukul 10.05 istirahat dan mengisi bensin Rp 27.000 lanjut makan durian di pinggir jalan satu jam kemudian.
Pukul 12.55 Tak jauh dari Simpang Belimbing, istirahat di masjid karena cuaca mulai panas. Meski ngantuk kata si bocah, ia meminta lanjut jalan. Bawa speaker bluetooth supaya tak bosan tapi malah tak terpakai sepanjang jalan.
Pukul 13.45 Mencari tempat teduh dengan banyak pohon di pinggir jalan. Ia bergelantungan ala Tarzan di ranting yang menjulur dari atas pohon. Tanaman apa ini? Pikir saya.
Pukul 14.51 Rencananya kembali makan pindang, tetapi malah makan bebek bakar, dia habiskan ayam kampung bakar seporsi sendiri. Ini menu yang paling mahal rupanya, lewat Rp 80.000
Pukul 16.42 Istirahat kembali di Masjid Al Asmaul Husna yang mirip Masjidil Aqsa.
Pukul 17.34 Melewati Universitas Sriwijaya, buru-buru berangkat lagi. Tak sempat membalas pesan singkat yang dikirim istri:
"Nah.. kemalaman Bi, kalian. Cak mana  Qinqin, Bi...?"
Sebelum azan Maghrib kami sudah masuk Kota Palembang, hilang kantuknya anak-anak pas tiba di rumah. Jadi, apakah worth it?